TB Hasanuddin Sebut RUU TNI Tak Ubah Larangan Prajurit Berbisnis dan Berpolitik
TB berharap UU TNI yang baru bisa menyesuaikan perkembangan zaman tanpa mengesampingkan prinsip demokrasi dan supremasi sipil dalam pemerintah.

Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin mengungkapkan, revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak menyentuh larangan prajurit TNI aktif terlibat kegiatan politik dan bisnis.
Dia menyebut, dalam pembahasan revisi UU tetap dipertahankan isi pasal 39 bahwa prajurit TNI aktif tidak boleh menjadi anggota partai politik, terlibat bisnis atau mencalonkan sebagai anggota legislatif dan jabatan politik lain.
"Pasal ini tetap sama, prajurit TNI tidak boleh menjadi anggota partai politik, terlibat dalam bisnis, atau mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dan jabatan politik lainya," kata TB dalam keterangannya, Selasa (18/3).
TB berharap UU TNI yang baru bisa menyesuaikan perkembangan zaman tanpa mengesampingkan prinsip demokrasi dan supremasi sipil dalam pemerintah.
Dia juga mengungkapkan, terkait pasal 47 tentang penempatan TNI aktif di kementerian/lembaga ada dinamika perubahan. Sebelumnya diusulkan 16 kementerian/lembaga. Namun, dihapus satu kementerian/lembaga yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan sehingga menjadi 15.
"Yang sebelumnya diusulkan 16 K/L, saat ini hanya menjadi 15 K/L, di mana Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) itu dihapus," jelas dia.
Sementara, penambahan lima kementerian/lembaga yang bisa diisi TNI aktif karena dalam undang-undang terkait sudah dicantumkan aturan tersebut. Perubahan dalam UU TNI agar lebih rigid.
"Sementara, di luar posisi tersebut, prajurit aktif bisa menduduki jabatan sipil lain setelah mundur dari dinas keprajuritan," imbuh TB.
MPR Minta RUU TNI Kedepankan Supremasi Sipil
Wakil Ketua MPR RI dari Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menegaskan Revisi UU (RUU) TNI harus tetap mengedepankan supremasi sipil. Menurut dia, revisi juga harus dilakukan secara bersama dengan melibatkan semua pihak.
“RUU TNI ini adalah produk yang kita revisi bersama, melibatkan pemerintahan, tentara, sipil, dan parlemen. Sejauh ini sudah banyak masukan dan perubahan terkait pasal pasal tertentu. Kita ingin supremasi sipil tetap dikedepankan,” kata Ibas melalui keterangan pers diterima, Selasa (18/3).
Ibas menambahkan, revisi RUU TNI harus tetap ada batasan yang jelas dalam keterlibatan TNI di ranah sipil. Dia meyakini, TNI aktif tidak akan masuk ke ranah-ranah yang tidak diperlukan.
“Untuk itu, ada pembatasan bagi TNI yang bisa terlibat di ranah-ranah sipil tersebut; karena itu bagian dari supremasi sipil dan bukan kembali ke dwifungsi,” tambah Ibas.
Putra dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini juga menekankan tidak boleh adanya standar ganda dalam penegakkan aturan. Menurut dia hal itu sudah dicontohkan oleh kakaknya sendiri, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
“Kita juga tidak boleh standar ganda. Pada TNI, orang tua kita, saudara kita yang hendak bekerja di luar jalur yang sudah ditentukan, boleh, tapi mengundurkan diri atau berhenti dulu dari TNI. Yang itu juga dilakukan oleh beberapa profesional TNI. Tidak usah jauh-jauh, kakak saya sendiri Mas AHY, adalah contoh penegakkan supremasi sipil, yang harus pensiun dini di usia relatif muda dengan karir cemerlang, karena menghargai supremasi sipil itu,” jelas Ibas.
Ibas meyakini, RUU TNI dibentuk tidak untuk membuat penyimpangan namun justru untuk memperkuat.
“Saya yakin, aturan main itu dibentuk untuk mewadahi dan membuat suatu pembingkaian supaya kita tidak lari atau keluar jalur dari sektor-sektor yang tidak diperlukan, tapi justru memperkuat,” dia menandasi.