Akui Kepercayaan Terhadap KPK Kurang, Mahfud Ingin Kembalikan UU KPK Lama Jika Terpilih Jadi Wapres
Mahfud menegaskan keberadaan lembaga antirasuah itu masih sangat dibutuhkan untuk memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Mahfud menegaskan keberadaan lembaga antirasuah itu masih sangat dibutuhkan untuk memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Akui Kepercayaan Terhadap KPK Kurang, Mahfud Ingin Kembalikan UU KPK Lama Jika Terpilih Jadi Wapres
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) sekaligus calon wakil presiden nomor urut 3, Mahfud MD secara terang-terangan menilai saat ini kurang percaya terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu disampaikan Mahfud saat acara Bedah Gagasan dan Visi Calon Pemimpin Bangsa di Baruga AP Pettarani Unhas Makassar, Sabtu (13/1).
"Untuk KPK yang sekarang saya kepercayaan agak kurang," ujar Mahfud.
Meski kurang percaya terhadap KPK saat ini, Mahfud menegaskan keberadaan lembaga antirasuah itu masih sangat dibutuhkan untuk memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Mahfud beralasan KPK pernah mencapai masa jayanya terkait pemberantasan korupsi saat masih menggunakan Undang Undang KPK sebelumnya.
"Tapi menurut saya, KPK masih dibutuhkan, karena dulu KPK itu pernah punya masalah biayanya. Pernah mengalami masa jayanya dengan undang undang yang dulu," ujar Mahfud.
Mahfud mengatakan, apabila KPK ingin kembali diperkuat, perlu mengembalikan UU KPK sebelum diubah di DPR.
Mahfud menjawab terkait tudingan terhadap dirinya yang membiarkan terjadinya perubahan UU KPK.
"Karena begini, orang bertanya kepada saya, 'Pak Mahfud Anda di situ kok bisa lahir UU KPK yang melemahkan KPK'. UU itu lahir sebelum saya menjadi Menko," tutur Mahfud.
Mahfud menjelaskan perubahan UU KPK dibahas sejak Januari dan disahkan pada September. Mahfud mengaku pada saat itu belum menjadi Menko Polhukam.
"Jadi itu sudah dibahas Januari, September disahkan dan Oktober saya jadi menteri. Tidak bisa (diubah), karena ini sudah disahkan," kata Mahfud.
Mahfud menjelaskan terkait desakan masyarakat agar Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu). Saat itu, kata Mahfud, Presiden tidak bisa mengeluarkan Perppu, karena adanya penyampaian dari DPR RI yang akan menolak.
"KPK sudah jalan dengan UU yang baru, dibuat Perppu agar kembali (ke UU KPK sebelumnya). Tiba-tiba DPR menolak Perppu itu, karena Perppu itu harus disetujui DPR pada sidang paripurna. Kalau DPR menolak, sementara KPK bekerja dengan UU yang dibatalkan dengan Perppu ini kacau," kata Mahfud.
Jika hal tersebut dilakukan maka proses hukum dan penangkapan yang sudah dilakukan oleh KPK bisa dianggap menyalahi aturan. Kondisi tersebut bisa saja membuat tersangka korupsi bisa dibebaskan.
"Perjalannya antara keluarnya UU dan Perppu oleh DPR bisa dianggap tidak sah tindakan yang dilakukan KPK. (Koruptor) Harus dilepas semua, orang dipenjara. Itu sebabnya ke depan ya diperbaiki," kata Mahfud.
Sebelumya, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unhas, Prof Armin Arsyad mempertanyakan soal kepercayaan Menko Polhukam terkait kondisi KPK. Dia menyinggung soal penetapan tersangka mantan Ketua KPK, Firli Bahuri yang terjerat kasus suap terhadap mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo.
"Apakah bapak masih percaya itu KPK? Karena dengan kehadirannya KPK yang diharapkan memberantas korupsi ternyata korupsi makin banyak. Dan celakanya lagi Ketua KPK-nya ditengarai memeras koruptor. Jadi siapa lagi yang diharapkan memberantas korupsi," ujar Armin.