RI Kena Tarif Impor 32 Persen, Prabowo Didesak Tunjuk Dubes untuk AS yang Jago Diplomasi Ekonomi
Posisi Duta Besar RI untuk AS kosong sejak Juli 2023.

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyampaikan bahwa kebijakan tarif tambahan sebesar 32 persen dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap produk Indonesia adalah ancaman serius yang tidak boleh diabaikan.
Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Indef, Andry Satrio Nugroho menilai, pengenaan kebijakan tarif oleh Presiden Trump tersebut diakibatkan lemahnya kemampuan diplomasi Pemerintah Indonesia.
Mengingat, adanya kekosongan posisi Duta Besar RI untuk AS yang telah terjadi sejak Juli 2023, usai ditinggal Rosan Roeslani yang menjabat Menteri Investasi sekaligus CEO Danantara.
“Sudah hampir dua tahun kita tidak punya wakil di Washington, padahal AS mitra dagang kedua terbesar kita. Ini bukan sekadar kelalaian, tapi pengabaian terhadap kepentingan nasional,” kata Andry dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (4/3).
Andry menekankan bahwa jabatan Duta Besar di AS bukan tempat kompromi politik. Mengingat, AS merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia.
"Setiap hari tanpa perwakilan di AS adalah hari di mana posisi tawar kita melemah. Kita kehilangan momentum, kehilangan peluang, dan kehilangan kendali,” tegasnya.
Desak Prabowo Tunjuk Dubes Paham Diplomasi Ekonomi
Dia mendesak Presiden Prabowo agar segera menunjuk Duta Besar AS yang punya rekam jejak kuat di bidang perdagangan dan investasi, atau bukan hanya sekadar tokoh politik.
“Kita butuh sosok yang paham diplomasi ekonomi dan berpengalaman dalam lobi dagang. Ini bukan posisi simbolik—ini garis depan pertahanan perdagangan Indonesia,” ujarnya.
Andry mengingatkan bahwa dampak kebijakan tarif oleh Presiden Trump ini bukan hanya pada perdagangan, tetapi juga terhadap jutaan tenaga kerja.
Dia mencatat, dalam tiga tahun terakhir, sudah lebih dari 30 pabrik di sektor tekstil dan produk turunannya.
"Jika pemerintah terus diam, kita bukan hanya kehilangan pasar utama, tapi juga akan muncul badai PHK lanjutan yang jauh lebih besar,” tutupnya.