Usia Pasien Kanker Paru di Indonesia Lebih Muda 10 Tahun dari Negara Lain, 2 Faktor Ini Penyebabnya
Bila di luar negeri rata-rata di usia 60-an terkena kanker paru, di Indonesia banyak pasien kanker tersebut terdiagnosis di 50-an tahun

Ternyata, pasien kanker paru di Indonesia memiliki usia yang lebih muda sekitar 10 tahun dibandingkan dengan rata-rata pasien kanker paru di negara-negara lain.

Indonesia Miliki Pasien Kanker Paru Berusia 10 Tahun Lebih Muda Dibanding Negara Lain, Ini Penyebabnya
Bila di luar negeri rata-rata di usia 60-an terkena kanker paru, di Indonesia banyak pasien kanker tersebut terdiagnosis di usia 50-an tahun seperti disampaikan Ketua Kelompok Kerja Onkologi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Sita Laksmi Andarini.
"Menurut penelitian di mana-mana, dibandingkan data negara lain angka kanker paru di Indonesia lebih muda. Kalau di negara lain sekitar 63 - 68 tahun sementara di Indonesia 58-an tahun rerata kanker paru," kata Sita dalam media briefing bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) beberapa waktu lalu.
Menurut Sita, ada dua faktor yang menyebabkan pasien kanker paru di Indonesia terkena penyakit ini pada usia muda. Pertama, di Indonesia, usia awal merokok cenderung lebih muda jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal ini terlihat dari fakta bahwa banyak anak-anak dan remaja di Indonesia yang sudah mulai merokok. Faktor ini menjadi penting karena merokok pada usia muda dapat meningkatkan risiko terkena kanker paru di kemudian hari.
Kedua, tingginya jumlah perokok di Indonesia juga berkontribusi pada banyaknya anak dan cucu yang terpapar asap rokok pada usia muda.

Faktor Penyebab Kanker Paru
Sita menerangkan bahwa sekitar 85 persen penyebab kanker paru itu karena rokok.
"Perokok aktif itu 14 kali lipat berisiko terkena kanker paru dibandingkan dengan yang tidak merokok sama sekali," kata Sita.
Sementara itu, perokok pasif juga rentan terkena kanker paru, kata Sita. Risikonya perokok pasif terkena kanker paru sekitar 4 kali lipat dibandingkan yang tidak merokok sama sekali.
Selain itu, terdapat beberapa faktor risiko lain yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terkena kanker paru, seperti pajanan terhadap asbes, penyakit tuberkulosis, dan riwayat keluarga. Selain itu, penggunaan rokok elektrik atau e-cigarette juga dapat meningkatkan risiko terkena kanker paru. Menghirup shisa secara rutin juga dapat meningkatkan risiko terkena kanker paru. Selain itu, kebiasaan membakar sampah juga dapat menjadi faktor risiko.

Gejala Kanker Paru
Sita menegaskan bahwa kanker paru stadium dini tidak memiliki gejala. Hal ini lantaran paru tidak memiliki saraf perasa. Bila sudah sampai terasa gejala, itu berarti sudah masuk stadium empat.
"Paru kita itu tidak memiliki saraf perasa, tapi saraf perasa ada di lapisan dalam, sehingga kalau sudah kena sampai sana maka sudah stadium empat," kata Sita lagi.
Maka dari itu ia menyarankan agar melakukan deteksi dini guna mengetahui status kanker paru. Deteksi dini terbagi menjadi dua: skrining dan diagnosis dini.
Skrining adalah tindakan melakukan tes pada populasi sehat yang belum ada gejala. Disarankan mereka yang berusia 45 tahun, perokok aktif atau bekas perokok aktif 10 tahun lalu, punya riwayat pekerjaan terkait bahan kimia, silika dan pertambangan untuk melakukan skrining.
Sementara itu, deteksi dini adalah ketika orang mempunyai gejala dan dilakukan pemeriksaan lanjutan. Salah satunya dengan pemeriksaan CT Scan dosis radiasi rendah.
Lebih lanjut, Sita menjelaskan bahwa deteksi dini kanker paru bisa meningkatkan angka ketahanan hidup pada penderitanya.