Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Pemprov Jabar beberkan alasan harga daging ayam meroket

Pemprov Jabar beberkan alasan harga daging ayam meroket Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jabar Dewi Sartika. ©2018 Merdeka.com

Merdeka.com - Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jawa Barat Dewi Sartika mengatakan penguatan dolar AS terhadap rupiah membuat para peternak ayam berat dalam mengimpor pakan ayam. Ini lah yang menyebabkan harga daging ayam negeri dan telur merangkak naik di sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk Jabar.

"Pakan ayam kebanyakan kan impor.Tapi ternyata di input produksi ini, DOC (day old chicken)-nya juga memang sudah mahal," katanya saat ditemui Kantor Dinas Ketahanan Pangan Jabar, Jalan Dago, Kota Bandung, Jumat (13/7).

Penyebab lain yang melambungkan harga daging ayam adalah aturan yang melarang penggunaan antibiotik growth promotor (AGP) yang dicampur ke dalam pakan dengan alasan kesehatan. Sebelum adanya aturan itu, AGP menjadi andalan peternak dalam membantu pertumbuhan ayam.

Dengan begitu, secara tidak langsung peternak harus mengeluarkan biaya pakan tambahan agar mencapai bobot maksimal. "Yang tadinya untuk (bobot ayam) 1 kg itu perlu 1,5 kg pakan, sekarang menjadi 1,9 kg pakan. Itu sudah mengakibatkan tambahan biaya," ucapnya.

Untuk menyiasati larangan penggunaan AGP ke dalam pakan, dia berharap ada upaya dari kalangan akademisi untuk mencari pengganti antibiotik tersebut. "Jadi mengenai itu sekarang perguruan tinggi sedang melakukan penelitian-penelitian, misalnya diganti oleh enzim, herbal dan lain-lain. Mudah-mudahan ada percepatan untuk itu," jelasnya.

Faktor lain, adalah suhu udara yang rendah membuat peternak harus mengeluarkan biaya tambahan untuk bahan bakar penghangat kandang. Sejumlah penyebab tersebut, akhirnya membuat harga daging ayam di pasaran naik.

Seperti harga di peternak Rp 21.000 per kilogram, sekarang sudah Rp 24.000-Rp 25.000 per kilogram. Datang ke Bandung masuk broker di angka Rp 28.000-Rp20.000. "Sekarang dipotong, dibersihkan bulu-bulunya, dan lain-lain, jadi rata-rata angkanya di Rp 40.000 per kilogram," jelasnya.

Meski begitu, dia memastikan bahwa Jabar yang berkontribusi hingga 50 persen di pasar nasional itu tidak kekurangan stok. Permintaan pasar pun masih terkendali.

Sementara faktor yang membuat harga telur yang mengalami kenaikan hampir serupa dengan penyebab gading ayam. Perbedaannya, kata Dewi, Jabar bukanlah produsen telur karena telur-telur di Jabar banyak didatangkan dari Jawa Timur dan Jawa Tengah, seperti Blitar dan Boyolali.

Selain harga dari tempat asalnya yang sudah tinggi, naiknya harga telur juga diakibatkan adanya serangan penyakit terhadap ayam-ayam petelur di daerah-daerah tersebut yang mengganggu proses produksi telur. "Dari sananya sudah mahal, angkanya sudah Rp 25.000 per kilogram, masuk ke kita Rp 28.000 per kilogram, dan sebagainya," pungkasnya.

(mdk/azz)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP