Nikel Indonesia Terancam, Kebijakan Donald Trump Bisa Guncang Industri Mobil Listrik
Perdagangan nikel Indonesia ke AS terancam setelah Trump ingin hapus insentif mobil listrik.

Kondisi Terkini Perdagangan Nikel
Perdagangan nikel Indonesia ke Amerika Serikat menghadapi tantangan baru setelah Presiden AS, Donald Trump, menyatakan keinginannya untuk membatalkan insentif mobil listrik yang ditetapkan oleh pemerintahan sebelumnya. Tanpa adanya insentif tersebut, industri mobil listrik di AS mungkin akan mempertimbangkan kembali ketertarikan mereka terhadap nikel Indonesia.
Pada pidato pertamanya setelah dilantik, Trump menegaskan, 'Dengan Arahan Presiden hari ini, kita akan mengakhiri Green New Deal dan kita akan mencabut mandat kendaraan listrik.'
Pernyataan ini menunjukkan komitmen Trump untuk menyelamatkan industri otomotif AS dan memenuhi janji kepada pekerja di sektor tersebut.
Di era pemerintahan Joe Biden, Kongres AS telah meloloskan Undang-Undang Pengurangan Inflasi (IRA) yang menyediakan subsidi untuk pembelian mobil listrik. Undang-undang ini menyiapkan dana sebesar 370 miliar dolar AS untuk mendukung investasi di sektor energi bersih dan menciptakan lapangan kerja.
Dampak Kebijakan Trump pada UU Pengurangan Inflasi
Trump dan timnya bertekad untuk membatalkan Undang-Undang Pengurangan Inflasi, yang menjadi dasar insentif bagi kendaraan listrik. Pada hari pertama menjabat, Trump telah mencabut beberapa peraturan terkait legislasi tersebut.
Namun, Brigham McCown dari Hudson Institute menegaskan bahwa untuk membatalkan UU tersebut, Trump harus melalui Kongres. 'Donald Trump harus ke Kongres, meminta mereka untuk mencabut bagian dari UU Pengurangan Inflasi,' ujarnya.
Meski Partai Republik mendominasi DPR dan Senat, mereka tidak selalu sejalan. Banyak wilayah yang dikuasai Partai Republik justru mendapatkan manfaat dari UU tersebut. Sebagai contoh, negara bagian Nevada dan Wyoming menerima dana federal terbesar per kapita dari UU Pengurangan Inflasi, yang berkontribusi pada pendapatan negara bagian mereka.
Potensi Revisi dan Dampak pada Ekspor Nikel
Walaupun ada upaya untuk membatalkan UU Pengurangan Inflasi, Cullen Hendrix dari Peterson Institute memperkirakan kemungkinan revisi. 'Jika Anda meminta saya untuk memberi urutan, saya pikir jelas yang kemungkinan dipangkas dari Undang-Undang Pengurangan Inflasi adalah sisi subsidi konsumen,' ungkapnya. Insentif konsumen menjadi daya tarik utama bagi Indonesia untuk menjual nikelnya ke pasar Amerika.
UU Pengurangan Inflasi mengatur insentif pajak untuk pembelian mobil listrik dengan ketentuan bahwa sebagian komponen, termasuk nikel, harus dipasok dari Amerika atau mitra perdagangan bebas AS. Oleh karena itu, Indonesia berupaya mencapai Perjanjian Dagang Bebas Terbatas Mineral Kritis untuk mempermudah akses pasar.
Strategi Indonesia dalam Memasarkan Nikel
Putra Adhiguna dari Energy Shift Institute menilai bahwa meskipun subsidi dicabut, Indonesia tetap akan berusaha menjual nikelnya ke AS. Pasar Amerika tetap menjadi pasar kendaraan listrik terbesar kedua setelah China. 'Saya rasa Indonesia pasti akan tetap mencoba mendorong untuk bisa memasukkan produknya ke Amerika,' ujarnya.
Di sisi lain, beberapa perusahaan nikel di Indonesia berupaya untuk lebih ramah terhadap pasar Amerika dengan mengurangi kepemilikan saham dari perusahaan-perusahaan China. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan peluang Indonesia dalam menjalin kerjasama perdagangan dengan AS.
Faktor Lain yang Mempengaruhi Perdagangan Indonesia-AS
Namun, ada faktor lain yang dapat mempengaruhi hubungan perdagangan Indonesia dengan AS. Bergabungnya Indonesia ke BRICS dapat mengurangi kemungkinan terjadinya perjanjian perdagangan antara kedua negara. Cullen Hendrix menjelaskan bahwa hal ini dapat membuat AS kurang tertarik untuk bermitra dengan Indonesia, terutama mengingat pandangan pemerintahan Trump terhadap BRICS.
Trump bahkan telah mengancam untuk memberlakukan tarif bagi negara-negara yang tergabung dalam BRICS. Sementara itu, Marco Rubio, Menlu pilihan Trump, juga dikenal sebagai kritikus keras terhadap BRICS. Situasi ini menambah kompleksitas dalam upaya Indonesia untuk mengekspor nikel ke pasar AS.