Cerita Duka Keluarga Penumpang dan Kru Pesawat Ethiopian Airlines
Merdeka.com - Sekitar 50 orang duduk dalam keheningan dan menegangkan di bawah tenda putih di luar rumah di pinggiran selatan ibukota Ethiopia, Addis Ababa.
Para perempuan berpakaian hitam sebagai tanda perkabungan, sementara para pria menggunakan pakaian berwarna putih.
Namun jeda itu tidak berlangsung lama. Seruan nyaring yang keras segera menembus udara, ketika para perempuan mulai histeris, menutupi wajah mereka dengan tangan. Di dekatnya, para lelaki itu menatap kosong ke lantai beton.
-
Siapa yang kehilangan keluarganya dalam kecelakaan maut? Baru-baru ini, media sosial dikejutkan dengan kabar tragis dari seorang remaja berusia 19 tahun, Abdur Rahman Amir Ruddin, yang harus kehilangan kedua orang tua dan keempat saudaranya akibat kecelakaan maut di Segamat, Malaysia.
-
Siapa saja yang tewas dalam kecelakaan helikopter? Presiden Ebrahim Raisi dan juga Menlu Iran dipastikan tewas dalam kecelakaan tersebut.
-
Siapa yang meninggal dalam kecelakaan itu? Di waktu yang bersamaan, tiba-tiba kendaraannya ditabrak sebuah mobil yang melaju kencang. Kendaraan yang ditumpangi satu keluarga itu kemudian terhempas beserta seluruh orang yang berada di dalam mobil.
-
Kapan kecelakaan pesawat terjadi? De Havilland Comet merupakan desain jet komersial awal yang memiliki jendela persegi. Namun, dalam waktu lima tahun setelah diperkenalkan, tiga Komet mengalami serangkaian kecelakaan tragis dan menewaskan semua penumpang di dalamnya. Melansir IFLScience & Daily Mail, Senin (13/5), setelah kecelakaan ketiga di 1954, penyelidikan menemukan bahwa retaknya kusen jendela menjadi penyebabnya.
-
Siapa yang naik helikopter? Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr dan istrinya menuai kritik di media sosial lantaran menggunakan helikopter untuk pergi menonton konser musik Coldplay di Philippine Arena, Manila.
-
Siapa yang mengalami kecelakaan? Chisa Anne stri dari vokalis band Repvblik Ruri Wantogia, membagikan kondisi terkini dari sang suami yang dikabarkan mengalami kecelakaan pada Jumat (6/9).
Kelompok pelayat di lingkungan kota Kaliti adalah kerabat dan teman Elisabeth Minwyelet, salah satu dari delapan kru pesawat Ethiopia Airlines yang tewas dalam kecelakaan pesawat pada Minggu (10/3) pagi.
Penerbangan ET 302, dalam perjalanan ke Nairobi, Kenya dari Addis Ababa, jatuh enam menit setelah lepas landas, menewaskan 157 orang di dalamnya.
Minwyelet (29) berencana pulang menemui anak dan suaminya pada Minggu malam. Dia baru menjadi ibu setahun terakhir.
"Dia adalah cinta dalam hidupku. Dia adalah ibu dari putraku yang berumur 10 bulan," kata suami Minwyelet, Bayih Demessie, matanya merah karena berhari-hari menangis tanpa henti, sebagaimana dilansir dari Aljazeera, Rabu (13/3).
Pasangan ini bertemu di sekolah dan telah bersama selama delapan tahun dan baru menikah sejak dua tahun lalu.
"Dia adalah perempuan terbaik yang pernah saya temukan," kata Demessie. "Dia mencintai putra kami dan tak sabar ingin bertemu dengannya malam itu," sesalnya.
Awalnya dia tak percaya istrinya ada di pesawat nahas itu. Demessie kemudian pergi ke Bandara Internasional Bole untuk istrinya - seperti yang telah mereka sepakati ketika istrinya berangkat kerja pada pagi hari itu.
"Saya akan melakukan apa saja untuk membawanya kembali kepada saya dan putra kami. Tidak ada yang bisa saya lakukan untuk membawanya kembali," kata dia.
Saat investigasi berlanjut, keluarga Minwyelet masih menunggu jenazahnya dari lokasi kecelakaan, yang penuh dengan puing-puing pesawat dan barang para korban.
Duka mendalam atas kecelakaan dahsyat itu dirasakan di setiap sudut kota ini, yang berpenduduk lebih dari 3 juta orang. Organisasi kemanusiaan, Catholic Relief Services (CRS) juga kehilangan empat karyawan dalam kecelakaan tersebut.
"Kami sangat terpukul," kata Kepala Operasi CRS Ethiopia, Felicity Loowe, sembari tersedu.
"Kami memikirkan nasib kolega kami dan kami merindukan mereka," lanjutnya.
