UU P2SK Penting Lindungi Masyarakat dari Penipuan di Sektor Fintech
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
UU P2SK Penting Lindungi Masyarakat dari Penipuan di Sektor Fintech
Indonesia Fintech Society (IFSOC) kembali menggelar Fintech Policy Forum Seri II yang membahas topik UU PPSK: Balancing Innovation and Risk in Developing Fintech Sector, dengan titik tekan di dua area yang penting dan strategis bagi perkembangan dunia fintech dan keuangan nasional ke depan.
Merdeka.com
Ketua IFSOC Rudiantara mengatakan, belum lama ini pemerintah melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Dia menjelaskan keberadaan aturan ini sangatlah strategis bagi perkembangan sektor teknologi keuangan atau fintech ke depan, karena memberikan titik tekan baru dalam hal 'pengembangan', bukan hanya pengawasan. Menurutnya, UU PPSK dapat mendorong penguatan tata kelola dan stabilitas sektor keuangan nasional.
"Sementara di sisi lain, kami di IFSOC melihat ini sejalan dengan perkembangan sektor fintech nasional yang kian pesat, terdapat ancaman fraud (penipuan) yang sudah berada dalam skala yang sangat mengkhawatirkan dengan modus operandi yang semakin beragam dan canggih, dengan skala yang semakin meluas," ujar Rudiantara, dalam acara Fintech Policy Forum Seri II, Jakarta, Selasa (8/8).
Menurutnya, pencegahan fraud sudah sangat mendesak dan perlu segera ada kolaborasi intensif yang melibatkan semua pemangku kepentingan regulator, pemerintah, serta pelaku industri jasa keuangan dan telekomunikasi.
"Akan sangat bagus jika ada semacam universal fraudsters database di mana semua pelaku industri keuangan digital dapat saling melaporkan, menghimpun, dan membagikan data pelaku fraud (penipuan)," kata Rudiantara.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara menyebut aspek pengembangan dalam UU PPSK memiliki arti yang sangat penting dan strategis bagi gerak langkah OJK ke depan.
"Aspek pengembangan ini merupakan amanat baru dari UU PPSK yang membuat OJK tidak lagi hanya mengedepan aspek 'perizinan' dan pengawasan, tetapi OJK juga diberikan tanggung jawab untuk mengembangkan sektor keuangan nasional, termasuk teknologi finansial (fintech) untuk dapat semakin berkembang lebih cepat dan dinamis di masa mendatang," kata Mirza.
Namun, Mirza menilai dorongan terhadap aspek pengembangan di atas harusian diimbangi dengan berbagai langkah penguatan di wilayah mitigasi risiko dan perlindungan konsumen. Pihaknya tengah melakukan upaya-upaya untuk memperkuat kebijakan dan langkah perlindungan konsumen. Salah satu di antaranya akan dilakukan dengan berkolaborasi bersama seluruh pemangku kepentingan. Dia pun menyoroti korelasi antara rendahnya literasi keuangan sebagai salah satu penyebab kasus-kasus penipuan di industri keuangan nasional. Sebagai informasi, hasil data dari survei OJK, tingkat indeks literasi keuangan pada tahun 2022 mencapai 49,5 persen, meningkat dari 38,03 persen di tahun 2019. Akan tetapi, capaian ini masih memiliki gap yang cukup lebar jika dibandingkan dengan indeks inklusi keuangan di tahun 2022, yang telah mencapai 85,1 persen.