Trump Mau Tarik Pasukan dari Afghanistan, Dialog Damai sama Taliban Terganggu?
Merdeka.com - Para mantan diplomat senior telah mengarahkan kebijakan AS terhadap Afghanistan mengatakan, keputusan Presiden AS Donald Trump menarik ribuan tentara dari negara itu menyulitkan upaya Duta Besar AS Zalmay Khalilzad untuk menengahi perjanjian gencatan senjata dengan Taliban.
Trump mengumumkan dia mempertimbangkan penarikan sekitar separuh dari 14 ribu pasukan AS dari Afghanistan, tidak lama setelah dia mengatakan pasukan AS akan mundur dari Suriah. Kedua keputusan itu mengejutkan banyak pihak, termasuk sebagian pejabat yang ditugaskan untuk mengawasi kebijakan luar negeri AS.
Seorang mantan diplomat AS, yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengatakan, kepada VOA bahwa Khalilzad perlu fleksibilitas terkait penarikan pasukan AS dari Afghanistan karena itu sejak lama merupakan permintaan Taliban.
-
Apa yang menjadi alasan pengunduran diri pejabat senior kemlu AS? Dia secara khusus mengutip laporan yang dirilis oleh Washington pada awal bulan ini yang membebaskan Tel Aviv dari tanggung jawab atas pelanggaran perangnya.
-
Siapa pejabat senior kemlu AS yang mengundurkan diri? Pada tanggal 28 Mei, Stacy Gilbert, yang menjabat sebagai Kepala Biro Kependudukan, Pengungsi, dan Migrasi di Kementerian Luar Negeri AS, menginformasikan kepada para staf mengenai pengunduran dirinya.
-
Mengapa pejabat senior kemlu AS mengundurkan diri? Seorang pejabat senior di Kementerian Luar Negeri AS mengundurkan diri sebagai tanggapan atas dukungan terus-menerus Washington terhadap perang genosida Israel di Gaza.
-
Siapa yang memimpin pasukan Amerika? Pasukan Amerika sendiri dipimpin oleh Mayor Jenderal William F. Dean, seorang veteran Perang Dunia II.
-
Siapa saja yang disebut Diplomat? Diplomat adalah orang yang diberikan tugas dan wewenang oleh negara atau lembaga antar pemerintah (PBB atau Uni Eropa) untuk melakukan diplomasi dengan satu atau lebih negara atau organisasi internasional.
-
Kenapa kapal perang AS diusir dari Teluk Aden? Militer Amerika Serikat (AS) memerintahkan kapal perang terkuat USS Dwight D. Eisenhower kembali ke AS setelah serangan kelompok Houthi Yaman di Teluk Aden.
"Yang problematik adalah langkah apapun yang mengindikasikan penarikan harus berdasarkan 'quid pro quo' dan terikat pada perjanjian gencatan senjata oleh Taliban, tapi kenyataannya tidak demikian," kata mantan pejabat AS itu, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Senin (31/12).
"Dan itu bisa berdampak pada militer serta kebijakan, belum lagi lingkaran pemerintah Afghanistan tidak menyukai situasi ini sedikit pun karena mereka merasa telah dijual oleh Dubes Khalilzad."
Duta Besar Richard Boucher, seorang mantan wakil menteri luar negeri AS urusan Asia Selatan dan Tengah, mengatakan kepada VOA, keputusan untuk menarik pasukan secara bertahap dari Afghanistan adalah keputusan politik dan bukan strategis.
Mantan Duta Besar AS Robin Raphel juga sepakat, dan menambahkan bahwa pengumuman itu menambah tekanan pada kedutaan AS di Afghanistan untuk menawarkan perjanjian yang tidak merugikan reputasi Amerika sebagai sekutu yang dapat diandalkan di kawasan itu.
"Jika tidak, ini akan mengirimkan pesan yang salah pada Taliban dan negara-negara tetangga seperti Pakistan, yang selalu meragukan keseriusan AS untuk tetap di Afghanistan," kata Raphel.
Keputusan Trump
Presiden Amerika Serikat Donald Trump sedang mempertimbangkan menarik pasukan AS dalam jumlah yang signifikan dari Afghanistan, demikian dikatakan pejabat senior pemerintah.
