Wartawan Tempo Diteror Kepala Babi, Wamen Komdigi Ingatkan Kebebasan Pers Dilindungi UU
Nezar mengingatkan bahwa kebebasan pers dilindungi oleh undang-undang (UU).

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamen Komdigi), Nezar Patria angkat bicara soal wartawan media Tempo yang mendapat kiriman kepala babi dari orang tak dikenal. Nezar mengingatkan bahwa kebebasan pers dilindungi oleh undang-undang (UU).
"Ya kebebasan pers kan dilindungi oleh undang-undang pers ya. Jadi kalau memang ada hal yang tidak sesuai, mungkin bisa disesuaikan dengan undang-undang pers," kata Nezar kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (21/3).
Dia menekankan Komdigi terus mendukung kebebasan pers di Indonesia. Nezar mengatakan apabila ada konflik dengan pers dapat diselesaikan dengan undang-undang.
"Ya kita mendukung yang namanya kebebasan pers, kita berharap kalau ada konflik bisa diselesaikan dengan undang-undang," jelasnya.
Namun, Nezar belum menentukan soal langkah tegas Komdigi terkait pengiriman kepala babi kepada Tempo. Dia menunggu hasil penyidikan polisi.
"Ya tergantung nanti penyidikannya gimana," ujar Nezar.
Dewan Pers Kutuk Aksi Teror Kepala Babi
Kantor Media Tempo mendapat kiriman kepala babi pada 19 Maret 2025. Kepala babi tersebut dibungkus kotak kardus yang dilapisi styrofoam.
Pemimpin Redaksi Tempo, Setri Yasra menyatakan, kotak itu berisi kepala babi tersebut ditujukan kepada salah satu wartawatinya yang bernama Francisca Christy Rosana alias Cica.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan, pihaknya mengutuk keras segala bentuk teror terhadap jurnalis. Tindakan tersebut merupakan bentuk nyata teror dan ancaman terhadap independensi serta kemerdekaan pers.
“Padahal kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers) dan dijamin sebagai hak asasi warga negara (Pasal 4 UU Pers),” kata Ninik saat jumpa pers di Kantor Dewan Pers Jakarta, Jumat (21/3).
Ninik menambahkan, tidak ada pembenaran dalam teror atau intimidasi bentuk apa pun terhadap jurnalis atau wartawan juga perusahaan pers yang sedang melakukan kerja-kerja jurnalistik. Sebab, tindakan teror terhadap pers merupakan bentuk kekerasan dan premanisme.
“Jurnalis/wartawan dan media massa bisa saja salah, namun melakukan teror terhadap jurnalis/wartawan merupakan tindakan yang tidak berperikemanusiaan. Tindakan itu sekaligus melanggar hak asasi manusia! Hal ini karena hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia paling hakiki,” tegas Ninik.