Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kisah haru budak kapal ikan asal Myanmar sulit tinggalkan Indonesia

Kisah haru budak kapal ikan asal Myanmar sulit tinggalkan Indonesia Bing (18) korban perbudakan asal Myanmar. ©2015 Merdeka.com

Merdeka.com - Ditemui saat bersantai di pelabuhan Ambon, Maluku, pria yang dipanggil dengan sebutan Bing (18) ini menuturkan kisah pilunya menjadi budak kapal ikan berbendera Thailand. Dia dipaksa bekerja tanpa upah selama berbulan-bulan di kawasan Benjina, Kepulauan Aru, Maluku.

Bing tidak tahu dari siapa dia dilahirkan. Sejak kecil warga Myanmar ini hidup menggelandang di Thailand. Dia mencari sesuap nasi dengan cara mengemis di jalanan Negeri Gajah Putih. Bing yang tidak tahu harus ke mana lagi untuk mendapatkan penghidupan, akhirnya memilih menjadi penarik pukat harimau, dengan jam kerja yang panjang dan tanpa bayaran.

Kala itu usia Bing menginjak 12 tahun. Bing mulai yakin bila dia dilahirkan dari keturunan Myanmar, namun Kedutaan Besar Myanmar tidak dapat mengabulkan keyakinannya, lantaran tidak ada dokumen pendukung terkait hal itu, mulai dari nama yang tidak jelas, samapi alamat yang tidak diketahui.

"Saya tidak pernam memilki nama, Bing adalah nama yang diberikan oleh orang Thailand kepada saya. Banyak orang Thailand hafal dengan sosok saya lantaran saya sering mengemis," tutur Bing kepada Associated Press dalam bahasa Burma yang sudah dialih bahasakan, seperti dilansir dari laman Emirates247, Sabtu (19/9).

perbudakan nelayan di benjina

Saat disinggung mengenai kedua orangtuannya, Bing dengan sangat yakin mengatakan bila mereka adalah orang Burma.

"Saya tidak pernah tahu sosok seperti apa orangtua saya, saya banyak mendengar selentingan mereka adalah orang Burma, namun saya tidak pernah tahu siapa mereka," sambungnya dengan berkaca.

Ketika hidup di Thailand, Bing tinggal di Ranong, orang sekitar sangat tidak asing dengannya.

"Mereka sangat mengenal saya, karena saya adalah pengemis di daerah itu, dan saya harap mereka masih dapat mengenali saya," ucapnya.

Bing menceritakan bila bergabungnya dia dengan kapal penangkap ikan ilegal itu bukan tanpa sebab.

"Saya dibawa Kapten menuju kapal penagkap ikan, dia mengatakan akan memberikan pekerjaan yang layak, saya tidak pernah tahu bila akan berlayar ke Indonesia, ketika saya menyadarinya, saya memohon untuk kembali," cerita Bing.

Nahas bagi Bing, kapten menolak permintaannya, dan mengatakan bila Bing tidak mempunyai dokumen apapun dan sulit baginya untuk kembali ke Thailand atau Myanmar. Alhasil, pemuda ini tidak ikut rombongan nelayan asing sesama korban perbudakan lain yang dipulangkan pemerintah Indonesia April lalu.

"Saya tidak mempunyai surat apapun, bahkan akte kelahiran pun tidak, karena saya tidak mempunyai sosok orangtua, karenanya saya memilih menghabiskan seluruh waktu di kapal ikan ini, walau tidak pernah mendapat bayaran," ujarnya.

perbudakan nelayan di benjina

Terakhir Bing mengutarakan isi hatinya bila dia sangat ingin kembali ke tempat dimana dia tumbuh dan besar, mempunyai teman, entah itu Thailand atau Myanmar.

"Saya tidak ingin hidup sendiri, saya ingin kembali kepada teman-teman, walau saya tidak tahu apakah saya akan mendapatkannya atau tidak, namun yang saya inginkan saat ini adalah kembali, saya tidak tahu bagaiamana cara hidup di Indonesia, saya takut di sini sendiri," tutup Bing.

Sekadar mengingatkan, kasus perbudakan PT Pusaka Benjina Resources (PBR), yang dimiliki pengusaha Thailand, terungkap April 2015. Wartawan asal Amerika Serikat menghabiskan waktu nyaris setahun mengungkap praktik keji tersebut.

PT PBR mengolah ikan-ikan hasil tangkapannya di tengah laut dan disinyalir dilakukan secara ilegal. Produk ikan olahan itu kemudian didistribusikan ke supermarket-supermarket di negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Berita itu langsung diselidiki pemerintah Indonesia.

perbudakan nelayan di benjina

Direktur Jendral Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Asep Burhanudin menuturkan, berdasarkan hasil temuan di lapangan, ada sejumlah bukti yang mengarah adanya kasus penjualan manusia di PBR.

Para korban juga diketahui kebanyakan berumur 19 tahun sampai 20 tahun. "Kalau mereka datang empat sampai tiga tahun lalu, umur mereka masih 16 tahun tiba di sini," ujarnya.

