Penyebab Perjanjian Kerjasama Perdagangan Indonesia-Uni Eropa Tak Kunjung Rampung
Diharapkan pembahasan ini bisa segera rampung sebelum beralih ke pemerintahan selanjutnya.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag), Djatmiko Bris Witjaksono mengungkapkan perundingan perjanjian kerja sama ekonomi Indonesia-Uni Eropa (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement/IEU-CEPA) masih belum menemukan titik tengah antara Indonesia dan Uni Eropa.
"Memang masih ada beberapa isu yang masih menjadi pending matters, kurang lebih seperti itu. Karena belum ketemu titik tengahnya," kata Djatmiko dalam konferensi pers, Rabu (25/9).
Djatmiko menyebutkan salah satu penghambatnya adalah regulasi deforestasi Uni Eropa/European Union Deforestation Regulation (EUDR).
Menurutnya, EUDR sangat penting bagi Indonesia. Bagi Uni Eropa, fokus utama mungkin adalah memastikan bahwa produk tidak berkontribusi pada deforestasi, meskipun ini juga menjadi perhatian banyak negara lain, tidak hanya Indonesia. Banyak negara di WTO memiliki kepentingan yang serupa dan menyuarakan kekhawatiran yang sama.
"Kalau buat Indonesia sangat penting (EUDR). Bagi UE mungkin yang lebih penting adalah memastikan, mungkin saya nggak tahu, saya nggak bisa bicara atas nama EU terkait produk-produk tersebut, tapi memang mereka punya concern dengan masalah deforestrasi. Meskipun ini menjadi isu banyak sekali pihak selain Indonesia," terang dia.
Lebih lanjut, pemerintah masih menunggu hasil apakah Indonesia dapat bergabung ke dalam IEU CEPA. Hal ini tergantung pada kesepakatan kedua belah pihak.
Pihaknya berharap perundingan ini akan membuahkan hasil sebelum akhir bulan atau sebelum pergantian pemerintahan, sudah ada perkembangan yang jelas. Meskipun banyak isu yang belum disepakati, kedua pihak berusaha mencari titik temu.