Rupiah Digital Masih Tahap Eksperimen Agar Tak Terkendala Jika Mati Listrik
Transaksi digital di Indonesia semakin pesat. Hal itu tercatat dalam laporan tahunan BI 2021.
Bank Indonesia hingga kini masuih melakukan eksperimen terhadap rupiah digital. Perlu diketahui, bahwa pengembangan rupiah digital merupakan bagian dari White Paper Proyek Garuda berupa desain level atas (high-level design). Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Ryan Rizaldy menyatakan, saat ini proyek mata uang digital masih dalam tahap uji coba. Uji coba tersebut mencakup proses penerbitan hingga pemusnahan mata uang digital.
"Saat ini status proyek garuda adalah eksperimentasi sama seperti The Fed (Bank Sentral AS) untuk cash ledger, itu simpelnya bagaimana proses penerbitannya, bagaimana kita uji coba rupiah digital berpindah dari satu tangan ke tangan lain, dia ditarik dan dimusnahkan, itu yang sudah kami selesai uji coba," kata Ryan dalam acara Pelatihan Wartawan, di Kawasan Nusa Dua, Bali, ditulis Minggu (25/8).
Ryan menambahkan, proses uji coba akan dilanjutkan dengan cara kerja mata uang Rupiah digital dengan distributed ledger atau blockchain. Uji coba tersebut bertujuan untuk menguji pemanfaatan mata uang digital apakah cocok jika menyerupai cara kerja blockchain.
"Tapi garis bawahnya dalam bentuk uji coba bukan seperti kami akan langsung terbitkan tapi ibaratnya dalam lab, kalau diterbitkan sementara teknologi yang terbitkan sebenarnya banyak, tapi yang sedang kami coba di sini kalau basisnya distributed ledger atau blockchain, kira-kira gimana cocok gak? dengan cara kerja bank sentral ini," beber dia.
Selain itu, proses uji coba mata uang digital juga mencakup sisi keamanan. Hal ini untuk mengantisipasi kejahatan digital yang kian marak.
"Sedang kami uji cobakan di securities ledger. jadi garis bawahnya uji coba sama seperti The Fed," ungkapnya.
Uang digital tak akan menggantikan uang kertas dan logam
Bank Indonesia pun memastikan keberadaan uang kertas maupun logam tetap tidak akan tergantikan meski nanti muncul uang digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC).
"CBDC di dalam implementasinya bisa dilakukan secara bertahap. Sekian persen 20 persen dari uang beredar, tidak full menggantikan, tetap uang kertas uang logam dan digital itu," kata Calon Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung, saat uji kepatutan dan kelayakan bersama Komisi XI DPR RI, Selasa (30/11).
Dia menegaskan, skema tersebut tentunya untuk mengurangi risiko, seperti gangguan pada sistem atau yang lebih buruk yakni mati listrik.
"Kalau semua serba digital akan menjadi risiko besar sehingga harus dilakukan, harus tetap ada uang kertas uang logam," ujar Juda.
Lebih lanjut, Juda mengungkapkan, transaksi digital di Indonesia semakin pesat. Hal itu tercatat dalam laporan tahunan BI 2021, di mana transaksi uang elektronik pada 2021 diperkirakan mencapai Rp40.000 triliun atau akan naik 41,2 persen secara tahunan, dan akan kembali tumbuh tinggi 16,3 persen secara tahunan hingga mencapai Rp 337 triliun pada 2022.