Rumah Ipda Rudy Soik Didatangi Puluhan Anggota Provos Polda NTT, Keluarga Histeris
Kakak kandung Ipda Rudy Soik, Veni Soik juga meminta tolong Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo hingga Presiden Prabowo Subianto.
Sejumlah anggota Provos Polda NTT mendatangi rumah Ipda Rudy Soik, Senin (21/10) sore. Kedatangan anggota Provos ini pun membuat keluarga Ipda Rudy Soik kaget dan melawan.
Selain kakak kandung, ibu mertua Ipda Rudy Soik AKBP (Purn) Febri Ida Pelo yang juga pensiunan Polri pun ikut melakukan aksi protes di hadapan anggota Provos.
"Massa datang periksa satu orang kok begini banyak anggota, mau mempermalukan dia (Ipda Rudy Soik)?," katanya.
Kakak kandung Ipda Rudy Soik, Veni Soik juga meminta tolong Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo hingga Presiden Prabowo Subianto, untuk melindungi suaminya yang saat ini sedang dikriminalisasi oleh Polda NTT.
"Tolong kami Bapak Kapolri, tolong kami Pak Presiden Prabowo, kami dikriminalisasi. Kami rakyat minta keadilan ditegakkan," ujar istri Ipda Rudi Soik.
Ipda Rudy Soik mengatakan, dia didatangi anggota Provos untuk dibawa ke Polda NTT agar menjalani hukuman selama 14 hari kedepan terkait putusan sidang penempatan pada tempat khusus.
"Sedangkan putusan itu berakhir ketika sudah di-PTDH. Saya sudah ajukan keberatan dalam aturan itu 30 hari itu Kapolda harus membalas saya. Lalu sudah lewat 30 hari minta saya untuk jalankan dalil yang belum dibalas Kapolda," jelasnya.
Menurut Ipda Rudy Soik, dia dikriminalisasi oleh Polda NTT. Bahkan dia mengaku, sudah beberapa hari ini selalu ada drone yang mengitari rumahnya, serta lalu lalang beberapa oknum anggota Polri yang dikenalinya.
"Saya tidak akan ikut ke Polda NTT, mau tembak kasi mati saya juga saya tidak akan ikut," katanya.
Kasubdit Provos Polda NTT AKBP Matheus yang memimpin penjemputan Ipda Rudy Soik menjelaskan, yang bersangkutan melakukan keberatan itu sudah melewati waktu yang ditentukan.
"Ini bukan penahan tapi ditempatkan di tempat khusus selama 14 hari. Nanti baru diberikan keterangan lebih lanjut di Polda ya," katanya.
Menurut AKBP Matheus, mereka tidak membawa Ipda Rudy Soik ke kantor karena akan diantar oleh pendamping pada Selasa (22/10) besok.
"Bersama pendamping akan ke Polda besok atau lusa, tidak dengan cara demikian (penjemputan)," tutupnya.
Anggota polisi Nusa Tenggara Timur Ipda Rudy Soik dipecat setelah banyak melakukan pelanggaran etik. Namun, Ipda Rudy mengklaim dirinya dipecat karena membongkar mafia BBM. Panitia Seleksi Kompolnas menyatakan langkah Polda NTT sudah tepat untuk memecat anggota yang bermasalah.
Ketua Panitia Seleksi Anggota Kompolnas 2024, Hermawan Sulistyo mengatakan, Ipda Rudy memang mempunyai cacatan kriminal yang buruk. Bahkan sudah tiga diskors dan ditempatkan di sel.
"Yang bersangkutaan punya catatan kriminal yang buruk. Dipanggil untuk sidang kasus BBM tidak mau datang. Kalau tidak merasa bersalah kan dia bisa membela diri di persidangan," kata Hermawan kepada wartawan, Senin (21/10).
Hermawan melanjutkan sidang anggota dilakukan independen dan transparan. Menurutnya, terdakwa sulit lepas kalau tidak mau hadir.
"Bawa penasehat hukum sendiri atau yang disediakan oleh polri. Kalau tidak puas ada mekanisme banding," kata Peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional.
Di kesempatan lain, Edi Hasibuan, Direktur Lembaga Kajian Strategis Polri (LEMKAPI) langkah Polda NTT merekomendasikan PTDH kepada Ipda Rudy pasti mempunyai alasan kuat dan indikasi penyimpangan.
"Kami berpandangan, polda berani memberikan putusan karena sudah melalui proses yang panjang dan lalu menetapkan PTDH," kata panitia Seleksi Anggota Kompolnas 2024 itu.
Dia melanjutkan, jika Ipda Rudy merasa diperlakukan tidak adil seharusnya melakukan banding atas putusan Komisi Sidang Etik Polda NTT yang sudah menetapkan pemecatan.
"Kinerja Soik mungkin selama ini banyak berantas BBM ilegal. Tapi semua harus mengikuti prosedur yang ada. Tentu hal ini yang harus kita tanyakan kepada Polda NTT. Apakah SOP sudah dilakukan dengan benar. Polisi tidak boleh salah dalam melakuksn tindakan hukum," katanya.
Sementara anggota Kompolnas Yusuf Warsyim menyarankam agar sesuai mekanisme diberi kesempatan Ipda Rudy Soik untuk banding atas Putusan KKEP. Pihak Polda juga harus merespon terbuka untuk menerima banding.
"Kompolnas akan memantau proses banding nantinya. Tentu proses sidang banding tetap harus profesional, transparan dan akuntabel. Terkait materi dugaan pelanggaran biar diperiksa kembali apabila dilakukan banding," katanya.