Bikin Merinding, Cerita Mayjen Nugraha Gumilar Tinggal di Rumah Bilik Bambu dan Sang Ayah Meninggal Dunia 'Gelap Kayak Dunia Runtuh'
Ternyata ia pernah mengalami kisah-kisah pilu dan menyayat hati, terlebih ketika ia harus menerima kenyataan bahwa sang ayah harus berpulang ke pangkuan Tuhan.
Ternyata ia pernah mengalami kisah-kisah pilu dan menyayat hati, terlebih ketika ia harus menerima kenyataan bahwa sang ayah harus berpulang kepangkuan Sang Pencipta.
Bikin Merinding, Cerita Mayjen Nugraha Gumilar Tinggal di Rumah Bilik Bambu dan Sang Ayah Meninggal Dunia 'Gelap Kayak Dunia Runtuh'
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal (Mayjen) TNI Nugraha Gumilar menceritakan kisah perjalanan hidupnya.
Ternyata ia pernah mengalami kisah-kisah pilu dan menyayat hati.
Terlebih saat ia harus menerima kenyataan bahwa sang ayah harus ke pangkuan Sang Pencipta. Seperti apa cerita hidup Mayjen Nugraha Gumilar?
Berikut ulasan selengkapnya, Minggu (5/5).
Kehilangan sang ayah menjadi salah satu memori pilu dan menyisakan sedih mendalam bagi Nugraha Gumilar. Sebagai informasi, ayah Gumilar merupakan seorang prajurit TNI Angkatan Udara (AU).
Begitu pilu dan menyayat hati, sang jenderal ini harus menerima kenyataan kehilangan ayahnya di hari ulang tahunnya tepat saat menginjak usia 12 tahun pada 23 Januari 1980.
Sang ayah awalnya dikabarkan hilang bersama pesawat yang dikemudikannya kala itu.
“Jadi pagi-pagi saat makan ‘Pak nanti jalan-jalan ya saya ulang tahun’. ‘Iya nanti saya pulang kita jalan-jalan’, Kondisi hujan deras pada saat itu 23 Januari tahun 1980. Terbang jam 10, jam 11 ada kabar pesawat hilang,” tutur dia kepada Merdeka.com.
Berita tersebut sontak saja membuat Gumilar dan keluarganya tak siap. Namun, sang ibunda kala itu sudah merasa bahwa ayah Gumilar tidak bisa terselamatkan.
“Kalau sakit kan bisa ada persiapan, oh ini mau meninggal ya sudah. Lah ini kan sehat tiba-tiba hilang pesawat. Ibu saya bilang ‘sepertinya kalau jatuh pesawat itu enggak akan ada yang selamat,” lanjut Gumilar menceritakan.
Ketika berita tersebut diterima, sang ibunda dikatakan sedang menjalani profesinya sebagai seorang pedagang di salah satu pasar di kawasan Cimahi. Sontak saja kabar buruk ini mampu membuat sang ibunda dan Gumilar merasa panik dan kebingungan.
“Anak 7 kan. Gelap lah kita kayak dunia runtuh. Saya di sitiu mikir ‘gimana masa depan saya ya?’. Setelah bapak saya meninggal itu ibu saya membiayai 7 anaknya dengan berjualan kelontong,” ungkap Gumilar mengungkap kisahnya.
Bukan tinggal di rumah yang bisa disebut layak huni, Gumilar dan keluarganya tinggal di sebuah rumah bilik bambu (gedhek) yang ada di ujung gang buntu.
“Saya itu rumahnya tembok segini tingginya gedhek (bilik bambu). Saya itu kalau mau ke rumah saya dari jalan harus lewat jemuran orang dulu. Saya waktu itu sih biasa saja ya, cuma teman-teman bapak saya pas ngelayat itu pada kaget melihat kondisi rumah saya, sekelas Letkol, iya gedhek itu bambu yang dianyam,”
imbuh dia.
Video Lengkap
Berikut adalah video selengkapnya yang bisa disaksikan.