Pejabat itu mengatakan, sekitar 7.000 tentara kira-kira separuh dari total militer AS yang ada di Afghanistan bisa pulang dalam beberapa bulan mendatang, demikian seperti dikutip dari BBC, Jumat 21 Desember 2018.
Kloter pertama pasukan Amerika kemungkinan pulang paling cepat bulan depan, ujar pejabat-pejabat kepada kantor-kantor berita Amerika.
Saat ini terdapat 14 ribu tentara Amerika di Afghanistan. Misi mereka adalah melatih dan memberi masukan kepada pasukan Afghanistan untuk mengambil alih tanggung jawab keamanan di negara mereka sendiri.
AS telah berada di Afghanistan sejak 2001, tepat setelah serangan 11 September menjadikan kampanye militer mereka di sana sebagai perang terpanjang dalam sejarah Negeri Paman Sam.
Ketika Taliban, yang menguasai Afghanistan, menolak untuk menyerahkan pemimpin al-Qaeda Osama bin Laden yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu, Presiden AS saat itu, George W Bush melancarkan operasi militer untuk menemukan Bin Laden dan menyingkirkan Taliban dari kekuasaan.
Pasukan khusus AS akhirnya menemukan dan membunuh Bin Laden di Pakistan pada tahun 2011. Operasi tempur yang dipimpin Amerika di Afghanistan secara resmi berakhir pada tahun 2014.
Tetapi pada tahun-tahun sejak saat itu, kekuatan dan jangkauan kembali Taliban meningkat tajam dan pasukan AS tetap bertahan di Afghanistan dalam upaya untuk menstabilkan negara.
Pada September 2017, Trump mengumumkan bahwa AS akan mengirim 3.000 pasukan tambahan ke Afghanistan, yang merupakan pergeseran 180 derajat dari keputusan terbarunya.
Sebelumnya, Taliban menolak pembicaraan damai dengan pemerintah Afghanistan yang direncanakan digelar di Arab Saudi pada Januari 2019. Kelompok gerilyawan itu justru memilih bertemu dengan pejabat Amerika Serikat.
Dialog damai telah mereka mulai di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, awal Desember 2018 ini. Demikian seperti dikutip dari Channel News Asia, Senin (31/12).
Sumber: Liputan6.com
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pejabat-Pejabat Kemlu AS Mundur karena Kebijakan Joe Biden di Gaza
Baca SelengkapnyaSeorang tentara Amerika Serikat bernama Travis King masuk ke Korea Utara dengan sengaja dan tanpa izin.
Baca SelengkapnyaAgresi Israel di Jalur Gaza sejak Oktober telah menewaskan hampir 22.000 warga Palestina. AS merupakan salah satu pendukung utama Israel.
Baca SelengkapnyaIsrael Umumkan Bakal Tarik Mundur Ribuan Pasukan dari Gaza, Ternyata Ini Alasannya
Baca SelengkapnyaTrump sering kali menekankan prinsip "America First".
Baca SelengkapnyaPentagon meminta 2.000 pasukan bersiap untuk dikerahkan ke Timur Tengah untuk mendukung Israel.
Baca SelengkapnyaAksi berakhir pada pukul 10.00 WIB. Arus lalu lintas di sekitar lokasi berangsur normal.
Baca SelengkapnyaHubungan PM Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant retak akibat krisis kepercayaan.
Baca SelengkapnyaPentagon Perintahkan Ribuan Tentara Amerika Bersiap Perang di Gaza
Baca SelengkapnyaDana tersebut dari RUU tambahan senilai USD 14,1 miliar (sekitar Rp224,8 triliun) yang disetujui oleh Kongres pada April.
Baca SelengkapnyaMiliter Israel Diguncang Isu Pembangkangan, Sejumlah Pejabat Tinggi Mengundurkan diri
Baca SelengkapnyaPresiden AS, Joe Biden, berkunjung ke Israel pada Rabu, menyampaikan dukungannya pada PM Benjamin Netanyahu dalam perang melawan Hamas di Jalur Gaza.
Baca Selengkapnya