Aturan Sedang Disusun, OJK Bakal Awasi Influencer Abal-Abal yang Suka Pamer Harta
Regulasi serupa juga telah diterapkan di beberapa negara, di mana finfluencer tidak diperbolehkan memberikan pernyataan sembarangan mengenai produk keuangan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini tengah merancang terkait pengaturan dan pengawasan perilaku influencer keuangan atau yang disebut financial influencer (finfluencer). Aturan ini ditargetkan akan rampung dan mulai diterapkan pada semester II tahun 2025.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengungkapkan pihaknya sedang merumuskan kebijakan ini dengan cermat.
Dia menyebut salah satu aspek yang tengah dibahas adalah apakah finfluencer nantinya diwajibkan mengikuti sertifikasi tertentu, atau jika mereka menyebarkan informasi yang menyesatkan, OJK dapat langsung mengambil tindakan, seperti membekukan aktivitas mereka.
"Kita sedang mengatur itu, apakah nanti mereka bicara beberapa hal ya, misalnya mereka harus mengikuti sertifikasi, atau misalnya ketika mereka menawarkan sesuatu yang tidak ada tempatnya, langsung kita bisa freeze," kata Friderica dalam acara media briefing, Jakarta, Selasa (11/3).
Dia mengatakan, regulasi serupa juga telah diterapkan di beberapa negara, di mana finfluencer tidak diperbolehkan memberikan pernyataan sembarangan mengenai suatu produk keuangan.
Mereka dilarang menyebut suatu produk sebagai pilihan investasi yang menguntungkan jika ternyata ada konflik kepentingan, misalnya mereka mendapatkan keuntungan pribadi dari promosi tersebut.
"Nah yang parah adalah ketika saat kemudian terjadi kerugian di situ. Kalau di pasar modal memang sudah ada ketentuan ya di dalam undang-undang pasar modal itu. Kemudian yang menyebabkan harga saham itu naik turun ya, tanpa sebenarnya informasi yang jelas dan lain-lain itu ada pasalnya," papar dia.
Wewenang Regulator
Di beberapa negara, regulator memiliki wewenang untuk menelusuri latar belakang finfluencer. Misalnya, jika seorang finfluencer mengklaim telah mendapatkan keuntungan besar dari suatu investasi hingga mampu membeli mobil mewah atau rumah, regulator dapat memverifikasi apakah aset tersebut benar-benar dimiliki oleh orang yang bersangkutan.
"Jadi bagaimana misalnya orang itu kemudian mengajak masyarakat untuk membeli produk tertentu gitu ya. Mengatakan dia pengguna dan lain-lain. Itu kalau di luar negeri orang seperti itu, itu dari regulatornya bisa melihat orang ini sebenarnya punya posisi apa gitu. Terus kemudian ketika dia mengatakan, oh saya dari investasi ini saya untung, misalnya dia saya bisa membeli mobil ini, ini saya beli rumah mewah, itu akan dicek itu benar nggak mobil atas nama dia, vilanya atas nama dia," terangnya.
Banyak kasus penipuan yang ditemukan, di mana klaim kekayaan tersebut ternyata hanyalah manipulasi untuk menarik perhatian masyarakat. Pihaknya menegaskan aturan ini dibuat agar para finfluencer bertanggung jawab dalam memberikan rekomendasi dan komentar di ruang publik.
Mereka juga menyoroti praktik di mana finfluencer berpura-pura bersikap independen dalam mengulas suatu produk keuangan, padahal mereka sebenarnya menerima komisi dari perusahaan terkait.
Dengan kata-kata yang menarik dan meyakinkan, mereka merekomendasikan produk tertentu tanpa mengungkapkan adanya kepentingan finansial di balik promosi tersebut.
"Jadi jangan sampai ini orang teriming-iming, oh beli produk ini padahal ternyata bukan. Kita juga melihat yang sering kita temui di pengaduan-pengaduan, orang itu mengatakan dia seperti orang independen, dia mereview produk, mengatakan produk bagus dan lain-lain, padahal ternyata di belakang dia itu mendapat komisi dari produk yang dia promosikan," tutup dia.