Sebelum Jadi Miliarder, Warga Tuban Pernah Tolak Pembangunan Kilang Minyak
Merdeka.com - Sebelum menjadi Miliarder dan memborong sejumlah mobil baru, warga terdampak pembangunan kilang minyak NGRR di wilayah Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, ternyata pernah melakukan penolakan keras. Demonstrasi pun kerap mewarnai penolakan-penolakan warga tersebut.
Seperti yang terjadi pada Selasa (29/1/2019) lalu, ribuan warga pernah mengepung kantor DPRD Tuban untuk menyampaikan aspirasi tentang menolak pembangunan kilang.
Mereka yang demo berasal dari empat desa yakni Desa Wadung, Rawasan, Sumurguneng dan Mentoso yang kesemuanya berada di Kecamatan Jenu. Para pendemo kompak menyuarakan menolak kilang di bangun di Jenu.
-
Bagaimana reaksi pengendara mobil saat diprotes? Pengemudi mobil itu justru membuka kaca sambil mengeluarkan pistolnya.
-
Siapa yang memprotes kejadian tersebut? Diketahui, terekam video yang beredar di media sosial salah satu pendukung mengacungkan tiga jari saat debat capres berlangsung. Hal tersebut pun menuai protes dari pihak 02 yakni Grace Natalie.
-
Mengapa petani Kendeng menolak pabrik semen? Untuk menolak pembangunan itu, pada tahun 2016 dan 2017 lalu mereka melakukan aksi cor kaki. Mereka memprotes pembangunan pabrik tersebut karena dibangun di wilayah karst yang berfungsi untuk menyerap air. Selain itu Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dilakukan pihak terkait dinilai tidak transparan.
-
Dimana warga demo jalan rusak? Pada Minggu (17/3), warga di sepanjang Jalan Godean, tepatnya di Desa Sumberarum, Kecamatan Moyudan, Sleman, bersama satuan Jaga Warga mengadakan arak-arakan dengan membawa banner.
-
Kenapa warga demo jalan rusak? 'Ke mana uang pajak kami? Ke mana uang pajak kami? Bertahun-tahun kami merasakan jalan rusak yang seperti ini,' seru sang orator dalam sebuah video yang diunggah lewat Instagram @merapi_uncover.
-
Siapa yang terlibat dalam kerusuhan ini? Pada saat itu Maroko adalah protektorat Prancis, dan komisaris Prancis untuk Oujda, René Brunel, menyalahkan kekerasan yang terjadi pada orang-orang Yahudi karena meninggalkan Oujda dan bersimpati dengan gerakan Zionis.
"Kami menolak rencana pembangunan kilang minyak," kata Wantono salah satu warga yang turut berorasi saat itu.
Dalam demonya, mereka membawa beberapa poster yang bertuliskan, "kami menolak kilang minyak, tanah kami hak paten, menolak penlok (penentuan lokasi) kilang minyak melanggar hukum, tanah kami harga mati," dan beberapa tulisan lainnya.
Selain itu, para warga secara bergantian melakukan orasi ingin bertemu dengan H. Miyadi Ketua DPRD Tuban dan anggota dewan untuk menyerahkan berkas tentang penolakan pembangunan kilang minyak. Namun, para wakil rakyat tidak berada di kantor lantaran lagi kunker.
Desakan warga untuk bertemu wakil rakyat semakin kuat, dan massa mengancam akan bermalam di halaman kantor dewan jika tidak ditemui.
"Kita akan tetap di sini jika wakil rakyat tidak menemui kami," teriak massa.
Desakan itu membuahkan hasil, salah satu anggota DPRD Tuban, Nurhadi Sunar Endro, keluar menemui warga. Ia berjanji apa yang menjadi tuntutan warga akan disampaikan ke pimpinan.
"Kita akan sampaikan tuntutan ini kepada pimpinan, dan dalam waktu dekat akan kami jadwalkan untuk pembahasan," ungkap Nurhadi Sunar Endro, politisi asal Partai Gerindra saat itu.
Munasih, salah satu warga Desa Sumurgeneng yang ikut aksi, menyampaikan, kedatangan warga ke kantor dewan untuk menyampaikan aspirasi, dan menyerahkan berkas terkait penolakan kilang minyak.
"Aksi ini untuk menyampaikan aspirasi rakyat, karena kabarnya Penlok (penetapan lokasi) sudah turun. Kami menolak Penlok, dan pembangunan kilang," ungkapnya.
Ia menuding Pertamina telah menyalahi aturan dan hukum yang berlaku dengan turunnya Penlok pembangunan kilang. Sebab, sejauh ini belum ada kesepakatan antara perusahaan dengan pemerintah desa atau warga.
