Tak Selamanya Haram, Ini Kondisi ketika Susu Formula Bisa Diberikan pada Anak
Susu formula tetap boleh diberikan pada anak pada orangtua dalam kondisi berikut ini.
ASI (Air Susu Ibu) dikenal sebagai sumber nutrisi terbaik yang dapat diberikan kepada bayi, terutama dalam enam bulan pertama kehidupannya. ASI, sebagai anugerah alami, mengandung berbagai nutrisi esensial yang tidak tergantikan, mulai dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, hingga zat kekebalan tubuh. Semua elemen ini berperan penting dalam mendukung tumbuh kembang anak secara optimal.
“ASI mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, serta zat kekebalan tubuh yang mendukung perkembangan bayi secara optimal, terutama selama 6 bulan pertama," jelas dr. Citra Amelinda, Sp.A, IBCLC, M.Kes, dokter spesialis anak dari RS EMC Pekayon.
-
Kapan susu formula bisa diberikan? Pemberian susu formula sebaiknya dimulai setelah bayi mencapai usia 1 tahun.
-
Kenapa susu kental manis tidak boleh dikonsumsi bayi? Meskipun terdapat banyak kandungan gizi, BPOM RI menginformasikan bahwa jenis susu ini tidak untuk menggantikan Air Susu Ibu (ASI) dan tidak cocok untuk dikonsumsi oleh bayi sampai usia 12 bulan. Pasalnya bayi dan balita membutuhkan ASI dan susu yang diformulasikan khusus untuk menunjang tumbuh kembangnya.
-
Kenapa susu sapi gak boleh untuk bayi? Salah satu alasan utama mengapa bayi tidak boleh diberi susu sapi adalah karena perbedaan mendasar antara ASI dan susu sapi. ASI diproduksi secara khusus oleh tubuh ibu untuk memenuhi kebutuhan bayi, sementara susu sapi diproduksi untuk anak sapi.
-
Kapan bayi boleh minum susu sapi? Dilansir dari Parents, bayi sebaiknya mulai diperkenalkan dengan susu sapi setelah mereka mencapai usia satu tahun.
-
Kenapa susu sapi tidak cocok untuk bayi di bawah satu tahun? Sebelum usia tersebut, sistem pencernaan bayi belum cukup matang untuk memproses susu sapi dengan baik. Kandungan mineral, protein, dan natrium yang tinggi dalam susu sapi tidak cocok bagi bayi yang belum berusia 12 bulan karena bisa menyebabkan gangguan pada ginjal serta berisiko memicu kekurangan zat besi.
Namun, meskipun ASI adalah pilihan terbaik, ada situasi tertentu di mana ibu tidak dapat memberikan ASI kepada bayinya. Dalam kondisi seperti ini, susu formula (sufor) menjadi alternatif yang dapat dipertimbangkan. Susu formula, yang telah dirancang untuk mendekati komposisi ASI, mengandung nutrisi utama seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh anak.
Dr. Robert Soetandio dari RS Pondok Indah Bintaro menambahkan bahwa, “susu formula juga memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang bermanfaat bagi perkembangan otak, sistem saraf, dan mata bayi.”
Meskipun pentingnya ASI tidak dapat diragukan, penggunaan susu formula tidak seharusnya dianggap tabu atau diharamkan. Ketua UKK Tumbuh Kembang Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Prof. Rini Sekartini, menegaskan bahwa, “Susu formula itu bukan suatu hal diharamkan. Susu formula boleh diberikan. Kalau dibutuhkan, boleh.” Pandangan ini menyoroti bahwa susu formula dapat menjadi pilihan yang sah dalam situasi-situasi tertentu, misalnya ketika seorang ibu meninggal dunia atau tidak dapat memberikan ASI karena alasan medis.
Salah satu contoh kondisi medis yang memungkinkan penggunaan susu formula adalah ketika seorang ibu mengidap HIV. Dalam situasi ini, pemberian ASI dapat berisiko menularkan virus kepada bayi. Oleh karena itu, susu formula menjadi alternatif yang dianjurkan oleh para ahli.
"Seperti ibu dengan kondisi HIV. Itu memang kita sarankan pakai susu formula,” ucap dr. Huminsa Ranto Morison Panjaitan, dokter spesialis anak dari RS Mardi Waluyo. Dalam hal ini, susu formula dianggap sebagai pilihan yang lebih aman untuk melindungi kesehatan bayi.
Selain itu, penting untuk diingat bahwa tidak semua produk susu dapat menggantikan ASI atau susu formula. Misalnya, susu kental manis yang sering kali disalahgunakan sebagai pengganti ASI justru memiliki kandungan gula yang sangat tinggi, yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. “Susu kental manis kan terlalu tinggi gulanya ya, glukosanya,” jelas dr. Huminsa.