Hidup Miskin dan Sudah Yatim Sejak Kecil, Kini Sukses Jadi Dokter dan Punya Rumah Sakit Apung
Ketika sempat merasakan bangku kuliah kedokteran, Lie mendapat perlakuan tidak menyenangkan karena pakaiannya lusuh.
Lie Dharmawan dikenal publik sebagai pemilik rumah sakit apung. Ide ini muncul ketika Lie melihat warga pelosok Indonesia kesulitan mendapatkan akses layanan kesehatan.
Hidup Miskin dan Sudah Yatim Sejak Kecil, Kini Sukses Jadi Dokter dan Punya Rumah Sakit Apung
Hidup Miskin dan Sudah Yatim Sejak Kecil, Kini Sukses Jadi Dokter dan Punya Rumah Sakit Apung
Untuk menjadi seorang dokter membutukan perjuangan luar biasa, baik dari sisi materi ataupun mental. Tidak sedikit pula masyarakat Indonesia memendam harapan mereka menjadi dokter karena tingginya biaya pendidikan kedokteran.
Namun, kemiskinan ternyata tak menjadi penghalang seseorang untuk menjadi dokter. Dokter Lie Dharmawan membuktikan usaha yang tekun, diiringi doa secara terus menerus, cita-citanya menjadi seorang dokter bisa terwujud.
Lie Dharmawan dikenal publik sebagai pemilik rumah sakit apung. Ide ini muncul ketika Lie melihat warga pelosok Indonesia kesulitan mendapatkan akses layanan kesehatan.
Namun, sebelum mengabdikan diri kepada masyarakat, Lie harus melalui pahitnya hidup. Ketika dia berumur 10 tahun, sang ayah, Lie Goan Hoey meninggal dunia.
Ayah Lie meninggalkan istri bernama Pek Leng Kiau, Julita Diana, yang hanya tamatan Sekolah Dasar. Pak Leng Kiau berjuang keras menyekolahkan ketujuh anaknya yang masih sangat kecil termasuk Lie Dharmawan.
Semua perkerjaan dilakoni Pak Leng Kiau seperti mencuci baju, memasak, membuat kue, hingga menjadi pencuci piring.
Saat berusia masih sangat kecil, Lie Dharmawan kerap membantu ibunya berjualan kue. Lie kagum terhadap perjuangan keras ibunya yang dia anggap tak pernah menyerah dan putus asa dalam menghadapi sesuatu juga sering mengasihi orang-orang miskin di sekitarnya.Saat kecil, Lie sempat mengenyam pendidikan di SD Ying Shi, Padang, kemudian tamat SD, Lie Dharmawan kemudian masuk di SMP Katolik Pius setelah itu ia kemudian melanjutkan sekolahnya di SMA Don Bosco, juga di kota Padang.
Tekad Lie Dharmawan untuk menjadi dokter datang ketika dia melihat masyarakat di sekitarnya sulit untuk pergi ke dokter di rumah sakit yang disebabkan karena faktor kemiskinan.
Hal ini kemudian menyebabkan masyarakat terpaksa untuk pergi berobat ke dukun karena biayanya yang murah dan juga sebagai alternatif pengobatan.
Lie juga bertekad menjadi dokter usai melihat sendiri adiknya meninggal karena penyakit diare akut dan telambat ditangani oleh dokter. kedua hal itulah yang membuat Lie Dharmawan bertekad kuat untuk menjadi dokter.
Lie sekuat tenaga masuk ke kuliah kedokteran dengan biaya hasil jerih payah mengerjakan pekerjaan serabutan. Ketika sempat merasakan bangku kuliah kedokteran, Lie mendapat perlakuan tidak menyenangkan karena pakaiannya lusuh. Dia sangat mudah diidentifikasi sebagai mahasiswa miskin. Hinaan itu tidak digubris oleh Lie. Dia tetap bersikeras menjadi seorang dokter.
Setiap pukul enam pagi hari, Lie selalu pergi ke gereja yang berada di dekat sekolahnya dan kemudian berdoa dengan doa yang sama yang selalu ia ulang-ulang selama bertahun-tahun.
