Menghitung Dampak Terburuk Jika Pilot-Kopilot Tertidur Saat Terbangkan Pesawat
Baru-baru ini heboh pilot-kopilot Batik Air tertidur saat terbangkan pesawat dari Kendari ke Jakarta.
Pilot dan kopilot Batik Air tidak sengaja tertidur selama 28 menit saat menerbangkan pesawat dari Kendari ke Jakarta hingga menyebabkan serangkaian kesalahan navigasi.
Menghitung Dampak Terburuk Jika Pilot-Kopilot Tertidur Saat Terbangkan Pesawat
Pengamat Penerbangan Gatot Rahardjo menjelaskan, dampak terburuk penerbangan jika pilot dan kopilot tertidur adalah kecelakaan.
Hal ini berkaitan dengan kedua pilot dalam penerbangan Batik Air itu yang tidak sengaja tertidur selama 28 menit saat terbang.
Gatot menerangkan, rata-rata kecepatan pesawat jet saat terbang 700-800 km per jam. Sehingga, bila 28 menit penerbangan rata-rata kecepatannya 300-400 km per jam.
"Bisa dibayangkan sebuah kendaraan terbang sejauh dan secepat itu tanpa ada yang memonitor. Memang ada sistem autopilot, tapi tetap harus ada yang memonitor. Kalau ada pilot yang tidur, biasanya gantian antara capt dan copil, dan itu pun kalau dirasa perjalanan akan aman. Jadi tidak tidur semua," kata Gatot saat dihubungi, Minggu (10/3).
"Di pesawat hitungannya detik untuk melakukan sesuatu, apalagi jika terjadi suatu masalah saat terbang. Kalau salah antisipasi, kemungkinan terburuk adalah kecelakaan," sambungnya.
Gatot menjelaskan, jam kerja pilot adalah 1.050 jam per tahun. Jika dibagi 8 setiap hari maka akan habis 131 hari.
"Padahal setahun ada 365 hari, jadi sebenarnya menurut aturan dalam setahun itu pilot banyak istirahatnya, dan ini harus dimaksimalkan," ucapnya.
Gatot menambahkan, maskapai harus pandai mengelola jam terbang pilot dan tak boleh mempekerjakan pilot yang jam kerjanya sudah habis.
Maskapai juga harus mempunyai jumlah pilot yang banyak dengan disesuaikan operasional bisnisnya. Dia mengatakan, pilot sebelum terbang harus dicek kesehatannya oleh tim kesehatan maskapai.
"Kalau dia merasa tidak fit, bisa bilang dan nanti akan diganti dengan yang lain. Tim kesehatan juga bisa menyatakan pilot fit apa enggak sehingga kemudian memberi approval untuk bisa terbang,"
katanya.
merdeka.com
"Nah ini yang harus ditelusuri lebih lanjut. Apakah memang pilotnya yang kurang bagus mengelola waktu istirahatnya, atau kah maskapainya yang kurang bagus mengelola jam kerja pilotnya," ucapnya.
Sementara, Pengamat Penerbangan Alvin Lie berpendapat bahwa insiden Batik Air ID6723 tgl 25 Januari 2024 dipicu oleh fatigue mental. Hal itu akibat kualitas istirahat yang tidak baik.
"Memang alokasi waktu istirahat bagi pilot sudah memadai dan memenuhi standar regulasi. Tapi kualitas istirahatnya tidak baik, sehingga tidak menghasilkan kebugaran fisik maupun mental sebagaimana mestinya," ucapnya.
Alvin melanjutkan, sif kerja tengah malam maupun dini hari berdampak pada terganggunya metabolisme tubuh pilot. Menurutnya, perlu kajian lebih lanjut tentang pola sif dan pemantauan kualitas istirahat pilot dan awak kabin.
Selain itu, dia mendorong maskapai dan regulator sebaiknya secara sistematik melakukan pemantauan kebugaran kejiwaan awak pesawat. Menurutnya, cek medis tak hanya aspek fisik, tapi juga aspek psikiatri.
Alvin juga mendorong perbaikan sistem interaksi awak kabin dengan pilot, terutama dalam penerbangan tengah malam dini hari. Menurutnya, jadwal kunjungan awak kabin ke kokpit perlu ditingkatkan.
"Pada penerbangan normal setiap 30 menit. Untuk penerbangan tengah malam mungkin dapat dipercepat jadi setiap 15 menit,"
pungkasnya.
merdeka.com
Sebelumnya, KNKT merilis masalah serius yang terjadi saat salah satu pesawat Batik Air terbang di udara dari Kendari menuju Jakarta.
Masalah serius ini berkaitan dengan kedua pilot dalam penerbangan itu yang tidak sengaja tertidur selama 28 menit hingga menyebabkan serangkaian kesalahan navigasi.
Insiden tersebut terjadi pada 25 Januari 2024 dalam penerbangan dari Kendari, Sulawesi Tenggara, ke Jakarta. Penerbangan tersebut memiliki waktu blok selama 2 jam 35 menit hingga sampai tujuan, sesuai dengan jadwal penerbangan Batik Air Indonesia.