Lebih parah lagi, lanjut dia, setelah dikumpulkan dan menandatangani kontrak, para korban diduga dibius sebelum dibawa ke Benjina. "Mereka dibius, tidak tahu bagaimana caranya, tapi menurut para korban pas bangun sudah di kapal itu," ungkapnya.

para budak itu dilarang sakit. "Kalau sakit mereka disetrum," kata Asep. (mdk/ard)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Gara-gara Mandor Kabur, Putra Asli Garut Kerja Bangunan di Bali Terlantar 'Makan ada yang Ngasih'
Gara-gara Mandor Kabur, Putra Asli Garut Kerja Bangunan di Bali Terlantar 'Makan ada yang Ngasih'

Sebuah video memperlihatkan pemuda Garut yang terlantar di Bali.

Baca Selengkapnya
Ingin Cari Gaji Besar di Malaysia, Dua Warga Banyuwangi Justru Pulang dalam Kondisi Depresi tanpa Sepeser Uang
Ingin Cari Gaji Besar di Malaysia, Dua Warga Banyuwangi Justru Pulang dalam Kondisi Depresi tanpa Sepeser Uang

Mereka diduga berangkat dengan cara ilegal dan menjadi korban perdagangan manusia.

Baca Selengkapnya
Belasan Warga Sukabumi jadi Korban TPPO di Myanmar, Diimingi Gaji Rp35 Juta/Bulan
Belasan Warga Sukabumi jadi Korban TPPO di Myanmar, Diimingi Gaji Rp35 Juta/Bulan

11 warga Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar

Baca Selengkapnya
Pelaut Ini Bongkar Kejanggalan Rohingya Bisa Berlayar Sendiri ke Indonesia, Dibawa Orang Lain?
Pelaut Ini Bongkar Kejanggalan Rohingya Bisa Berlayar Sendiri ke Indonesia, Dibawa Orang Lain?

Berikut video pelaut Indonesia yang membongkar kejanggalan pelayaran Rohingya ke Tanah Air.

Baca Selengkapnya
13 Warga Rohingya Kini 'Terdampar' di Jalanan Pekanbaru, Mengaku Ada yang Bawa Tapi Tak Tahu Siapa
13 Warga Rohingya Kini 'Terdampar' di Jalanan Pekanbaru, Mengaku Ada yang Bawa Tapi Tak Tahu Siapa

Mereka berangkat dari Bangladesh dan tiba di Pekanbaru Rabu (13/12) malam.

Baca Selengkapnya
⁠Ditangkap Dirjen KKP, ABK Malah Senang dan Berterima Kasih, Ini Alasannya
⁠Ditangkap Dirjen KKP, ABK Malah Senang dan Berterima Kasih, Ini Alasannya

Seorang ABK kapal asal Indonesia mengaku bahagia ketika kapal tempatnya bekerja ditangkap oleh KKP.

Baca Selengkapnya
Penyelundupan Pengungsi Rohingya ke Aceh, Polisi Tetapkan Dua Tersangka Baru
Penyelundupan Pengungsi Rohingya ke Aceh, Polisi Tetapkan Dua Tersangka Baru

Polisi menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan penyelundupan manusia etnis Rohingya ke Aceh. Dua tersangka itu berinisial MAH (22) dan HB (53).

Baca Selengkapnya
Polisi Bongkar Motif Etnis Rohingya ke Aceh, Bukan Mengungsi Tapi Cari Kerja
Polisi Bongkar Motif Etnis Rohingya ke Aceh, Bukan Mengungsi Tapi Cari Kerja

"Mereka punya tujuan untuk mencari pekerjaan di negara tujuan," kata Kapolresta Banda Aceh Kombes Fahmi

Baca Selengkapnya
Polisi Tangkap Kapal Pencuri Ikan Berbendera Malaysia di Selat Malaka Kepri
Polisi Tangkap Kapal Pencuri Ikan Berbendera Malaysia di Selat Malaka Kepri

"KIA berbendera Malaysia tersebut diamankan di perairan Selat Malaka Kepulauan Riau," kata Brigjen Trunoyudo

Baca Selengkapnya
WNI Jadi Korban TPPO di Myanmar, Ketua DPR: Keselamatan Harus Jadi Prioritas
WNI Jadi Korban TPPO di Myanmar, Ketua DPR: Keselamatan Harus Jadi Prioritas

Pemerintah diminta serius menangani kejahatan perdagangan orang karena kasus TPPO sudah seringkali berulang.

Baca Selengkapnya
Pengungsi Rohingya Jadi Tersangka Penyelundupan Manusia ke Aceh
Pengungsi Rohingya Jadi Tersangka Penyelundupan Manusia ke Aceh

Polresta Banda Aceh menetapkan seorang pengungsi etnis Rohingya, Muhammad Amin (35) sebagai tersangka penyelundupan manusia.

Baca Selengkapnya
'Ngemper' di Jalanan Pekanbaru, 13 Warga Rohingya Dibawa Polisi
'Ngemper' di Jalanan Pekanbaru, 13 Warga Rohingya Dibawa Polisi

13 warga Rohingya tersebut untuk dibawa ke tempat yang semestinya.

Baca Selengkapnya