Di tahun 1965, Lie Dharmawan kemudian lulus SMA dengan prestasi yang cemerlang, berkali-kali dia mendaftar di fakultas kedokteran yang ada dipulau Jawa namun dia tidak pernah diterima.
merdeka.com
Kesempatan kuliah akhirnya datang ketika dia diterima masuk di fakultas Kodekteran di Universitas Res Publica (URECA). Kampus tersebut didirikan oleh para petinggi organisasi Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia tahun 1958 namun baru beberapa hari kuliah, kampusnya dibakar oleh massa.Akhirnya dia tidak dapat melanjutkan kuliahnya, dan Lie Dharmawan kemudian memutuskan untuk menjadi pekerja serabutan untuk mengumpulkan uangnya membeli tiket ke Jerman untuk melanjutkan cita-citanya
Di usianya yang ke 21 tahun, Lie Dharmawan pun mendaftarkan diri ke sekolah kedokteran di Berlin Barat, Jerman namun tanpa dukungan beasiswa. Dengan tekad yang kuat dia akhirnya diterima di fakultas Kedokteran Free University, Berlin Barat.
Dan untuk memenuhi biaya kuliah dan kehidupan sehari-harinya, Lie kemudian bekerja sebagai kuli bongkar muat barang. Pada kesempatan lain, Lie juga bekerja di sebuah panti jompo yang salah satu tugasnya adalah membersihkan kotoran orang tua berusia 80 tahunan.Tahun 1974, Lie berhasil menyelesaikan pendidikannya dan mendapat gelar M.D. (Medical Doctor). Setelah lulus dari Free University, dia kemudian melanjutkan pendidikannya di University Hospital, Cologne, Jerman. Dari situ, dia kemudian melanjutkan S3 di Free University Berlin. Empat tahun setelahnya, Lie sukses menyandang gelar Ph.D. Melalui perjuangan tanpa kenal lelah selama sepuluh tahun, Lie akhirnya lulus dengan membanggakan.
Dia lulus sebagai dokter dengan empat spesialisasi sekaligus yakni ahli bedah umum, ahli bedah toraks, ahli bedah jantung dan ahli bedah pembuluh darah. Cita cita semasa kecilnya akhirnya tercapai.
Selama enam bulan Lie di Semarang kemudian ke RS Rajawali, Bandung. Tahun 1988, Lie berkarir di RS Husada, Jakarta hingga saat ini. Kegiatan sosial pertama Lie sebagai seorang dokter bedah di Indonesia dilakukan saat mengoperasi secara cuma-cuma seorang pembantu rumah tangga tahun 1988.
Selanjutnya, Lie juga terus mengupayakan bedah jantung terbuka (bedah di mana jantung dihentikan dari pekerjaannya untuk dibuka untuk diperbaiki).
Bedah semacam ini melawan arus karena butuh peralatan yang lebih canggih dan mahal, namun harus dilakukan dalam operasi skala besar. Tahun 1992, Lie akhirnya sukses melangsungkan bedah jantung terbuka untuk pertama kalinya di rumah sakit swasta di Jakarta
merdeka.com
Sekitar tahun 1998, dia mendirikan sebuah organisasi nirlaba di bidang kemanusiaan dengan nama doctorSHARE atau Yayasan Dokter Peduli.
Ini menjadi sebuah organisasi kemanusiaan nirlaba yang memfokuskan diri pada pelayanan kesehatan medis dan bantuan kemanusiaan.
Lie bahkan rela menjual rumahnya yang kemudian hasil demi membangun kapal yang kemudian diberi nama rumah sakit apung dr. Lie (RSA dr. Lie).
Rumah sakit apung ini menjangkau seluruh pelosok pulau pulau kecil di Indonesi demi memberi pengobatan gratis kepada para orang miskin.
Selain pengobatan umum di berbagai sudut Indonesia, program awal DoctorSHARE adalah pendirian Panti Rawat Gizi) di Pulau Kei, Maluku Tenggara.Dari uang pribadinya, dia mewujudkan mimpi yang mustahil yaitu, membangun rumah sakit apung. Kemudian berlayarlah Lie Dharmawan mengunjungi pulau-pulau kecil di Nusantara, mengobati ribuan warga miskin yang tak memiliki akses pada pelayanan medis. Tujuan didirikannya RSA ini adalah untuk melayani masyarakat yang selama ini kesulitan mendapat bantuan medis dengan segera karena kendala geografis dan finansial, terutama untuk kondisi darurat, khususnya bagi masyarakat prasejahtera yang tersebar di kepulauan di Indonesia.
Lie dianggap sebagai dokter gila, karena keberaniannya menggunakan kapal kayu mengarungi pelosok negeri ini untuk membantu saudara-saudara kita yang kurang mampu tetapi memerlukan pelayanan kesehatan segera.