Setidaknya dua staf - Genet Alemayehu dan Sara Chalachew - telah bekerja di CRS selama lebih dari sembilan tahun. Pada hari Minggu itu, mereka akan ke Nairobi, Kenya untuk pelatihan.
Di pintu masuk kantor CRS, bunga dan lilin telah diletakkan untuk mengenang para korban.
"Mereka sangat dihormati dan dihargai dalam organisasi. Mereka terkenal dan dicintai oleh semua orang. Mereka adalah individu yang sangat kuat, berdedikasi dan berkomitmen. Kami benar-benar akan merindukan mereka," tambah Loowe.
Sembilan belas staf PBB juga penumpang pesawat tersebut. Mereka menuju Nairobi untuk menghadiri konferensi lingkungan PBB. Ekta Adhikari (28), warga negara Nepal yang bekerja untuk Program Pangan Dunia (WFP) PBB yang berbasis di Roma, termasuk di antara mereka.
"Kami masih syok karena tragedi mendadak ini. Ekta adalah perempuan muda yang berdedikasi dan berbakat dan kami mengenalnya sebagai orang yang bersemangat dan antusias yang membawa kegembiraan ke kantor kami," kata Direktur WFP Nepal, Pippa Bradford.
"Kami bersama keluarganya, orang-orang terkasih dan teman-teman, berharap mereka kuat atas musibah dan kehilangan yang luar biasa ini," tambah Bradford.
Para korban kecelakaan berasal dari 35 negara dan termasuk turis, pelajar, ilmuwan, dan cendekiawan. Pius Adesanmi, seorang profesor kelahiran Nigeria dan penulis pemenang penghargaan, adalah satu dari 18 warga Kanada yang tewas. Suami dan ayah dua anak ini adalah salah satu inisiator di balik pendirian Institut Studi Afrika di Universitas Carlton, Ottawa.
"Dia bekerja tanpa lelah untuk membangun Institut Studi Afrika, untuk berbagi hasratnya yang tak terbatas pada sastra Afrika," kata Kepala Fakultas Seni dan Ilmu Sosial, Pauline Rankin.
Di Ethiopia, masyarakat penasaran dan terus mencari tahu penyebab kecelakaan tersebut. Semakin banyak negara dan operator, termasuk Ethiopian Airlines, telah menghentikan operasional pesawat Boeing 737 MAX.
Pada Selasa (12/3), Inggris melarang pesawat tersebut beroperasi wilayah udaranya. Otoritas Penerbangan Sipil Inggris mengatakan langkah itu diambil sebagai tindakan pencegahan. Kebijakan yang sama diikuti Jerman dan Prancis.
Tetapi bagi Bayih Demessie, kebijakan pelarangan itu tak berarti lagi.
"Tidak ada yang akan mengembalikan istriku. Tidak akan ada yang mengembalikan ibu anakku. Kehidupan kami tidak akan pernah sama lagi," pungkasnya.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Keduanya menjadi korban dalam kecelakaan maut KM58 Tol Cikampek
Baca SelengkapnyaKapolri soal Korban Kecelakaan KM 58: 7 laki, 5 Wanita, Keluarga di Bogor dan Ciamis
Baca SelengkapnyaKakak adik itu tewas saat menuju Kuningan, Jawa Barat, ditemani bibinya bernama Eva Daniawati
Baca SelengkapnyaSepuluh orang tewas dalam insiden mengerikan kecelakaan pesawat jet di Selangor Malaysia. Delapan penumpang di dalam pesawat dan dua orang di darat ikut tewas.
Baca SelengkapnyaProses evakuasi korban berlangsung dramatis akibat posisi mobil terhimpit badan kereta.
Baca SelengkapnyaUpdate Korban Kecelakaan KM 58: Tiga Identitas Terungkap Yakni Aisya Hasna, Najwa Ghefira dan Eva Daniawati
Baca SelengkapnyaSebuah kecelakaan maut terjadi sore kemarin di Malaysia ketika jet pribadi jatuh di jalan tol di pinggiran Kuala Lumpur.
Baca SelengkapnyaSebelum melakukan aksi yang bikin geger jagat maya itu, korban sempat beribadah di klenteng.
Baca SelengkapnyaSebelumnya mini bus elf bernopol N 7646 T itu tertabrak KA Probowangi di Kecamatan Klakah, Lumajang, pada Minggu (19/11/2023) malam.
Baca SelengkapnyaRizal tak menyangka ibunya Maria Anna (58) berpamitan pada keluarga untuk pergi selama-lamanya.
Baca SelengkapnyaKecelakaan tersebut menyebabkan empat pegawai Kereta Api Indonesia (KAI) meninggal dunia.
Baca SelengkapnyaKorban meninggal merupakan pasangan suami-istri, bernama Ida Bagus Eka Widya Cipta (40) dan Ida Ayu Putu Mutiari (38).
Baca Selengkapnya