Program MBG Harus Cepat Dievaluasi Setelah Banyak Temuan Makanan Basi dan Masih Mentah
Persiapan pelaksanaan program MBG ini dinilai kurang dan tergesa-gesa.

Sejumlah laporan dari pelbagai daerah menyebut, adanya temuan menu makan bergizi gratis (MBG) yang tidak sesuai standar. Mulai dari makanan basi, tidak sesuai standar gizi hingga membuat pelajar keracunan.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Global Strategi Riset Indonesia (GSRI) Sebastian Salang menyatakan harus ada perbaikan mulai dari di bagian hulunya yakni Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau biasa disebut dapur umum.
Sebastian menjelaskan, sebelum disalurkan ke tiap-tiap sekolah, alur makanan diolah di SPPG yang sudah mulai beroperasi sejak dini hari. Setiap SPPG punya tanggung jawab untuk menyajikan ratusan porsi. Kontrol kualitas yang tidak ketat, membuat makanan dari dapur umum tersebut seperti yang banyak diberitakan saat ini.
“Jadi dalam implementasinya itu banyak sekali berita yang muncul di media sosial, di media, berita-berita online berkaitan dengan pelaksanaan. Karena itu, menurut GSRI, perlu sekali kita melakukan riset. Nah, dari riset yang kita lakukan, itu memang terlihat sekali, bahwa memang dari sisi konsepnya itu belum matang, dari sisi perencanaannya juga belum, sehingga ketika bulan Januari l dilaksanakan, sebetulnya di lapangan belum siap,” kata Sebastian kepada media di Jakarta, seperti dikutip Sabtu (1/3).
Sebastian mengungkap, ketidaksiapan program MBG dapat terlihat dari biasnya data penerima, dari konsep kerjasama dan efektiviras model dapur umum.
“Menurut saya enggak apa-apa. Pemerintah melakukan evaluasi, dan evaluasi secara menyeluruh, asal evaluasinya objektif, jujur dilakukan. Jadi kalau ternyata ada fakta di lapangan yang menyatakan atau menunjukkan belum siap ya tidak usah malu untuk moratorium,” tegas Sebastian.
Sebastian menyatakan, seharusnya MBG menjadi program yang dipersiapkan secara matang baru dijalankan. Namun yang terjadi saat ini adalah sebaliknya.
“Saya sarankan mumpung masih awal, supaya uang negara ini tidak dihambur-hambur, lalu kemudian dampaknya tidak terukur dengan jelas, sementara efek negatifnya banyak sekali. Nah itu, itu menurut kita memang harus evaluasi dan jangan menunggu lama-lama. Ini sekarang sudah bulan Maret. Artinya sudah dua bulan. Cukup waktunya untuk melakukan evaluasi,” tegasnya.