Rapat RUU TNI Digeruduk Masyarakat Sipil, Istana: Demokrasi Boleh tapi Jangan Kebablasan
Prasetyo menegaskan bahwa demokrasi jangan sampai kebablasan.

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi buka suara soal rapat tertutup yang membahas revisi UU TNI diinterupsi kelompok masyarakat sipil. Mengenai interupsi itu, Prasetyo menegaskan bahwa demokrasi jangan sampai kebablasan.
"Ya seperti yang saya sampaikan bahwa demokrasi boleh tapi juga nggak boleh kebablasan," kata Prasetyo di Jakarta, Senin (17/3).
Prasetyo mengajak para pihak yang memantau revisi UU TNI ini memiliki semangat konstruktif dan positif. Jika pun ada masukan, disampaikan dengan teliti dan baik.
Sehingga, menurutnya, tak perlu melakukan hal-hal yang diluar konteks hingga menjadi polemik.
"Kalaupun mohon maaf sedang membahas revisi Undang-Undang TNI, kalau ada elemen masyarakat yang menghendaki memberikan masukkan sampaikan dengan baik, dengan konstruktif, tentunya harus teliti, harus jelas apa yang dipolemikkan," jelasnya.
"Bukan sesuatu yang mau dikerjakan, jangan mempolemikan yang tidak ada. Itu tolonglah dikurangi energi energi yang seperti itu," pungkas politikus Gerindra ini.
Rapat RUU TNI Digeruduk KontraS
Rapat tertutup dari panitia kerja (panja) yang membahas revisi UU TNI diinterupsi kelompok masyarakat sipil.
Sedianya, rapat internal itu hanya menyertakan peserta dari perwakilan Komisi I DPR RI dan pemerintah saja. Namun mendadak, tiga orang memasuki dan meminta rapat dihentikan.
"Hentikan rapat RUU TNI" kata salah satu dari mereka sambil membawa poster berukuran A4 bergambar wajah Kasad Jenderal TNI Maruli di ruang rapat Hotel Fairmont Jakarta, Sabtu (15/3).
Sontak, mereka langsung diminta keluar dan pintu ruang rapat yang awalnya tak dijaga langsung mendapat pengawalan ketat.
Rapat Diam-Diam
Kepada awak media dil lokasi, ketiga orang tersebut mengatasnamakan Koalisi Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. Menurut mereka, rapat tersebut ganjil sebab dilakukan tertutup di hotel mewah.
“Proses ini tidak diinformasikan kepada masyarakat, tetapi juga seolah ditutupi yang kemudian kami mempertanyakan apa alasan proses pembahasan RUU TNI dilakukan secara tertutup," kata Andri yang mewakili kelompok tersebut.
Andri mengaku, selain menginterupsi rapat, kelompok sipil juga mengirimkan surat terbuka untuk memberikan masukan kepada Komisi I DPR untuk menunda proses pembahasan RUU TNI.
Alasan Menolak
Dia khawatirkan bahwa Revisi UU TNI akan menghidupkan kembali dwifungsi militer nantinya.
"Secara substansi, kami pandang dan kami nilai (Revisi UU TNI) sangat mengaktifasi kembali dwifungsi militer. Oleh karena itu, kedatangan kami di sini menuntut agar proses ini dihentikan selain bertolak belakang dengan kebijakan negara mengenai efisiensi juga," minta dia.
"Terkait dengan pasal dan substansinya itu jauh dari upaya semangat menghapus dui fungsi militer dan jauh dari semangat reformasi sektor keamanan di Indonesia," tambah dia.