Nurul Arifin Soroti 3 Isu Penting di Revisi UU TNI, Ini Poin-poinnya
Terdapat beberapa pasal yang menjadi perhatian utama, yakni Pasal 3, Pasal 7, Pasal 47 dan Pasal 53.

Fraksi Partai Golkar di DPR menyatakan, kesiapannya untuk mencermati Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Anggota Komisi I DPR Nurul Arifin mengungkapkan, fraksinya tengah mencermati Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) revisi UU TNI yang telah diterima DPR dari pemerintah.
Menurutnya, terdapat beberapa pasal yang menjadi perhatian utama, yakni Pasal 3, Pasal 7, Pasal 47 dan Pasal 53.
"Kami di Fraksi Golkar siap untuk membahas dan melakukan revisi UU TNI agar lebih relevan dengan perkembangan zaman. Ada beberapa pasal yang menjadi perhatian utama kami, tetapi kami juga akan menyisir pasal-pasal lain yang masuk dalam revisi," kata Nurul di Jakarta, Kamis (12/3).
Nurul menjelaskan, Pasal 3 dalam UU TNI perlu mendapatkan perhatian khusus karena berkaitan dengan koordinasi dan kedudukan TNI dalam struktur pemerintahan. Terutama dalam hubungan dengan Presiden dan Kementerian Pertahanan.
Sementara itu, Pasal 7 yang mengatur tugas pokok TNI, termasuk operasi militer selain perang, juga menjadi bagian yang perlu dikaji lebih dalam. Beberapa tugas seperti penanganan separatisme bersenjata, pemberontakan, hingga pengamanan objek vital nasional menjadi poin yang harus disesuaikan dengan tantangan pertahanan modern.
"Tugas pokok TNI harus dikontekstualisasikan dengan kondisi saat ini, di mana tantangan pertahanan dan keamanan negara semakin kompleks," ujarnya.
Selain itu, Pasal 47 yang mengatur mengenai posisi prajurit dalam jabatan sipil juga menjadi perhatian. Nurul menyoroti, aturan bahwa prajurit hanya bisa menduduki jabatan sipil setelah pensiun atau mengundurkan diri, dengan beberapa pengecualian untuk jabatan tertentu.
"Perlu ada penyesuaian dalam aturan ini agar tetap sejalan dengan prinsip profesionalisme TNI, sekaligus mempertimbangkan kebutuhan nasional," ucap Nurul.
Salah satu poin penting dalam revisi UU TNI ini adalah perubahan aturan terkait batas usia pensiun prajurit sebagaimana diatur dalam Pasal 53.
Saat ini, usia pensiun perwira ditetapkan 58 tahun, sedangkan untuk bintara dan tamtama 53 tahun.
Namun, revisi yang diusulkan akan membuat usia pensiun lebih bervariasi sesuai dengan pangkat masing-masing prajurit.
Berikut usulan perubahan usia pensiun dalam revisi UU TNI:
Tamtama: 56 tahun
Bintara: 57 tahun
Perwira hingga Letnan Kolonel: 58 tahun
Kolonel: 59 tahun
Perwira bintang 1: Maksimal 60 tahun
Perwira bintang 2: Maksimal 61 tahun
Perwira bintang 3: Maksimal 62 tahun
Menurut Nurul, usulan ini bertujuan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman serta memastikan efektivitas dan efisiensi dalam regenerasi kepemimpinan di tubuh TNI.
"Kami ingin memastikan bahwa aturan mengenai usia pensiun ini tetap memberikan keseimbangan antara regenerasi di tubuh TNI dan pengalaman yang dimiliki prajurit senior," jelasnya.
Nurul menegaskan, revisi UU TNI ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan profesionalisme TNI. Sehingga, institusi pertahanan negara ini dapat lebih adaptif dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan.
"Kami ingin memastikan bahwa TNI tetap relevan dengan perkembangan zaman, baik dari segi teknologi, strategi pertahanan, maupun kebijakan yang berkaitan dengan ketahanan nasional," pungkasnya.