Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Dikepung Media Sosial dan Otoritarian, Demokrasi di Ambang Keruntuhan

Dikepung Media Sosial dan Otoritarian, Demokrasi di Ambang Keruntuhan Bendara Taliban Selimuti Dinding Kedutaan Besar AS di Kabul. ©2021 AFP/Aamir QURESHI

Merdeka.com - Demokrasi tampaknya di ambang keruntuhan dan ini terjadi di mana-mana. Sejumlah pihak berpendapat kekuasaan negara yang tidak dibatasi lebih bermanfaat bagi rakyat biasa. Sementara itu, demokrasi dinilai terlalu riuh dan terpecah-pecah dalam mewujudkan tujuan baiknya.

Di Uni Eropa sendiri, ada tantangan nyata bagi demokrasi liberal. Negara-negara seperti Polandia dan Hungaria dianggap Uni Eropa tidak lagi menjadi negara demokrasi penuh melakukan "otokrasi elektoral".

Kemenangan demokrasi liberal yang digaungkan Francis Fukuyama setelah runtuhnya Uni Soviet bisa terdengar hampa hari ini dan sedang menghadapi ujian berat dari otokrasi mulai dari Rusia dan China sampai Turki, Brasil, dan negara Teluk yang kaya minyak.

Orang lain juga bertanya?

Menurut data V-Dem Institute yang memantau demokrasi, pada akhir 1990-an ada 72 negara dengan sistem demokrasi dan hanya tiga negara yang menjadi semakin otoriter. Tahun lalu, hanya 15 negara yang menjadi semakin demokratis, sedanhkan 33 lainnya cenderung menuju negara otoriter, seperti dikutip dari The New York Times, Kamis (29/9).

V-Dem menyampaikan, demokrasi liberal berada pada level terendah dalam 25 tahun, hanya meliputi 13 persen dari populasi dunia; "otokrasi tertutup" memerintah 26 persen manusia di dunia, dan "otokrasi elektoral" memerintah 44 persen populasi.

Amerika Serikat (AS) dan sekutu NATO-nya yang terlibat dalam membantu Ukraina melawan invasi Rusia, dianggap sebagai perjuangan melawan totalitarianisme demi terciptanya demokrasi. Belakangan, negara-negara demokrasi Barat, dalam upayanya mencari sumber energi untuk menggantikan minyak dan gas Rusia, harus bergandengan tangan dengan beberapa pemimpin paling otokratis di dunia.

Ketika Rusia dan China berusaha menggantikan atau bahkan menghancurkan tatanan internasional yang dibangun negara demokrasi pemenang Perang Dunia II, kontes geopolitik yang terpenting adalah bukan antara negara demokrasi liberal.

"Tapi antara supremasi hukum dan kekuasaan yang terkuat," kata editor kontributor di Financial Times, Philip Stephens, dalam esainya untuk Institut Montaigne.

Gianni Riotta, profesor tamu di Universitas Princeton mengatakan AS dan negara Barat lainnya saat ini telah kehilangan "soft power"-nya sebagai negara pendorong demokrasi karena sejumlah persoalan seperti dislokasi perekonomian, meningkatnya kesenjangan, dan kekalahan militer mereka di Irak dan Afghanistan.

"Upaya kita untuk mempromosikan demokrasi di Timur Tengah dan Afghanistan gagal," ujarnya.

Pejabat NATO di Afghanistan dan orang terakhir yang meninggalkan negara itu setelah Taliban berkuasa, Stefano Pontecorvo berpendapat, kegagalan di Irak merupakan pukulan lebih besar bagi pengaruh Amerika di dunia daripada kekalahan dalam Perang Vietnam, disusul oleh penarikan militer mereka dari Afghanistan, menandai gagalnya upaya selama 20 tahun lebih untuk membangun demokrasi, yang dampaknya sangat besar.

Di tengah perang, AS menggelontorkan anggaran USD3 miliar per tahun dan semua sia-sia. Menurut Pontecorvo, mengekspor demokrasi ini merupakan hal yang tidak wajar bagi negara-negara sasaran tersebut.

"Anda tidak dapat memaksakan nilai-nilai Anda - Anda harus menyesuaikannya dengan nilai-nilai negara tersebut," jelasnya.

Digitalisasi ruang politik

Terancamnya eksistensi demokrasi ini juga dipengaruhi digitalisasi ruang politik dan kebimbangan antara mana kebenaran dan kebohongan, menurut Menteri Perekonomian, Keuangan dan Industri, dan Kedaulatan Digital Prancis, Bruno Le Maire.

"Revolusi digital tidak hanya mengubah organisasi negara-negara dan masyarakat kita, tapi pikiran kita," ujarnya dalam sebuah wawancara.

Dia mengatakan, media sosial adalah "alam semesta mental yang berbeda" dan "tidak memiliki kebenaran tunggal," namun "inti demokrasi adalah perbedaan antara kebenaran dan kebohongan."

"Ini adalah pertanyaan politik utama hari ini, karena demokrasi liberal kita sangat dirusak oleh revolusi digital ini dan oleh individualisasi masyarakat," paparnya.

Bernard Spitz, seorang pengacara dan penasihat Medef, organisasi pengusaha terbesar di Prancis, sepakat bahwa globalisasi dan digitalisasi telah mengubah masyarakat demokratis, di mana ada dampak baik dan buruknya, termasuk memunculkan keraguan atas demokrasi.

