Sri Mulyani Tunjuk Suahasil Nazara Jadi Plh Dirjen Anggaran, Gantikan Isa Rachmatarwata yang Jadi Tersangka Jiwasraya
Isa Rachmatarwata ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi yang melibatkan PT Asuransi Jiwasraya.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, telah menunjuk Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, untuk mengisi sementara posisi Direktur Jenderal Anggaran yang ditinggalkan oleh Isa Rachmatarwata.
"Untuk pejabat sementara (Dirjen Keuangan) telah ditunjuk yaitu Wamen Keuangan Suahasil Nazara," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kementerian Keuangan, Demi Surjantoro, kepada Liputan6.com pada Rabu (12/2).
Penunjukan ini dilakukan setelah Isa Rachmatarwata ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi yang melibatkan PT Asuransi Jiwasraya. Sejak malam 7 Februari 2024, Isa telah ditahan oleh Kejaksaan Agung.
Diketahui bahwa Isa Rachmatarwata saat ini menjabat sebagai salah satu staf di bawah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan juga sebagai komisaris di sebuah perusahaan milik negara.
Komisaris Independen di PT Telkom Indonesia
Isa Rachmatarwata menjabat sebagai Komisaris Independen di PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, posisi yang dipegangnya sejak tahun 2021.
Berdasarkan informasi dari laman resmi perusahaan, Isa diangkat melalui Rapat Umum Pemegang Saham pada 28 Mei 2021. Isa lahir di Jombang pada 30 Desember 1966 dan menempuh pendidikan di Institut Teknologi Bandung pada jurusan Ilmu Pasti dan Alam, khususnya Matematika, dari tahun 1985 hingga 1990.
Dia kemudian melanjutkan studi di University of Waterloo, Kanada, dan meraih gelar Master Of Mathematics dengan spesialisasi Actuarial Science pada tahun 1994.
Karir Isa dimulai di Kementerian Keuangan, tepatnya di Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan dalam bagian direktorat Dana Pensiun pada tahun 1991.
Pada tahun 2006, ia menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, yang kini dikenal sebagai Otoritas Jasa Keuangan.
Pada tahun 2013, Isa ditunjuk sebagai Pegawai Diperbantukan di Badan Kebijakan Fiskal dan kemudian pada 27 November 2013, ia dilantik sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan untuk bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan serta Pasar Modal.
Selanjutnya, pada 3 Juli 2017, ia diangkat menjadi Direktur Jenderal Kekayaan Negara dan kemudian dipercaya untuk menjabat sebagai Direktur Jenderal Anggaran yang dilantik pada 12 Maret 2021.
Pelaku tindak pidana korupsi
Seperti yang telah diketahui, Kejaksaan Agung telah menetapkan Isa Rachmatarwata sebagai tersangka dalam skandal korupsi Jiwasraya.
Isa terlibat dalam kasus ini karena pengelolaan keuangan dan dana investasi Jiwasraya yang merugikan negara. Keterlibatannya tidak lepas dari posisinya sebagai Kepala Biro Asuransi di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) pada periode 2006 hingga 2012.
"Terhadap tersangka pada malam ini dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan di Rutan Salemba Cabang Kejagung," ungkap Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, dalam konferensi pers yang diadakan di Kantor Kejagung, Jakarta.
Respons Kemenkeu
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan tanggapan mengenai penetapan Isa Rachmatarwata sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Jiwasraya.
"Kami menghormati proses hukum yang sedang berjalan," ucap Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kemenkeu, Deni Surjantoro, saat diwawancarai oleh Liputan6.com pada Jumat (7/2).

Kasus korupsi Jiwasraya yang melibatkan Dirjen Anggaran Isa Rachmatarwata
Kejaksaan Agung telah mengumumkan penetapan Isa Rachmatarwata sebagai tersangka dalam kasus korupsi yang melibatkan PT Asuransi Jiwasraya.
Penahanan Isa oleh Kejagung resmi dilakukan pada malam hari tanggal 7 Februari 2025. Isa Rachmatarwata diduga terlibat dalam kasus ini saat menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) pada periode 2006 hingga 2012.
Harli Siregar, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, menjelaskan lebih lanjut mengenai keterlibatan Isa dalam praktik korupsi Jiwasraya. Salah satu poin penting adalah persetujuannya terhadap rencana perusahaan yang berujung pada kerugian besar bagi negara.
Pada masa itu, Jiwasraya mengalami kesulitan keuangan yang parah, bahkan dikategorikan bangkrut karena tingkat solvabilitas minimum atau risk based capital yang mencapai minus 580 persen.
Direksi Jiwasraya pada waktu itu, yaitu Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo Syahmirwan, juga terlibat dalam penyusunan rencana tersebut. Rencana ini mencakup peluncuran produk JS Saving Plan yang menawarkan imbal hasil tinggi, berkisar antara 9 hingga 13 persen.
Angka ini jelas jauh melebihi suku bunga rata-rata yang ditetapkan oleh Bank Indonesia saat itu, yaitu 7,50 hingga 8,75 persen. Isa Rachmatarwata, sebagai Kepala Biro Perasuransian di Bapepam-LK, diketahui terlibat dalam proses ini, karena setiap pemasaran produk Jiwasraya harus mendapatkan persetujuan dari Bapepam-LK.
"Setelah melalui beberapa pertemuan di Kantor Bapepam-LK antara PT AJS yang diwakili Terpidana Hendrisman Rahim, Terpidana Hary Prasetyo dan Terpidana Syahmirwan dengan Tersangka IR yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK, membahas tentang pemasaran produk JS Saving Plan," tutur Harli dalam konferensi pers, dikutip Sabtu (8/2/).

Isa Rachmatarwata mengeluarkan surat
Tersangka IR mengeluarkan surat yang menyatakan bahwa PT AJS memasarkan produk JS Saving Plan. Surat tersebut mencakup Surat Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK Nomor: S.10214/BL/2009 yang tertanggal 23 November 2009, mengenai Pencatatan Produk Asuransi Baru Super Jiwasraya Plan.
Selain itu, terdapat juga Surat Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK Nomor: S.1684/MK/10/2009 yang dikeluarkan pada tanggal yang sama, berisi tentang Pencatatan Perjanjian Kerjasama Pemasaran Produk Super Jiwasraya dengan PT ANZ Panin Bank.
"Padahal Tersangka IR tahu kondisi PT AJS saat itu dalam keadaan insolvensi," tegas Harli.
Secara keseluruhan, total premi yang diperoleh dari produk JS Saving Plan yang diterima oleh PT AJS selama periode 2014 hingga 2017 mencapai Rp47,8 triliun.
Dana tersebut kemudian dikelola oleh terpidana Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwan dalam bentuk investasi saham.
Namun, dalam proses pengelolaan tersebut, mereka tidak menerapkan prinsip tata kelola yang baik. Akibatnya, transaksi yang dilakukan menyebabkan penurunan nilai portofolio aset investasi saham dan reksadana, yang berujung pada kerugian yang dialami PT AJS.
