Gerindra soal TNI Aktif Bakal Tempati Jabatan Sipil Dikritik: Kalau Presiden Setuju Berarti Enggak Masalah
Gerindra menilai tak ada masalah dengan menempatkan TNI aktif dijabatan sipil selama ada persetujuan dari presiden.

Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani merespons penolakan penempatan TNI aktif dijabatan sipil. Hal itu merupakan salah satu poin perubahan dalam Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).
Menurutnya, tak ada masalah dengan menempatkan TNI aktif dijabatan sipil selama ada persetujuan dari presiden. Sebab, tetap ada atuaran prajurit harus mengundurkan diri atau pensiun jika menempati posisi sipil tertentu.
"Kalau presiden menyetujui saya kira enggak ada masalah, yang penting kan kemudian presiden memberikan persetujuan dan yang bersangkutan pensiun dari jabatan ataupun posisi dari militer aktif," kata Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/3).
Dia menegaskan, harus ada aturan yang tegas agar peran TNI tidak menabrak supremasi sipil. Sehingga, masyarakat tidak terganggu dengan keberadaan TNI dijabatan sipil.
"Ya harus rigid. Harus rigid. Di UU TNI supaya sipil tidak merasa terganggu, dan seterusnya harus rigid," tegas dia.
Muzani mencontohkan TNI menempati posisi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam aturan yang disepakati dalam daftar invetarisasi (DIM) revisi UU TNI dijelaskan bahwa BUMN tidak termasuk dalam 16 kementerian dan lembaga yang bisa diisi TNI aktif.
Sehingga, mereka yang ditugaskan dijabatan sipil tapi di luar 16 kementerian dan lembaga seperti BUMN, maka diwajibkan mengundurkan diri.
"Ya kalau dia disitu ya harus mundur," ungkap Muzani.
Selain itu, TNI yang ditugaskan pun berdasarkan kemampuannya di bidang tertentu seperti pertanian dan peternakan.
"Kan tentara kan meskipun memiliki keahlian di dunia militer, kan secara personal juga ada orang-orang yang memiliki kemampuan dalam bidang-bidang teknis, di bidang pertanian, perikanan," paparnya.
Berkaca dari aturan yang disepakati itu, dia menjamin revisi UU TNI tidak akan membangkitkan kembali dwifungsi ABRI seperti yang dikhawatirkan masyarakat sipil.
"Saya kira ndak. Kan ada batasan-batasannya," ucap Muzani.
Perihal penolakan dari masyarakat sipil, dia menilai hal itu bagian dari kritikan dan masukan. Pemerintah maupun DPR harus menerimanya.
"(Penolakan) itu harus dianggap sebagai sebuah masukan, ataupun kritik trhdp keadaan ini. Saya kira itu dakam negara demokrasi itu sesuatu yang biasa," imbuh Muzani.