Diam-Diam, Prabowo Bakal Terbitkan Aturan Pemutihan Utang Pengusaha yang Sudah Hapus Buku
Hashim menyebut kebijakan ini diambil karena Prabowo mengetahui ada sekitar 6 juta pengusaha tak bisa akses perbankan.
Presiden Prabowo Subianto bakal menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk menghapus hak tagih bank kepada para peminjam yang telah dihapusbukukan utangnya.
Pengusaha sekaligus adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo mengatakan, itu jadi salah satu cara untuk memperkuat penyaluran kredit bank ke pelaku usaha, baik UMKM maupun pengusaha besar.
"Mungkin minggu depan, Pak Prabowo akan tekan suatu Perpres, Pemutihan. Sedang disiapkan oleh Pak Supratman, Menteri Hukum. Semua sesuai dengan undang-undang. Mungkin minggu depan, saya berharap minggu depan ya beliau akan tanda tangan Perpres pemutihan" ujar Hashim di Menara Kadin, Jakarta, Rabu (23/10).
Hashim menyebut kebijakan ini diambil karena Prabowo mengetahui ada sekitar 6 juta nelayan, petani, dan pelaku UMKM tak bisa mengakses kredit perbankan. Pasalnya, bank masih memiliki hak tagih meski utang tersebut telah dihapusbukukan.
Sehingga data 6 juta orang tersebut terbaca bermasalah di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Ada utang 20 tahun lalu, utang dari Krismon 1998. Utang dari 2008. utang dari mana-mana, 5-6 juta petani dan nelayan. Mereka sekarang terpaksa karena tidak boleh pinjam lagi dari perbankan. Setiap kali mereka masuk SLIK di OJK ditolak," bebernya.
"Semua utang ini sudah dihapusbukukan sudah lama. Dan sudah diganti oleh asuransi perbankan. Tapi hak tagih dari bank belum dihapus. Sehingga 6 juta ini, 5 juta ini mereka tidak bisa dapat kredit. Mereka kemana? Ke rentenir dan pinjol," dia menambahkan.
Penyebab Pengusaha Sulit Akses Modal
Pada kesempatan sama, konglomerat sekaligus Ketua Dewan Usaha Kadin Indonesia Chairul Tanjung menyampaikan, salah satu kendala yang dihadapi industri dalam negeri untuk tumbuh yakni sulitnya mendapatkan akses permodalan dari bank.
"Memang jujur aturan dari OJK. Ini yang membatasi perbankan untuk memberikan kredit kepada perusahaan-perusahaan, mau kecil, menengah, besar yang tidak capable secara perbankan," ungkap dia.
"Karena ada 3 pilar, 4 pilar yang harus dipenuhi. Ini sebenarnya adalah memakai kaedah-kaedah internasional. Dengan Basel 3, Basel 2, dan yang sebagainya. Nah sebenarnya menurut saya, basel-basel ini itu harusnya kita bisa adoptive tetapi dengan adjustable," urainya.
Penyesuaian aturan itu dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dalam negeri. Sebab, pertumbuhan ekonomi nasional turut ditopang oleh pertumbuhan kredit yang juga tinggi.
"Jadi kalau Pak Prabowo ingin (pertumbuhan ekonomi) 8 persen, itu growth kredit perbankannya mungkin di atas 20-30 persen. Kalau cuma growth-nya single digit, apalagi cuma belasan, ya belasan nggak mungkin. Itu salah satu keyword daripada tumbuhnya ekonomi," tuturnya.