Tiga Alasan Kuat Mengapa Indonesia Tidak Menjadi Negara Monarki
Para pendiri bangsa menyadari bahwa keragaman etnis, budaya, serta sejarah politik yang rumit di Indonesia memerlukan sistem pemerintahan yang inklusif.
Indonesia muncul sebagai sebuah republik yang kaya akan warisan sejarah berbagai kerajaan di Nusantara. Meskipun wilayahnya pernah menjadi tempat berkembangnya banyak monarki, dari Aceh hingga Papua, negara ini memilih untuk tidak melanjutkan sistem pemerintahan kerajaan setelah mencapai kemerdekaan pada tahun 1945.
Para pendiri bangsa menyadari bahwa keragaman etnis, budaya, dan sejarah politik yang kompleks di Indonesia memerlukan sistem pemerintahan yang lebih inklusif dan modern.
-
Kenapa Malaysia menganut sistem monarki? Malaysia telah melakukan pemilihan raja mereka sejak merdeka dari Inggris pada 1957.
-
Kenapa Yogyakarta disebut daerah istimewa? Status keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri punya sejarah yang panjang. Sejarahnya bahkan sudah dimulai jauh sebelum undang-undangnya disahkan pada tahun 2012. Bahkan status keistimewaan itu sejatinya telah diperoleh sebelum kemerdekaan.
-
Apa saja keistimewaan Yogyakarta? Pengaturan keistimewaan DIY dan pemerintahannya selanjutnya diatur dengan UU No 1/1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. UU ini diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan dalam pasal 131-133 UUDS 1950. Pengaturan Daerah Istimewa terdapat baik dalam diktum maupun penjelasannya.
-
Gimana proses Yogyakarta jadi daerah istimewa? Pada zaman pendudukan Jepang, wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta disebut dengan istilah Yogyakarta Kooti. Setelah kemerdekaan, tepatnya pada 19 Agustus 1945, terjadi pembicaraan serius dalam sidang PPKI yang membahas kedudukan Kooti. Saat itu, Pangeran Purboyo selaku wakil dari Yogyakarta Kooti meminta Kooti dijadikan 100 persen otonom.
-
Kenapa kita harus menjaga kemerdekaan Indonesia? Kemerdekaan adalah buah dari perjuangan dan pengorbanan. Mari kita jaga dengan terus berkontribusi untuk bangsa dan negara. Selamat HUT RI!
-
Mengapa Sultan Hamid kurang setuju dengan ibukota sementara di Yogyakarta? Dengan jabatan sebagai Ketua BFO, Belanda memanfaatkannya untuk dibenturkan soal pemahaman. Posisinya yang berada di KNIL juga memperlihatkan hubungan erat dengan Belanda. Oleh karena itu, ia kurang setuju jika ibukota sementara dipindahkan ke Yogyakarta.
Dengan demikian, keputusan untuk mengadopsi sistem republik yang demokratis dianggap sebagai solusi terbaik untuk menyatukan beragam kepentingan dan identitas politik yang ada, dibandingkan dengan menempatkan satu kerajaan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Mengutip dari berbagai sumber, berikut penjelasannya:
1. Kolonisasi
Kolonialisme Belanda membawa perubahan besar dalam struktur politik dan sosial di Indonesia. Sebelum kedatangan Belanda, para penguasa pribumi memiliki kekuasaan penuh dalam menjalankan pemerintahan berdasarkan hukum adat dan tradisi lokal.
Namun, dominasi kolonial secara bertahap mengikis kekuasaan ini dengan menerapkan sistem pemerintahan yang terpusat. Perubahan dalam struktur birokrasi terjadi, di mana para bupati yang sebelumnya dianggap sebagai penguasa otonom kini berstatus sebagai pegawai negeri dengan gaji dari pemerintah kolonial.
Belanda juga mengatur suksesi kekuasaan dengan cara mengontrol pergantian tahta kerajaan dan membatasi peran elite kerajaan dalam politik. Pulau Jawa dijadikan pusat pemerintahan kolonial, dengan sistem pembagian wilayah administratif yang mengadopsi model Eropa. Dampak dari kolonialisme tidak hanya terasa di ranah politik, tetapi juga menyentuh aspek sosial dan budaya.
Sistem hukum adat yang telah mengakar dalam masyarakat digantikan dengan sistem hukum Barat yang modern. Perubahan ini diiringi dengan munculnya praktik diskriminasi dan rasialisme terhadap kaum pribumi, yang menempatkan mereka pada posisi sosial yang lebih rendah. Tatanan sosial masyarakat tradisional Indonesia mengalami guncangan hebat akibat kebijakan kolonial.
Nasionalisme
2. Nasionalisme Modern
Para pemimpin nasionalis Indonesia mengambil langkah berbeda dalam membangun negara baru dengan mengusung konsep negara modern yang demokratis. Pilihan ini didasarkan pada pemahaman yang mendalam mengenai kompleksitas wilayah Nusantara yang terdiri dari ribuan pulau dengan berbagai kerajaan dan kesultanan.
Mereka menyadari bahwa sistem monarki tidak lagi relevan untuk menyatukan keberagaman Indonesia. Sistem tradisional tersebut berpotensi menciptakan dominasi satu kelompok atas kelompok lainnya, yang dapat memicu perpecahan.
Oleh karena itu, mereka mengusung tiga prinsip dasar dalam membangun negara, yaitu demokrasi, kesetaraan, dan kedaulatan rakyat. Prinsip demokrasi memberikan ruang partisipasi bagi seluruh elemen masyarakat dalam penyelenggaraan negara. Asas kesetaraan berusaha menghapus hierarki sosial yang diwariskan dari sistem feodal yang telah menciptakan kesenjangan dalam masyarakat.
Sedangkan kedaulatan rakyat menempatkan kekuasaan tertinggi di tangan rakyat, bukan pada individu atau kelompok tertentu.
Agama dan Budaya
3.Keragaman etnis dan budaya
Merupakan salah satu aspek penting yang harus diperhatikan dalam menentukan sistem pemerintahan di Indonesia setelah meraih kemerdekaan. Dengan lebih dari seratus suku bangsa yang memiliki identitas budaya dan kepentingan politik masing-masing, penerapan sistem monarki tunggal menjadi sangat sulit.
Setiap daerah di Nusantara memiliki latar belakang politik yang unik, ditandai dengan keberadaan kerajaan dan kesultanan yang telah ada selama berabad-abad. Masing-masing entitas politik ini memiliki klaim legitimasi sejarah yang setara, sehingga akan muncul penolakan jika salah satu kerajaan ditetapkan sebagai pemimpin tunggal atas yang lainnya.
Dinamika yang kompleks ini mendorong para pendiri bangsa untuk mencari alternatif sistem pemerintahan yang mampu mengakomodasi keragaman etnis dan budaya. Akhirnya, pilihan mereka jatuh pada sistem republik yang berlandaskan konstitusi serta prinsip-prinsip demokrasi setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tahun 1945.
Penulis: Ade Yofi Faidzun