Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Profil

Rudy Hartono

Profil Rudy Hartono | Merdeka.com

Rudy Hartono Kurniawan lahir dengan nama Nio Hap Liang adalah salah satu mantan pemain bulu tangkis Indonesia yang namanya pernah diabadikan dalam Guiness Book of World Records pada tahun 1982 karena berhasil membawa Indonesia meraih juara All England delapan kali dan memenangkan Thomas Cup sebanyak empat kali.

Rudy Hartono yang juga pernah dinobatkan sebagai salah satu Asian Heroes kategori Athletes & Explorers versi Majalah Time ini merupakan anak ketiga dari 9 bersaudara dengan ayah Zulkarnaen Kurniawan. Dua kakak Rudy, Freddy Harsono dan Diana Veronica juga pemain olahraga bulu tangkis meskipun baru pada tingkat daerah.

Ketika kecil, Rudy tertarik untuk mengikuti beragam cabang olahraga di sekolahnya. Di SD, Rudi menyukai berenang, kemudian di SMP, ia suka bermain bola voli, dan di SMA, ia menjadi pemain sepak bola yang baik. Meski demikian, bulu tangkis menjadi minatnya yang paling besar.

Ayah Rudy yang juga pernah bermain bulu tangkis di kompetisi kelas utama di Surabaya ini menyadari bakat Rudi ketika usianya menginjak 11 tahun. Rudy pun mulai dilatih secara sistematik pada Asosiasi Bulu Tangkis Oke yang didirikan oleh Zulkarnain sendiri pada tahun 1951 dengan pola latihan yang telah ditentukan oleh ayahnya.

Program kepelatihan Zulkarnain ditekankan pada empat hal utama, yaitu kecepatan, pengaturan nafas yang baik, konsistensi permainan dan sifat agresif dalam menjemput target. Sebelum di Oke, Rudy lebih banyak berlatih dengan turun ke jalan. Ia berlatih di jalan-jalan beraspal yang seringkali masih kasar dan penuh kerikil, di depan kantor PLN di Surabaya, yang sebelumnya bernama Jalan Gemblongan.

Setelah beberapa lama bergabung dengan klub ayahnya, akhirnya Rudy memutuskan untuk pindah ke klub bulu tangkis yang lebih besar yaitu Rajawali Group yang telah banyak menghasilkan pemain bulu tangkis dunia. Di akhir tahun 1965, Rudy lantas bergabung dengan Pusat Pelatihan Nasional untuk Thomas Cup.

Setelah bergabung dengan Pusat Pelatihan Nasional untuk Thomas Cup, kemampuannya meningkat pesat. Ia menjadi bagian dari tim Thomas Cup yang menang pada 1967. Setahun kemudian, di usia 18 tahun, ia meraih juara yang pertama di Kejuaraan All England mengalahkan pemain Malaysia Tan Aik Huang dengan skor 15-12 dan 15-9. Ia kemudian menjadi juara di tahun-tahun berikutnya hingga 1974.

Gerakan Rudy di arena lantai permainan dikenal cepat dan kuat. Ia sangat menguasai permainan dan tahu kapan harus bermain reli atau cepat. Sekali ia melancarkan serangan, lawannya nyaris tidak bisa berkutik. Meski sudah mengundurkan diri, banyak orang yang masih percaya bahwa ia masih bisa menjadi pemenang, sehingga banyak orang menjulukinya sebagai "Wonderboy".

Kunci keberhasilan Rudy diakuinya karena dia selalu memperkuat pikiran dan imannya dengan berdoa. Rudy memegang teguh prinsip manusia yang berusaha, tapi Tuhan yang memutuskan.

Setelah pensiun, Rudi sempat menjadi Ketua Bidang Pembinaan PB PBSI (1981-1985) di bawah kepengurusan Ferry Sonneville. Ia memimpin klub yang terdiri dari pemain-pemain yang lebih muda darinya, seperti Eddy Kurniawan, Hargiono, Hermawan Susanto dan Alan Budikusuma. Selain itu, Rudy juga mengembangkan bisnis peternakan sapi perah di daerah Sukabumi dan bisnis alat olahraga dengan menjadi agen merk Mikasa, Ascot, juga Yonex.

Kemudian melalui Havilah Citra Footwear yang didirikan pada 1996, ia mengimpor berbagai macam pakaian olahraga. Selain itu, Rudy pun pernah menjadi pengusaha oli merek Top 1 dan menjadi pemain dalam film Matinya Seorang Bidadari pada tahun 1971 bersama Poppy Dharsono. Bahkan, berkat nama besarnya di dunia bulu tangkis, United Nations Development Programme (UNDP) sempat menunjuk Rudy sebagai duta bangsa untuk Indonesia. UNDP adalah organisasi PBB yang berperang melawan kemiskinan dan berjuang meningkatkan standar hidup, dan mendukung para perempuan.

Kini, Rudy tidak lagi mengayunkan raketnya di udara. Faktor usia dan kesehatan membuat ia tidak bisa melakukannya. Sebab sejak ia menjalani operasi jantung di Australia pada 1988, ia hanya bisa berolahraga dengan berjalan kaki di seputar kediamannya. Walaupun demikian, dedikasinya pada bulu tangkis tidak pernah mati.