Pramono Anung Larang Operasi Yustisi Usai Mudik Lebaran, Ini Alasannya
Pemprov DKI akan menggunakan data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) untuk mendata pendatang baru.

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo menegaskan larangan operasi yustisi yang biasanya dilakukan usai mudik Lebaran. Operasi yustisi, yang merupakan tindakan penegakan hukum oleh pemerintah daerah terkait ketertiban umum, dinilai tidak manusiawi dalam menyikapi arus pendatang baru ke ibu kota.
Menurut Pramono, setelah Idulfitri, Jakarta selalu menjadi tujuan bagi pendatang yang ingin mengadu nasib.
"Karena bagaimanapun, dengan kondisi ekonomi seperti ini, pasti akan ada kelompok masyarakat yang mencari harapan baru bertarung di Jakarta. Itulah yang terjadi," ujar Pramono di Jakarta, Jumat (21/3).
Dalam rapat di Balai Kota, Pramono menyampaikan bahwa pemerintah harus tetap memanusiakan pendatang dan tidak melakukan operasi yustisi seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
"Kita tidak boleh tidak memanusiakan orang, sehingga nggak ada operasi yustisi. Saya melarang untuk itu," tegasnya.
Pendataan Pendatang Bakal Lebih Humanis dan Transparan
Sebagai gantinya, Pemprov DKI akan menggunakan data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) untuk mendata pendatang baru.
"Kalau ada warga yang tidak punya KTP, tentunya harus ada yang menjamin. Mereka mau pergi ke mana, itu yang akan diterapkan. Lebih manusiawi, lebih terbuka, dan lebih transparan," jelasnya.
Pramono menegaskan bahwa Jakarta tetap menjadi kota bagi siapa saja yang ingin mempertaruhkan harapannya. Namun, ia berharap pendatang yang datang ke Jakarta memiliki kapasitas kerja yang baik.
"Kami mengharapkan orang yang datang ke Jakarta bisa 'capable' untuk bekerja dengan baik karena kita akan membuka 'job fair'," tambahnya.
Pemprov DKI Buka Balai Latihan Kerja dan Kursus Bahasa
Sebagai upaya meningkatkan kualitas tenaga kerja, Pemprov DKI akan membuka balai latihan kerja serta berbagai pelatihan keterampilan.
"Jakarta akan membuka balai latihan kerja, dan kita juga mempersiapkan perbaikan kualitas kerja," kata Pramono seperti dilansir dari Antara.
Selain itu, ia telah meminta agar pelatihan bahasa asing seperti Bahasa Korea, Jepang, dan Mandarin dimasukkan ke dalam program.
"Sebab, salah satu persoalan utama di Jakarta adalah keterbatasan kemampuan bahasa," tutupnya.