7 September 1940: Lahirnya Gus Dur, Bapak Pluralisme Indonesia
K.H. Abdurrahman Wahid atau biasa dikenal Gus Dur merupakan sosok guru bangsa yang karismatik.
K.H. Abdurrahman Wahid atau biasa dikenal Gus Dur merupakan sosok guru bangsa yang karismatik.
7 September 1940: Lahirnya Gus Dur, Bapak Pluralisme Indonesia
K.H. Abdurrahman Wahid atau biasa dikenal Gus Dur merupakan sosok guru bangsa yang karismatik.
Presiden keempat Republik Indonesia ini juga disebut-sebut sebagai Bapak Pluralisme. Pasalnya beliau selama hidup selalu menanamkan nilai-nilai toleransi dalam kehidupan berbangsa.
Tepat hari ini, 7 September pada tahun 1940 silam, Gus Dur dilahirkan. Beliau merupakan cucu K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri organisasi islam terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama (NU). Meskipun Gus Dur telah meninggal dunia, akan tetapi karya-karya dan pengabdiannya selalu dikenang oleh masyarakat Indonesia.
-
Siapa yang menjuluki Gus Dur Bapak Keberagaman? Julukan Bapak Keberagaman ini diberikan oleh Museum Kepresidenan RI Balai Kirti, museum yang mengelola koleksi, gagasan, dan karya para presiden.
-
Kenapa Gus Dur dijuluki Bapak Keberagaman? Julukan Bapak Keberagaman ini diberikan oleh Museum Kepresidenan RI Balai Kirti, museum yang mengelola koleksi, gagasan, dan karya para presiden. Julukan ini diberikan karena Abdurrahman Wahid atau lebih akrab disapa Gus Dur selama masa pemerintahannya, dia mengeluarkan berbagai kebijakan yang merangkul semua kalangan dan mencerminkan sikap toleransi.
-
Bagaimana Gus Dur menunjukkan keberagaman? Tak hanya soal kebijakan, bahkan pakaian yang ia kenakan juga menunjukkan keberagaman di mana hal itu menjadi ikonik dari dirinya. Pakaian yang sering ia kenakan adalah baju batik, sarung, dan peci. Hal ini menarik karena beliau adalah santri, kiai, atau ulama, dan pernah menjadi ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Namun, dibanding menggunakan gamis putih panjang yang sering dipakai oleh para habib, ia lebih memilih memakai batik.
-
Siapa Kakek Gus Dur? Kakek Gus Dur dari jalur ibu diakui sebagai ulama besar karena keilmuannya
-
Apa kebijakan Gus Dur terkait keberagaman? Gus Dur dijuluki Bapak Keberagaman karena pada masa pemerintahannya, ia menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 yang membatasi agama, kepercayaan, dan adat istiadat Cina. Keputusan ini memberikan kebebasan kepada masyarakat Tionghoa untuk menganut agama, kepercayaan, dan tradisi mereka, termasuk merayakan upacara keagamaan secara terbuka.
-
Siapa anak bungsu Gus Dur? Inayah Wulandari Wahid lahir pada 31 Desember 1982. Ia akrab dipanggil dengan nama panggung Inaya Wahid. Nama Wahid ia dapat dari ayahnya yang merupakan Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Inaya merupakan anak bungsu dari Gus Dur dan Sinta Nuriyah.
Maka tak heran apabila hingga kini makam Gus Dur selalu banyak dikunjungi oleh para jemaah. Bahkan beliau mempunyai pengikut setia yang disebut ‘Gusdurian’, berbagai macam kajian tentang pemikirannya hingga kini terus dilakukan. Hal ini karena Gus Dur merupakan sosok langka yang pernah dimiliki bangsa Indonesia.
Di samping itu, perkataan dan tulisan Gus Dur selama hidup juga tak jarang dijadikan kaus oleh berbagai macam kalangan. Pasalnya beliau juga dikenal dekat dengan berbagai kalangan, tidak membeda-bedakan suku, ras dan, agama.
Berikut perjalanan hidup Gus Dur yang merdeka.com lansir dari berbagai sumber:
Riwayat Pendidikan Gus Dur
Tidak bisa dimungkiri bahwa Gus Dur adalah salah seorang tokoh Indonesia yang sangat berpengaruh. Gagasan serta pemikirannya, sampai sekarang masih tetap relevan dan terus dikaji di dunia pendidikan. Tentu saja, hal ini tak lepas dari riwayat pendidikan yang pernah beliau tempuh.
