Mahfud MD: Pilih Pemimpin yang Kejelekannya Paling Sedikit
Pemilu harus dilaksanakan bukan karena ingin mendapat pemimpin yang ideal.
Pemilu harus dilaksanakan bukan karena ingin mendapat pemimpin yang ideal.
Mahfud MD: Pilih Pemimpin yang Kejelekannya Paling Sedikit
Menko Polhukam Mahfud MD mengajak masyarakat bisa cerdas memilih calon pemimpin pada Pemilu 2024. Dia ingin masyarakat bisa menilai mana calon yang benar-benar mampu mendengar aspirasi rakyat.
"Saudara sebagai masyarakat yang cerdas kita harus mampu menilai calon yang terbaik, yang sekiranya mampu mendengarkan aspirasi rakyat," kata Mahfud dalam Forum Diskusi Pemilu Keberagaman Menjadi Kekuatan Mewujudkan Pemilu Bermartabat, dilihat di YouTube Kemenko Polhukam, Rabu (13/9).
Mahfud mengakui memang tidak ada calon pemimpin yang benar-benar terbaik di dunia. Namun, ia mengajak masyarakat memilih pemimpin yang kejelekannya paling sedikit."Saudara, calon yang terbaik betul itu di mana pun di dunia ini tidak ada, karena yang kita pilih manusia, enggak ada, tetapi Pemilu ini adalah untuk memilih yang terbaik di antara orang-orang yang sama-sama punya kejelekan, yang lebih sedikit kejelekannya yang dipilih, berdasarkan ukuran-ukuran aspirasi kita," katanya.
Mahfud mengatakan, pemilu harus dilaksanakan bukan karena ingin mendapat pemimpin yang ideal. Tetapi, pemilu dilakukan untuk mencegah orang jahat menjadi pemimpin.
"Untuk mencegah orang jahat menjadi wakil rakyat, itulah perlunya Pemilu," ujarnya.
Maka dari itu, Mahfud menerangkan, proses proses demokrasi harus menampilkan orang-orang yang punya nilai-nilai kebaikan. Selain itu, para calon harus siap untuk membangun bangsa ini.
"Tokoh agama, tokoh masyarakat, akademisi mahasiswa, yang hadir di sini juga diharapkan mengambil peran penting dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 baik dengan gunakan hak pilihnya, menggunakan keilmuannya, menggunakan ketokohannya, sehingga pemilu yang bermartabat itu dapat berjalan dengan baik," jelas Mahfud.
Politik Identitas dan Identitas Politik
Mahfud mengajak masyarakat waspada jika ada pihak yang memanfaatkan terjadinya polarisasi politik dengan memanfaatkan politik identitas untuk mencapai kekuasaan.
"Publik pun harus menyadari ketika ada elite politik yang memanfaatkan terjadinya polarisasi dengan politik identitas untuk mencapai kekuasaan, maka mereka cenderung hanya akan memperjuangkan kepentingan pribadi dan kelompoknya," ujarnya.Mahfud bicara soal perbedaan antara politik identitas dan identitas politik. Menurutnya, identitas politik seperti para politisi. Sedangkan, politik identitas untuk mendiskriminasi orang lain.
"Politik identitas itu beda dengan identitas politik. Kalau identitas politik masing-masing kita punya Pak Hasto PDIP, Abu Bakar PKS, itu identitas politik. Tapi kalau politik identitas itu satu identitas yang digunakan berdasar ikatan primordial untuk memojokkan dan mendiskriminasi orang lain," tuturnya.
"Orang Jawa misalnya mengatakan 'Oh sikat orang Madura di sini', nah itu politik identitas. 'Sikat orang yang beragama Kristen' itu politik identitas. Menggunakan untuk mengisolasi dan bermusuhan," kata Mahfud.
Maka dari itu, Mahfud mengingatkan bahwa tidak boleh ada pihak yang menggunakan politik identitas untuk memecah belah.
"Politik identitas itu yang tidak boleh kalau sebuah identitas politik, digunakan untuk memecah belah, tapi kalau untuk kontestasi, maju bersama, memang itu lah identitas politik. 'Saya ingin maju bersama, ayo bersama', tapi tidak pakai politik identitas. Itu di beda aja, dibalik aja pengertiannya," kata Mahfud.