Tak Munculkan Gejala, Aneurisma Otak yang Tidak Pecah Bisa Menjadi Bom Waktu
Aneurisma otak memiliki dua kondisi yang memiliki risiko kesheatannya sendiri-sendiri.
Aneurisma otak, meskipun sering kali tidak menimbulkan gejala, dapat menjadi ancaman yang berbahaya bagi kesehatan seseorang. Dokter spesialis neurologi konsultan Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON), dr. Beny Rilianto, mengingatkan bahwa aneurisma otak yang tidak pecah dapat diibaratkan seperti bom waktu yang bisa pecah kapan saja tanpa peringatan.
"Jadi banyak sebagian orang mungkin saja memiliki aneurisma yang tanpa kita sadari, seperti ibaratnya ada bom waktu yang kita tidak tahu kapan pecahnya, kecuali telah dilakukan pemeriksaan seperti pencitraan," jelas dr. Beny dalam sebuah webinar di Jakarta dilansir dari Antara.
-
Apa itu aneurisma otak? Aneurisma otak adalah kondisi yang perlu mendapat perhatian serius, karena dapat berakibat fatal jika tidak segera ditangani. Penyakit ini ditandai dengan pelebaran atau penonjolan pembuluh darah di otak akibat melemahnya dinding pembuluh darah, yang berisiko mengalami ruptur atau pecah.
-
Bagaimana aneurisma otak terbentuk? Seiring berjalannya waktu, dinding arteri yang lemah akan menipis hingga menyerupai balon.
-
Kapan aneurisma otak pecah? Kebanyakan pasien aneurisma itu seumur hidupnya tidak merasakan apa-apa. Begitu pecah langsung fatal, setengahnya langsung meninggal.
-
Siapa yang bisa terkena aneurisma otak? Stroke pendarahan itu bermacam-macam, dan aneurisme yang pecah itu masuk ke dalam spektrum stroke pendarahan.
Aneurisma otak adalah kondisi ketika dinding pembuluh darah mengalami pelebaran yang menyerupai balon. Seiring waktu, pelebaran ini akan semakin membesar hingga mencapai titik kritis, yang bisa berisiko pecah. Saat aneurisma pecah, hal ini dapat menyebabkan perdarahan otak yang berbahaya dan menimbulkan kondisi medis serius seperti stroke hemoragik.
Secara umum, aneurisma otak dibagi menjadi dua jenis, yaitu aneurisma yang pecah dan aneurisma yang tidak pecah. Aneurisma yang pecah biasanya disertai dengan gejala yang sangat jelas, seperti sakit kepala hebat dan bahkan perdarahan di otak. Sebaliknya, aneurisma yang tidak pecah sering kali tidak menimbulkan gejala sama sekali, membuat kondisi ini semakin sulit terdeteksi.
Namun, meski tidak menimbulkan gejala pada sebagian besar kasus, aneurisma otak yang tidak pecah tetap harus diwaspadai. Dalam beberapa kasus, lokasi aneurisma bisa menekan saraf tertentu dan menyebabkan gangguan. Misalnya, jika tonjolan aneurisma menekan saraf okulomotor, saraf yang mengendalikan pergerakan mata, maka bisa timbul gangguan pada gerakan bola mata.
"Namun sebagian besar aneurisma, letaknya ini tidak bersinggungan dengan saraf. Jadi sebagian besar aneurisma bahkan terkadang tidak ada gejala apapun," tambah dr. Beny.
Untuk mendeteksi aneurisma otak yang belum menunjukkan gejala, pemeriksaan pencitraan medis sangatlah penting. Dokter spesialis radiologi konsultan RSPON, dr. Khairun Niswati, menjelaskan bahwa pencitraan melalui CT (Computerized Tomography) scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat membantu dokter menilai kondisi pembuluh darah di otak dan menentukan langkah penanganan yang tepat.
"Pencitraan memiliki peran yang sangat penting untuk mendiagnosis kasus-kasus aneurisma," tegas dr. Niswati.
Dalam kasus aneurisma yang sudah pecah, CT angiografi sering kali menjadi pilihan utama karena dapat memberikan gambaran yang lebih detail tentang kondisi aneurisma. Sedangkan untuk aneurisma yang belum pecah, MRI sering kali dipilih sebagai metode skrining yang lebih aman, karena bisa dilakukan tanpa penggunaan kontras media.
Selain itu, dr. Niswati juga menekankan pentingnya pemeriksaan rutin bagi individu yang memiliki riwayat genetik atau keluarga dengan aneurisma otak. Riwayat keluarga dengan kondisi perdarahan pembuluh darah otak dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengembangkan aneurisma.
"Pemeriksaan untuk kondisi ini juga bisa dilakukan dengan menggunakan CT angiografi," jelas dr. Niswati.
Aneurisma otak yang tidak pecah mungkin tidak menimbulkan rasa sakit atau gejala, namun tetap bisa menjadi bom waktu yang berpotensi pecah kapan saja. Karena itulah, deteksi dini melalui pencitraan sangat penting, terutama bagi mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan aneurisma. Pemeriksaan rutin dan penanganan yang tepat dapat membantu mencegah terjadinya komplikasi yang mengancam jiwa.