Sebelum Jadi Miliarder, Warga Tuban Pernah Tolak Pembangunan Kilang Minyak

Merdeka.com - Sebelum menjadi Miliarder dan memborong sejumlah mobil baru, warga terdampak pembangunan kilang minyak NGRR di wilayah Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, ternyata pernah melakukan penolakan keras. Demonstrasi pun kerap mewarnai penolakan-penolakan warga tersebut.
Seperti yang terjadi pada Selasa (29/1/2019) lalu, ribuan warga pernah mengepung kantor DPRD Tuban untuk menyampaikan aspirasi tentang menolak pembangunan kilang.
Mereka yang demo berasal dari empat desa yakni Desa Wadung, Rawasan, Sumurguneng dan Mentoso yang kesemuanya berada di Kecamatan Jenu. Para pendemo kompak menyuarakan menolak kilang di bangun di Jenu.
"Kami menolak rencana pembangunan kilang minyak," kata Wantono salah satu warga yang turut berorasi saat itu.
Dalam demonya, mereka membawa beberapa poster yang bertuliskan, "kami menolak kilang minyak, tanah kami hak paten, menolak penlok (penentuan lokasi) kilang minyak melanggar hukum, tanah kami harga mati," dan beberapa tulisan lainnya.
Selain itu, para warga secara bergantian melakukan orasi ingin bertemu dengan H. Miyadi Ketua DPRD Tuban dan anggota dewan untuk menyerahkan berkas tentang penolakan pembangunan kilang minyak. Namun, para wakil rakyat tidak berada di kantor lantaran lagi kunker.
Desakan warga untuk bertemu wakil rakyat semakin kuat, dan massa mengancam akan bermalam di halaman kantor dewan jika tidak ditemui.
"Kita akan tetap di sini jika wakil rakyat tidak menemui kami," teriak massa.
Desakan itu membuahkan hasil, salah satu anggota DPRD Tuban, Nurhadi Sunar Endro, keluar menemui warga. Ia berjanji apa yang menjadi tuntutan warga akan disampaikan ke pimpinan.
"Kita akan sampaikan tuntutan ini kepada pimpinan, dan dalam waktu dekat akan kami jadwalkan untuk pembahasan," ungkap Nurhadi Sunar Endro, politisi asal Partai Gerindra saat itu.
Munasih, salah satu warga Desa Sumurgeneng yang ikut aksi, menyampaikan, kedatangan warga ke kantor dewan untuk menyampaikan aspirasi, dan menyerahkan berkas terkait penolakan kilang minyak.
"Aksi ini untuk menyampaikan aspirasi rakyat, karena kabarnya Penlok (penetapan lokasi) sudah turun. Kami menolak Penlok, dan pembangunan kilang," ungkapnya.
Ia menuding Pertamina telah menyalahi aturan dan hukum yang berlaku dengan turunnya Penlok pembangunan kilang. Sebab, sejauh ini belum ada kesepakatan antara perusahaan dengan pemerintah desa atau warga.
"Pihak desa secara tertulis dan bermaterai resmi menolak kilang. Jika Penlok turun maka itu melanggar hukum," tegas Munasih.
Warga menolak pendirian Kilang, karena selama ini lahan pertanian merupakan satu-satunya sumber penghidupan bagi warga. Ketika tanah tersebut dijual mereka khawatir tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Masyarakat terdampak menolak berdirinya kilang Tuban," kata perwakilan warga asal Desa Mentoso, Suwarto.
Menurut Suwarto, pemerintah seharusnya tidak memaksakan pembebasan lahan seluas 219 hektare tersebut, karena mengambil satu-satunya sumber penghidupan masyarakat.
"Kalau ini dipaksakan, berarti pemerintah kita ini otoriter tidak demokratis," katanya.
Menanggapi protes warga, Kepala Biro Administrasi Pemerintahan pada Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur, Anom Surahno, menganggap hal tersebut wajar. Sosialisasi ini baru tahap awal, dan nantinya bakal ada proses lanjutan.
"Kami berharap warga sekitar mendukung proyek patungan Pertamina-Rosneft, karena ini murni untuk kesejahteraan masyarakat," tukasnya.
Dia berjanji proyek kilang yang berkapasitas 300 ribu Barrel Per Hari (BPH) ini, bagi warga yang lahannya dibeli, bakal memperoleh ganti rugi yang sepadan.
Kini, warga desa di sana mendadak menjadi Miliarder dan memborong sejumlah mobil baru setelah menerima kompensasi dari Pertamina. Selain itu perusahaan menyiapkan lahan seluas 20 hektare untuk relokasi warga yang terdampak proyek pembangunan kilang minyak.
Lahan relokasi diketahui di tanah milik Perhutani di tepi jalur Pantura, tepatnya di Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Tuban. Di mana, lahan tersebut untuk 151 Kartu Keluarga (KK) beserta dengan fasilitas umum (fasum) lainnya.
"Lahannya milik Perhutani dan telah siap 20 hektare beserta fasum-fasum lainnya," ungkap Kadek Ambara Jaya, Presiden Direktur PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia pada wartawan, Kamis (18/2).
Menurutnya, mereka yang direlokasi merupakan warga Desa Wadung, Kecamatan Jenu, Tuban. Selanjutnya, akan dipindahkan setelah pemukiman baru selesai dibangun dan siap huni.
"Selama belum dibangun, meraka tetap tinggal di rumahnya masing-masing," jelasnya.
Ia menyebut, tidak semua warga mau direlokasi di tempat yang disediakan. Mereka yang tidak mau direlokasi, memilih untuk melakukan relokasi sendiri dengan membeli tanah di Desa Wadung, Kecamatan Jenu, Tuban.
"Ada relokasi mandiri yakni warga mengambil uang tunai secara langsung dan itu sudah banyak," ungkapnya.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya