Penjelasan Bagi Orang Bisu yang Ingin Mualaf dan Cara Mengucapkan Syahadatnya
Bagaimana cara orang yang tidak bisa berbicara menyampaikan dua kalimat syahadat?
Seseorang yang berkeinginan untuk menjadi mualaf atau memeluk agama Islam harus memulai proses mengucapkan dua kalimat syahadat, yaitu "asyhadu alla ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadarrasulullah."
Pengucapan syahadat ini sangat penting, sehingga dalam rukun Islam, ia menduduki posisi yang paling utama dan merupakan rukun pertama. Dua kalimat syahadat tersebut harus diucapkan sebagai bentuk pengakuan bahwa Allah SWT adalah Tuhan yang tidak ada tuhan selain-Nya, dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan-Nya.
Namun, terdapat tantangan ketika seseorang yang ingin masuk Islam adalah seorang tuna wicara atau bisu. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana cara orang yang bisu dapat mengucapkan dua kalimat syahadat ini?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada beberapa cara yang dapat digunakan. Salah satunya adalah dengan menggunakan isyarat atau gerakan tangan yang mewakili pengakuan tersebut. Selain itu, seseorang yang bisu bisa menulis kalimat syahadat di atas kertas dan menunjukkannya kepada saksi. Dengan demikian, meskipun tidak dapat berbicara, orang tersebut tetap dapat melaksanakan syahadat dengan cara yang sesuai.
Syahadat Menggunakan Bahasa Isyarat
Menurut kemenag.go.id, dalam ajaran Islam, orang bisu yang ingin memeluk agama Islam dapat mengucapkan dua kalimat syahadat menggunakan bahasa isyarat. Imam Nawawi menjelaskan dalam kitab Raudhah al-Thalibin wa 'Umdah al-Muftin bahwa jika bahasa isyarat tersebut dapat dipahami, maka keislamannya dianggap sah tanpa perlu menunggu untuk melaksanakan sholat terlebih dahulu. Namun, jika bahasa isyaratnya tidak dapat dimengerti, maka ia diwajibkan untuk melaksanakan sholat agar keislamannya diakui. Berikut adalah kutipan dari Imam Nawawi dalam kitabnya, Raudhah al-Thalibin wa 'Umdah al-Muftin:
:
"Masalah cabang; dinilai sah keislaman orang yang bisu dengan menggunakan bahasa isyarat yang dapat dimengerti. Dalam pendapat lain dikatakan bahwa keislamannya tidak diakui kecuali dia melaksanakan shalat setelah berikrar dengan bahasa isyarat. Ini adalah zahir pendapat Imam Syafi'i yang terdapat dalam kitabal-Umm. Pendapat yang benar dan dikenal adalah pendapat yang pertama. Sementara pendapat Imam Syafi'i itu mesti dipahami dalam konteks ketika bahasa isyarat tidak dapat dimengerti."
Dalam hal ini, penting untuk memahami konteks penggunaan bahasa isyarat dalam syahadat bagi orang yang bisu. Jika mereka mampu menggunakan bahasa isyarat yang dimengerti oleh orang lain, maka mereka sudah memenuhi syarat untuk dinyatakan sebagai seorang Muslim. Namun, jika tidak dapat dipahami, maka melaksanakan sholat menjadi syarat tambahan untuk mengesahkan keislaman mereka. Hal ini menunjukkan pentingnya komunikasi yang jelas dalam proses pengakuan agama.
Dikarenakan Keterbatasannya, Hal ini Dianggap Sah
Menurut Imam Nawawi, keislaman seseorang yang bisu dan mengucapkan dua kalimat syahadat dengan menggunakan bahasa isyarat yang dapat dipahami adalah sah dan diterima. Pendapat ini berlandaskan pada kaidah fikih al-masyaqqah tajlibut taysir, yang berarti kesulitan dapat memunculkan kemudahan. Karena orang bisu memiliki keterbatasan dalam mengucapkan syahadat secara lisan, maka mereka diperbolehkan untuk menggunakan bahasa isyarat sebagai alternatif.
Sementara itu, Imam Syafi'i berpendapat bahwa keislaman orang bisu tidak diakui kecuali setelah mereka melaksanakan shalat. Namun, pandangan ini dinilai kurang tepat, mengingat shalat merupakan ibadah yang bersifat fardhu 'ain, sedangkan keislaman adalah syarat sahnya ibadah tersebut. Dengan demikian, keislaman seseorang tidak seharusnya bergantung pada pelaksanaan shalat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa keislaman orang bisu yang mengikrarkan dua kalimat syahadat dengan bahasa isyarat yang dimengerti adalah sah dan diterima tanpa harus menunggu pelaksanaan shalat terlebih dahulu.