Meutya Hafid Ditunjuk Jadi Menteri Komunikasi dan Digital, Jurnalis Hingga Pernah Disandera di Irak
Meutya juga merupakan lulusan Magister Ilmu Politik di Universitas Indonesia yang menyelesaikan pendidikan pada 2018 silam.
Meutya Viada Hafid atau yang akrab disapa Meutya Hafid, adalah seorang jurnalis dan politisi Indonesia yang dikenal berkat kontribusinya di bidang jurnalistik dan pemerintahan. Dia mendapatkan kepercayaan mengampu sebagai Menteri Komunikasi dan Digital.
Lahir di Bandung pada 3 Mei 1978, Meutya memulai kariernya sebagai jurnalis sebelum akhirnya terjun ke dunia politik dan menjabat sebagai anggota DPR RI.
Meutya menghabiskan masa kecilnya di Jakarta sejak tahun 1980-an. Ia menyelesaikan pendidikan dasar di SD Menteng 02 dan melanjutkan ke SMPN 1 Jakarta. Selanjutnya, ia melanjutkan studi ke luar negeri di Crescent Girl School, Singapura, dan lulus dengan gelar Sarjana Teknik Manufaktur di UNSW Sydney, Australia pada 2001.
Meutya juga merupakan lulusan Magister Ilmu Politik di Universitas Indonesia yang menyelesaikan pendidikan pada 2018 silam.
Mengawali karier sebagai seorang jurnalis, Meutya kemudian terjun ke dunia politik dan kini dipercaya sebagai Menteri Komunikasi dan Digital selama lima tahun ke depan dalam kabinet Prabowo-Gibran.
Memulai Karier di Dunia Jurnalistik
Meutya Hafid memulai kariernya sebagai jurnalis dan pembawa acara di salah satu stasiun televisi terkemuka di Indonesia, yaitu Metro TV.
Sejalan dengan latar belakangnya, sebagai lulusan Ilmu Komunikasi Meutya menunjukkan ketertarikan yang mendalam terhadap isu-isu global maupun politik. Kariernya sebagai jurnalis pun melejit setelah ia terlibat dalam berbagai liputan besar, termasuk konflik di Timur Tengah.
Salah satu momen yang paling dikenang dalam perjalanan karier jurnalistiknya adalah ketika ia diculik oleh kelompok bersenjata di Irak pada tahun 2005.
Selama satu minggu, Meutya dan rekannya, Budiyanto, ditahan oleh kelompok tersebut sebelum akhirnya dibebaskan. Peristiwa ini tidak hanya menorehkan pengalaman traumatis, tetapi juga memperkuat posisinya sebagai seorang jurnalis yang berani dan tangguh.
Setelah insiden itu, Meutya terus melanjutkan kariernya di dunia jurnalistik. Ia bahkan menulis buku "168 Jam dalam Sandera: Memoar Seorang Jurnalis yang Disandera di Irak".
Seiring berjalannya waktu dan banyaknya pengalaman saat menjadi jurnalis, Meutya pun memilih untuk terjun langsung ke dunia politik praktis.
Memutuskan Terjun ke Politik
Pada tahun 2009, Meutya Hafid memutuskan untuk terjun ke dunia politik dengan bergabung bersama Partai Golkar. Ia mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan berhasil terpilih mewakili Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Utara I.
Sebagai anggota DPR, Meutya aktif di berbagai komisi, terutama yang berkaitan dengan bidang pertahanan, keamanan, dan luar negeri. Selama menjabat, Meutya dikenal sebagai sosok yang memperjuangkan isu-isu HAM, perlindungan terhadap jurnalis, serta kebijakan luar negeri Indonesia.
Ia juga aktif dalam pembahasan berbagai undang-undang yang berhubungan dengan pertahanan dan kebijakan luar negeri, termasuk penguatan diplomasi Indonesia di forum internasional.
Kiprah Meutya di dunia politik semakin bersinar ketika ia dipercaya menjabat sebagai Ketua Komisi I DPR RI pada tahun 2019, yaitu komisi yang membawahi bidang pertahanan, luar negeri, intelijen, komunikasi, dan informasi. Posisi ini memperkuat perannya dalam merumuskan kebijakan-kebijakan strategis yang berdampak pada kepentingan nasional.
Tak hanya itu, ia juga pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi I, di mana ia berperan penting dalam merumuskan kebijakan terkait keamanan nasional dan hubungan luar negeri. Meutya mengadvokasi perlindungan hak-hak jurnalis dan kebebasan pers, serta berusaha meningkatkan peran perempuan dalam politik.
Reporter Magang: Thalita Dewanty