Gelar Doktor dari UI Banyak Diprotes, Bahlil: Saya Kuliah 4 Semester, Konsultasi dan Seminar Saya Datang
Bahlil menyebut, rencana untuk permintaan mengkaji ulang pemberian gelar doktornya oleh para alumni merupakan urusan UI.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia buka suara terkait protes pemberian gelar S3 Doktor Bidang Kajian Stratejik dan Global dari Universitas Indonesia (UI).
Bahlil menyebut, rencana untuk permintaan mengkaji ulang pemberian gelar doktornya oleh para alumni merupakan urusan UI.
"Saya nggak tahu itu urusan internal kampusnya," kata Bahlil saat ditemui awak media di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (18/10).
Bahlil menegaskan pihaknya telah menyelesaikan pendidikan S3 sesuai dengan ketentuan berlaku. Yakni, mengikuti kegiatan pembelajaran selama empat semester.
"Saya sudah 4 semester, dan saya kuliah datang, konsultasi, seminar, semua ada itu," ucap Bahlil meyakinkan.
Sebelumnya ramai kritik di platform X (sebelumnya Twitter) atas penganugerahan gelar doktor kepada Menteri ESDM Bahlil Lahadalia oleh UI.
Pengguna x dengan akun @CakD3pp menuding bahwa gelar doktor Bahlil janggal karena mampu menyelesaikan perkuliahan S3 kurang dari 2 tahun. Pengguna tersebut juga memposting poster tuntutan kaji ulang pemberian gelar doktor yang disuarakan para alumni UI.
"Yg aku tahu sih UI berkwalitas, entah sekarang. Salah 1 alumni UI, Harris Muttaqin, menyatakan, kejanggalan dlm proses pemberian gelar doktor tsb adalah pada masa studi yg dijalani Bahlil. Ia menilai, Bahlil yg mampu menyelesaikan studi doktoralnya dlm waktu krg dari dua tahun," tulis akun @CakD3pp.
Bahlil Resmi Sandang Gelar Doktor
Diketahui, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia resmi meraih gelar S3 Doktor Bidang Kajian Stratejik dan Global dari Universitas Indonesia (UI). Bahlil sukses menjadi doktor dengan predikat cumlaude setelah menyampaikan disertasi berjudul; Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia.
Pengukuhan gelar doktoral Bahlil tersebut diselenggarakan di Gedung Makara Art Center, Universitas Indonesia pada Rabu (16/10).
"Maka berdasarkan semua ini, tim penguji memutuskan untuk mengangkat Saudara Bahlil Lahadalia menjadi doktor dalam Program Studi Kajian Stratejik dan Global dengan yudisium cumlaude," kata Ketua Sidang Prof Dr. I Ketut Surajaya, S.S, M.A.
Dalam penelitiannya, Bahlil membongkar sejumlah masalah dari program hilirisasi yang dicanangkan pemerintah pusat. Menurut dia, ada empat masalah utama dari dampak hilirisasi yang membutuhkan penyesuaian kebijakan.
Empat masalah tersebut antara lain, ketidakadilan dana transfer daerah, keterlibatan pengusaha daerah yang minim, keterbatasan partisipasi perusahaan Indonesia dalam sektor hilirisasi bernilai tambah tinggi, serta belum adanya rencana diversifikasi pasca-tambang.
Mengakali itu, Bahlil Lahadalia dalam penelitian merekomendasikan empat kebijakan utama. Antara lain, reformulasi alokasi dana bagi hasil terkait aktivitas hilirisasi, penguatan kebijakan kemitraan dengan pengusaha daerah, penyediaan pendanaan jangka panjang untuk Perusahaan nasional di sektor hilirisasi, dan kewajiban bagi investor untuk melakukan diversifikasi jangka panjang.