Le Maira mengatakan, tantangan lainnya bagi demokrasi adalah generasi muda. Saat ini kaum muda paling peduli dengan perubahan iklim, yang mereka anggap eksistensial, dan kurang peduli dengan demokrasi liberal.

"Untuk generasi muda, iklim adalah masalah utama — kesadaran politik mereka berpusat pada perubahan iklim," ujarnya.

Mantan Menteri Luar Negeri Spanyol, Arancha Gonzales Laya mengatakan, demokrasi adalah kerja keras dan harus dipelihara setiap hari.

Sementara itu, Riotta mengatakan bahaya nyata saat ini bukan fasisme.

"Bahaya nyata adalah keletihan demokrasi," pungkasnya.

(mdk/pan)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Kenapa Selalu Ada Oligarki di Kekuasaan? Ini Pemicu dan Dampaknya
Kenapa Selalu Ada Oligarki di Kekuasaan? Ini Pemicu dan Dampaknya

KPU akan menggelar Pemilu dan Pilkada serentak pada tahun 2024. Pemilu presiden dan caleg digelar 14 Februari, sementara Pilkada dilaksanakan pada November.

Baca Selengkapnya
PDIP Jakarta Nilai Banyaknya Revisi UU Jadi Ciri Awal Pemerintahan Otoriter
PDIP Jakarta Nilai Banyaknya Revisi UU Jadi Ciri Awal Pemerintahan Otoriter

"Merubah banyak undang-undang sebelum berkuasa adalah ciri awal otoritarian di negara otoriter," kata Gilbert

Baca Selengkapnya
Pekerjaan Rumah Indonesia jelang Pemilu 2024
Pekerjaan Rumah Indonesia jelang Pemilu 2024

Kondisi demokrasi Indonesia menjadi sorotan di era Presiden Jokowi

Baca Selengkapnya
VIDEO: Tajam Dewan Guru Besar UI Kritik Era Jokowi
VIDEO: Tajam Dewan Guru Besar UI Kritik Era Jokowi "Negeri Hilang Kemudi Akibat Rebut Kuasa!"

Dewan guru besar Universitas Indonesia prihatin melihat kondisi bangsa saat ini seperti hilang kendali tatanan hukum hancur dan hilang etika bernegara.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Sindiran Tajam Hasto PDIP
VIDEO: Sindiran Tajam Hasto PDIP "Satu Keluarga Coba Hilangkan Demokrasi!"

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menilai Pemilu 2024 membuat demokrasi di Tanah Air mundur

Baca Selengkapnya
Hakim MK Arief Hidayat: Indonesia Tak Baik-Baik Saja, Sistem Bernegara Sudah Jauh dari Pembukaan UUD 1945
Hakim MK Arief Hidayat: Indonesia Tak Baik-Baik Saja, Sistem Bernegara Sudah Jauh dari Pembukaan UUD 1945

Hakim Konstitusi Arief Hidayat menilai, Indonesia tidak dalam kondisi yang baik-baik saja.

Baca Selengkapnya
Dinasti Politik Merupakan Suatu Anomali di Era Indonesia Modern
Dinasti Politik Merupakan Suatu Anomali di Era Indonesia Modern

Apakah partai politik saat ini benar-benar mewakili aspirasi rakyat dan sungguh-sungguh menjalankan aspirasi tersebut.

Baca Selengkapnya
Seruan Dewan Guru Besar UI: Kami Cemas Kegentingan ini Menghancurkan Masa Depan Bangsa
Seruan Dewan Guru Besar UI: Kami Cemas Kegentingan ini Menghancurkan Masa Depan Bangsa

Seruan Dewan Guru Besar UI: Kami Cemas Kegentingan ini Menghancurkan Masa Depan Bangsa

Baca Selengkapnya
Gerakan Petisi Selamatkan Demokrasi Meluas di Perguruan Tinggi, Airlangga: Itu Satu Dua Orang, Biasa Saja
Gerakan Petisi Selamatkan Demokrasi Meluas di Perguruan Tinggi, Airlangga: Itu Satu Dua Orang, Biasa Saja

Airlangga sebagai alumni UGM menganggap sikap tersebut sebagai pilihan sejumlah orang.

Baca Selengkapnya
TikTok Kuasai E-commerce Lokal, Istilah Hilirisasi Digital Dinilai Ambigu
TikTok Kuasai E-commerce Lokal, Istilah Hilirisasi Digital Dinilai Ambigu

Konsep hilirisasi digital dinilai tidak relevan dengan kenyataan di lapangan.

Baca Selengkapnya
Demokrasi Indonesia Dianggap Cuma Prosedural, Hasilkan Budaya Hukum yang Lemah
Demokrasi Indonesia Dianggap Cuma Prosedural, Hasilkan Budaya Hukum yang Lemah

Padahal, kata Titi, demokrasi sejatinya sistem nilai yang harus ditegakkan dengan prinsip kebebasan dan kesetaraan untuk semua.

Baca Selengkapnya
Demokrasi Apa yang Dipakai di Indonesia?  Ini Penjelasan Lengkapnya
Demokrasi Apa yang Dipakai di Indonesia? Ini Penjelasan Lengkapnya

Indonesia telah menerapkan empat jenis demokrasi menurut sejarah.

Baca Selengkapnya