Curhatan Pengguna TikTok di AS Pasca Kembali Beroperasi
Pengguna TikTok melaporkan sejumlah kejanggalan pada aplikasi video pendek tersebut setelah kembali beroperasi.

Pengguna TikTok di Amerika Serikat (AS) yang sebelumnya menganggap aplikasi ini sebagai tempat untuk mengekspresikan pendapat, kini merasakan adanya tanda-tanda sensor setelah platform milik ByteDance itu kembali beroperasi setelah sempat diblokir pada 19 Januari 2025.
Mereka mencatat adanya perubahan dan kejanggalan dalam aplikasi video pendek tersebut setelah kembali aktif, di mana sebelumnya sempat nonaktif akibat undang-undang baru yang disahkan karena kekhawatiran terkait keamanan nasional pada masa pemerintahan Joe Biden yang didukung secara bipartisan.
Undang-undang ini mengharuskan TikTok untuk menjual sahamnya kepada investor yang berada di AS. Sementara itu, Presiden terpilih Donald Trump berjanji untuk mencari solusi atas larangan tersebut, dengan beberapa penawar yang menunjukkan ketertarikan, termasuk individu yang memiliki kedekatan dengan Trump.
Banyak pengguna melaporkan adanya penurunan dalam jumlah siaran langsung di TikTok, serta beberapa aktivitas yang dihapus atau ditandai dengan lebih ketat karena dianggap melanggar pedoman komunitas, termasuk tindakan yang sebelumnya diperbolehkan.
"Kebijakan dan algoritma kami tidak berubah selama akhir pekan," ungkap TikTok dalam pernyataan kepada Reuters, seperti yang dikutip dari The Business Standard, Kamis (30/1).
"Kami berusaha keras untuk mengembalikan operasi kami di AS ke keadaan normal dan memperkirakan adanya ketidakstabilan sementara saat kami memulihkan layanan, yang mungkin berdampak pada fitur TikTok atau akses pengguna ke aplikasi," tegas TikTok.
Namun, beberapa pengguna aplikasi TikTok melaporkan bahwa mereka kini melihat lebih banyak moderasi konten, seperti hasil pencarian yang terbatas, serta peringatan mengenai misinformasi dan anjuran untuk memverifikasi sumber informasi.
TikTok terungkap telah menghapus komentar

Beberapa pengguna melaporkan bahwa TikTok menghapus komentar yang berisi frasa seperti "Bebaskan Palestina" dan "Bebaskan Luigi," yang merujuk pada Luigi Mangione, yang dituduh terlibat dalam pembunuhan seorang eksekutif UnitedHealth.
TikTok menjelaskan bahwa mereka tidak mengizinkan konten yang mendukung individu yang terlibat dalam kekerasan atau kebencian di platform-nya.
Pat Loller, seorang komedian dan veteran, mengungkapkan bahwa video satir yang ia buat sebagai tanggapan terhadap gestur tangan miliarder Elon Musk pada sebuah acara pelantikan, yang dianggap oleh sebagian orang sebagai penghormatan Nazi, awalnya ditandai sebagai misinformasi.
Setelah itu, Loller mengalami pembatasan dalam membagikan video tersebut, meskipun video tersebut telah mendapatkan lebih dari satu juta views.
"Saya belum pernah melihat ini sebelumnya, dan itu masih ada. Tertulis 'berbagi dibatasi untuk satu obrolan dalam satu waktu'," ungkap Loller, yang memiliki 1,3 juta pengikut.
Menghadapi kendala saat mengunggah konten di TikTok

Lisa Cline, seorang pengguna TikTok, mengungkapkan melalui platform Threads milik Meta bahwa ia mengalami kesulitan saat mencoba memposting video yang mengkritik Trump ke TikTok.
"Saya mencoba memposting ini enam kali ke TikTok dan itu tidak mengizinkan saya karena sensor, semoga berhasil di sini," ujarnya.
Video tersebut menyoroti tanggapan Trump terhadap Uskup Episkopal Mariann Edgar Budde, yang berbicara dalam kebaktian doa pelantikan di Katedral Nasional Washington, dengan harapan menunjukkan rasa belas kasihan kepada orang-orang yang "ketakutan".
Di sisi lain, pengguna TikTok lainnya, Danisha Carter, melaporkan bahwa akunnya yang memiliki 2 juta pengikut ditangguhkan secara permanen tidak lama setelah TikTok dinonaktifkan.
Ketika mencoba masuk setelah larangan dicabut, ia diberitahu bahwa penyebab penangguhan akunnya adalah "beberapa pelanggaran kebijakan".
"Ini sangat ditargetkan secara politik," ungkap Carter, yang merupakan seorang komentator politik dan sosial.
Ia juga menambahkan bahwa TikTok tidak memberikan penjelasan mengenai keputusan tersebut, yang ia sebut sebagai final. Siaran langsung terakhir Carter mengecam para eksekutif teknologi kaya atas pengaruh mereka terhadap kampanye presiden di Amerika dan bisnis di AS.
Pengguna menerima peringatan dari TikTok

Beberapa pengguna melaporkan bahwa mereka mendapatkan tanda peringatan untuk komentar yang tidak berkaitan dengan politik, yang menimbulkan kekhawatiran bahwa mereka mungkin ditargetkan berdasarkan faktor lain, termasuk identitas atau konten yang telah mereka unggah sebelumnya.
"Mila" Ortiz, seorang analis data sekaligus pembuat konten, mengungkapkan bahwa ia menerima peringatan setelah meninggalkan komentar yang dianggap tidak berbahaya di video lain, disertai dengan peringatan bahwa pelanggaran tersebut dapat menghalanginya untuk mengakses beberapa fitur. "Itu begitu tiba-tiba dan begitu acak, saya merasa mereka berusaha mengeluarkan saya dari platform ini," ujarnya.
Sejak mendapatkan teguran tersebut, Ortiz langsung menghapus sekitar 15 video yang mendukung Wakil Presiden dan menentang Trump.