Gus Dur menempuh ilmu di Jakarta dengan masuk ke SD Kris sebelum pindah ke SD Matraman Perwari. Pada 1952 ayahnya sudah tidak menjadi Menteri Agama tetapi beliau tetap tinggal di Jakarta. Pada April 1953, ayah Gus Dur meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.
Pada 1954 pendidikan Gus Dur berlanjut dengan masuk ke sekolah menengah pertama, yang pada saat itu ia tidak naik kelas. Lalu ibunya mengirimnya ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikan.
Setelah itu, pada 1963, ia menerima beasiswa dari Kementerian Agama untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir. Gus Dur pergi ke Mesir pada November 1963.
Universitas memberi tahu Gus Dur untuk mengambil kelas remedial sebelum belajar bahasa Arab dan belajar islam. Meskipun mahir berbahasa Arab, ia tidak mampu memberikan bukti bahwa sesungguhnya ia mahir berbahasa Arab. Ia pun terpaksa harus mengambil kelas remedial.
Gus Dur sangat menikmati kehidupannya di Mesir pada 1964. Ia menikmati hidup dengan menonton film Eropa dan Amerika, dan juga menikmati menonton sepak bola. Selain itu, Gus Dur juga terlibat dengan Asosiasi Pelajar Indonesia dan menjadi jurnalis majalah dari asosiasi tersebut. Akhirnya ia berhasil lulus dari kelas remedialnya pada akhir tahun. Pada 1965 ia memulai belajar ilmu Islam dan juga bahasa Arab. Namun Gus Dur kecewa dan menolak metode belajar dari universitas karena ia telah mempelajari ilmu yang diberikan.
Karier Politik Gus Dur
Pada 1970, Gus Dur menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad. Kemudian Gus Dur ke Belanda untuk meneruskan pendidikan. Gus Dur ingin belajar di Universitas Leiden, namun ia kecewa karena pendidikan di Universitas Baghdad tidak diakui oleh universitas tersebut. Akhirnya, Gus Dur pergi ke Jerman dan Prancis sebelum kembali lagi ke Indonesia pada 1971.
Karier politik Gus Dur diawali ketika ia menjabat sebagai Sekretaris Umum Pesantren Tebu Ireng hingga 1980. Pada 1980, ia menjabat sebagai seorang Katib Awwal PBNU hingga 1984. Tak lama kemudian, ia naik pangkat sebagai Ketua Dewan Tanfidz PBNU.
Pada 1987, Gus Dur menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia. Pada 1989 kariernya meningkat dengan menjadi seorang anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat RI. Sampai akhirnya pada 1999 hingga 2001 ia menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.
Gus Dur, Bapak Pluralisme Indonesia
Gus Dur telah memberi sumbangsih besar bagi bangsa Indonesia. Sebagai seorang presiden, Gus Dur memiliki pendekatan-pendekatan berbeda dalam menyikapi suatu permasalahan bangsa. Ia melakukan pendekatan yang lebih simpatik kepada kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM), mengayomi etnis Tionghoa, dan meminta maaf kepada keluarga korban G30/S PKI.
Meski hanya menjabat sekitar 20 bulan sebagai Presiden RI, Gus Dur banyak melakukan terobosan-terobosan baru dan bahkan pernyataannya kadang dianggap kontroversial. Salah satu pernyataan kontroversial yang sampai sekarang masih dikenang masyarakat Indonesia adalah mengatakan bahwa anggota MPR RI seperti anak TK.
Kedekatan Gus Dur dengan masyarakat minoritas dan orang-orang terpinggirkan, membuatnya dikenal sebagai sosok yang plural dan menghargai semua perbedaan. Hal ini yang kemudian Gus Dur dijuluki sebagai Bapak Pluralisme Indonesia.
Pada 30 Desember 2009 silam, Gus Dur wafat pada umur 69 tahun. Mantan presiden Republik Indonesia keempat tersebut tutup usia setelah mengidap penyakit stroke selama bertahun-tahun. Meski telah tiada, tetapi pemikiran serta gagasan-gagasannya terus dikembangkan dan sosoknya menjadi inspirasi bagi banyak tokoh muda di Indonesia.