"Pihak desa secara tertulis dan bermaterai resmi menolak kilang. Jika Penlok turun maka itu melanggar hukum," tegas Munasih.
Warga menolak pendirian Kilang, karena selama ini lahan pertanian merupakan satu-satunya sumber penghidupan bagi warga. Ketika tanah tersebut dijual mereka khawatir tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Masyarakat terdampak menolak berdirinya kilang Tuban," kata perwakilan warga asal Desa Mentoso, Suwarto.
Menurut Suwarto, pemerintah seharusnya tidak memaksakan pembebasan lahan seluas 219 hektare tersebut, karena mengambil satu-satunya sumber penghidupan masyarakat.
"Kalau ini dipaksakan, berarti pemerintah kita ini otoriter tidak demokratis," katanya.
Menanggapi protes warga, Kepala Biro Administrasi Pemerintahan pada Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur, Anom Surahno, menganggap hal tersebut wajar. Sosialisasi ini baru tahap awal, dan nantinya bakal ada proses lanjutan.
"Kami berharap warga sekitar mendukung proyek patungan Pertamina-Rosneft, karena ini murni untuk kesejahteraan masyarakat," tukasnya.
Dia berjanji proyek kilang yang berkapasitas 300 ribu Barrel Per Hari (BPH) ini, bagi warga yang lahannya dibeli, bakal memperoleh ganti rugi yang sepadan.
Kini, warga desa di sana mendadak menjadi Miliarder dan memborong sejumlah mobil baru setelah menerima kompensasi dari Pertamina. Selain itu perusahaan menyiapkan lahan seluas 20 hektare untuk relokasi warga yang terdampak proyek pembangunan kilang minyak.
Lahan relokasi diketahui di tanah milik Perhutani di tepi jalur Pantura, tepatnya di Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Tuban. Di mana, lahan tersebut untuk 151 Kartu Keluarga (KK) beserta dengan fasilitas umum (fasum) lainnya.
"Lahannya milik Perhutani dan telah siap 20 hektare beserta fasum-fasum lainnya," ungkap Kadek Ambara Jaya, Presiden Direktur PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia pada wartawan, Kamis (18/2).
Menurutnya, mereka yang direlokasi merupakan warga Desa Wadung, Kecamatan Jenu, Tuban. Selanjutnya, akan dipindahkan setelah pemukiman baru selesai dibangun dan siap huni.
"Selama belum dibangun, meraka tetap tinggal di rumahnya masing-masing," jelasnya.
Ia menyebut, tidak semua warga mau direlokasi di tempat yang disediakan. Mereka yang tidak mau direlokasi, memilih untuk melakukan relokasi sendiri dengan membeli tanah di Desa Wadung, Kecamatan Jenu, Tuban.
"Ada relokasi mandiri yakni warga mengambil uang tunai secara langsung dan itu sudah banyak," ungkapnya.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kabar terbarunya, sejumlah kediaman di kampung relokasi tersebut nampak begitu megah dan mewah.
Baca SelengkapnyaWarga menolak aktivitas tambang karena membuat mereka gagal panen dan tercemarnya lingkungan.
Baca SelengkapnyaMbah Karyo mendadak jadi milairder dengan uang Rp19,5 miliar karena 2 rumah dan kebunnya terimbas proyek jalan tol Jambi-Betung.
Baca SelengkapnyaDulu desa ini miliki pendapatan Bumdes capai 4 miliar/tahun, kini dikabarkan memiliki utang capai Rp 9 M lebih.
Baca SelengkapnyaBudi, salah seorang warga mengaku resah dan khawatir jika ada aktivitas tambang pasir
Baca SelengkapnyaLalu lintas truk angkutan material proyek pembangunan di wilayah Pantura, Kabupaten Tangerang memicu kemarahan warga.
Baca SelengkapnyaPenampakan masjid megah senilai Rp3,6 miliar di tengah kampung jutawan. Ternyata masyarakatnya tinggal di rumah mewah.
Baca SelengkapnyaTujuh warga di Kabupaten Blora mengalami penganiayaan oleh karyawan perusahaan tambang setelah mereka mengajukan protes terkait pencemaran udara.
Baca SelengkapnyaWarga menyebut Peraturan Bupati soal jam operasional truk tambang di wilayah Kosambi sekadar pajangan. Mereka minta pemkab tutup aktivitas tambang.
Baca SelengkapnyaRumah di kampung miliader yang ada di Jawa Tengah ini tampak mewah.
Baca SelengkapnyaSebuah video memperlihatkan seorang kades di Banjarnegara yang kaya raya bahkan sampai punya mobil berjejer salah satunya adalah Rubicon.
Baca SelengkapnyaHaji Ciut menggerakkan bisnis batubaranya di bawah bendera PT Gunung Mulia Binuang.
Baca Selengkapnya