Keluh Kesah Pembeli Apartemen: Cicilan Sudah Lunas Sejak 2012 Tapi Tak Kunjung Terima Sertifikat
Hayati juga memaparkan berbagai masalah yang dihadapinya, termasuk pengerjaan bangunan yang tidak sesuai dengan rencana awal.

Temuan mengenai developer nakal telah disampaikan oleh konsumen sebuah apartemen di Bekasi Timur. Salah satu pemilik apartemen, Hayati, mengungkapkan bahwa ia belum menerima sertifikat kepemilikan meskipun telah melunasi pembayarannya.
Dia menjelaskan bahwa dia sudah melakukan pembayaran sejak tahun 2012, namun hingga kini sertifikat tersebut belum juga dia terima.
Hayati juga memaparkan berbagai masalah yang dihadapinya, termasuk pengerjaan bangunan yang tidak sesuai dengan rencana awal (site plan) dan ketidaksesuaian sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang dijanjikan.
"Pada saat awal penawaran, HGB yang disampaikan kepada kami adalah HGB murni, namun pada kenyataannya setelah PPJB, itu di dalam PPJB (jadi) HGB atas pengelolaan. Nah ini menurut kami, sudah ada unsur penipuan di sini ya," ungkapnya dalam Konferensi Pers Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), yang dikutip pada Kamis (30/1).
Di sisi pembangunan, Hayati mengungkapkan bahwa terdapat dua kali proses pembatalan oleh developer, yang menyebabkan waktu penyelesaian apartemen tidak sesuai dengan rencana awal.
"Permasalahan yang ada saat ini menurut kami yang krusial adalah kita selaku konsumen membeli rumah atau apartemen tentunya dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat hak milik atas rumah atau atas rumah susun tersebut," tambahnya.
Dia menjelaskan bahwa banyak konsumen lain yang juga telah melunasi pembayaran sejak transaksi dimulai pada tahun 2012, namun hingga saat ini mereka belum mendapatkan akta jual beli (AJB).
"Ada juga sebagian besar melunasi akta jual beli dan BPHTB, tetapi sampai saat ini AJB itu belum diterbitkan atau kami belum menandatangani karena memang developer tidak menyelesaikan kewajibannya," jelasnya lebih lanjut.
Hayati menegaskan bahwa permasalahan ini telah dibahas dengan pihak developer dan dilaporkan ke YLKI. Dia menyatakan bahwa hingga kini belum ada kejelasan mengenai status kepemilikan apartemen yang dibelinya.
"Jadi tolong ini bisa menjadi (bahasan dan) solusi oleh kementerian-kementerian terkait untuk menyelesaikan masalah ini, termasuk pemkot dan BPN," tegasnya.
Banyak Pengaduan Sektor Perumahan

Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI, Rio Priambodo, menyatakan bahwa banyak pengaduan yang diterima terkait sektor perumahan.
Sepanjang tahun 2024, tercatat sekitar 177 pengaduan yang masuk.
"Developer nakal masih ada saja, ini banyak jadi temuan YLKI di pengaduan terkait rumah sudah lunas tapi sertifikat banyak belum didapat. Di luar sana kasus seperti itu masih banyak diadukan ke YLKI," jelasnya.
Menurut data yang ada, pengaduan terbanyak di sektor perumahan berasal dari masalah pembangunan yang terhenti, mencapai 30 persen dari total aduan.
Selanjutnya, masalah dokumen seperti sertifikat, PPJB, dan AJB menyumbang 20 persen dari pengaduan yang diterima. Selain itu, ada juga permasalahan lain seperti pengembalian dana, fasilitas umum dan sosial, serta bangunan yang tidak sesuai dengan kesepakatan.
"Permasalahan ini bukan cuma pra-transaksi, tapi pasca-transaksi juga bermasalah," tegasnya.
Ribuan Pengembang Nakal

Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan adanya praktik tidak etis yang dilakukan oleh pengembang rumah subsidi. Tercatat, terdapat sekitar 4.000 pengembang nakal yang beroperasi di berbagai wilayah di Indonesia.
Pengembang ini bekerja sama dengan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN dalam proyek rumah subsidi, namun mereka tidak menyerahkan sertifikat rumah meskipun cicilan telah dilunasi.
"Kurang lebih 10 hari yang lalu saya mendapat beberapa kertas yang saya lihat kok ini perlu perbaikan maksimal," ungkap Erick dalam Konferensi Pers di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, pada Selasa (21/1).
E"Ketika masyarakat yang membutuhkan rumah dan berusaha sudah menyicil dengan mati-matian dengan segala keringatnya. Ternyata banyak juga developer yang nakal. Dimana kadang-kadang bahkan sudah selesai menyicil sertifikatnya tidak didapatkan kembali."
Dia juga mengaku telah menerima informasi lengkap dari Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu, mengenai masalah ini. Secara bertahap, BTN berupaya mengurus sertifikat rumah yang belum terbit dengan menggunakan dana pribadi mereka.
"Memang hal ini selama kepemimpinan Pak Nixon dan tim sudah terus dibersihkan. Karena ini tanggung jawab moral ya, bagaimana masyarakat yang berupaya mendapatkan rumah ternyata tidak mendapatkan haknya," jelasnya.
Sebanyak 120 Ribu Sertifikat Alami Permasalahan
Pada kesempatan yang sama, Nixon mengungkapkan hasil penelitiannya yang dilakukan pada tahun 2019. Dia menemukan bahwa terdapat 120 ribu sertifikat rumah subsidi yang mengalami masalah.
Temuan ini diperoleh dari 4 ribu proyek perumahan yang melibatkan jumlah developer yang sama.
"Jadi sebenarnya waktu kita ditugaskan Pak Menteri sejak 2019 kita menemukan hal ini yaitu terdapat ada 120 ribu rumah-rumah yang kita salurkan KPR lewat BTN belum memiliki sertifikat. Ada yang developernya raib, ada yang masih ada, sudah tidak tanggung jawab dan sebagainya. Kurang lebih ada 4 ribu proyek rumah atau 4 ribu developer," tuturnya.
Nixon menambahkan bahwa masalah ini menjadi perhatian serius bagi pihaknya. Dengan adanya temuan tersebut, mereka berupaya untuk mencari solusi agar semua sertifikat rumah subsidi dapat diterbitkan dengan baik. Hal ini penting untuk memberikan kepastian hukum kepada para pemilik rumah.
Selain itu, ia juga menekankan perlunya kolaborasi antara pemerintah dan developer untuk menyelesaikan permasalahan yang ada demi kepentingan masyarakat.