Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Yang Muda dan Berbahaya, Musuh Paling Ditakuti Junta Myanmar

Yang Muda dan Berbahaya, Musuh Paling Ditakuti Junta Myanmar Unjuk rasa anti-kudeta masih berlanjut di Myanmar selatan walaupun ada ancaman kekerasan dari milite. ©Al Jazeera (Supplied)

Merdeka.com - Sebelum militer merebut kekuasaan dari pemerintah sipil di Myanmar awal tahun lalu, kemudian berlanjut dengan membunuh serta menangkap ribuan orang yang memprotes kudeta, Hnin Si sangat menikmati hidupnya yang damai di kota Dawei.

Di hari-hari kerja, dia berangkat ke kantor. Di akhir pekan, dia jalan-jalan mengeksplorasi alam dengan sepedanya atau naik gunung bersama teman-temannya dan menyaksikan Laut Andaman dari atas.

Hari-hari indah itu pupus sudah.

Semakin hari, militer semakin gencar mengincar warga yang menentang kekuasaannya. Anak-anak muda juga menjadi sasaran, karena mereka ikut turun melakukan perlawanan. Beban yang ditanggung anak-anak muda Myanmar cukup berat, selain perekonomian negara yang hancur, mimpi mereka untuk menempuh pendidikan dan cita-cita telah pudar.

"Junta memperlakukan setiap anak muda itu sebagai musuh terburuk mereka," kata sekretaris Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), Ko Bo Kyi, dikutip dari Al Jazeera, Rabu (5/10).

AAPP mencatat lebih dari 900 orang berusia antara 16 dan 35 tahun dibunuh militer saat mereka terlibat dalam gerakan pro demokrasi dan lebih dari 2.800 orang kategori usia tersebut ditangkap.

"Anak muda seharusnya menjadi masa depan negara ini. Tapi kita melihat militer menangkap, menyiksa, dan membunuh mereka," imbuh Ko Bo Kyi.

"Ini menghancurkan negara kami dan masa depan masyarakat."

Hnin Si, yang berusia 20-an akhir, melakukan protes damai dan membuat halaman di Facebook untuk menggalang dana bagi pegawai negeri yang mogok kerja saat awal kudeta. Namun saat ini dia kesulitan keluar rumah maupun mengunggah status di media sosial.

Dia bersembunyi di rumah seorang temannya selama berhari-hari setelah mengetahui kawannya ditangkap karena memberikan bantuan kemanusiaan untuk para pengungsi yang kabur dari rumah mereka untuk menghindari pertempuran.

"Kami, anak-anak muda, merasa seperti terjebak di sini dan masa depan kami tanpa harapan," ujarnya.

Setelah kudeta pada Februari 2021, militer tidak segan membunuh mereka yang menentang kekuasaannya. Militer ingin memastikan tidak ada tempat yang aman untuk bersembunyi bagi para penentang kudeta. Militer dan polisi kerap menggerebek rumah-rumah mereka yang diduga ikut dalam kelompok perlawanan. Bahkan agar para penentangnya keluar dari persembunyian, militer mendatangi dan menangkap keluarga dan kawan-kawan yang bersangkutan. Menurut data AAPP, sejak kudeta, lebih dari 450 orang termasuk lansia dan anak-anak yang ditangkap.

Aparat juga kerap menilang orang di jalan dan menggeledah ponsel warga untuk mencari bukti bahwa mereka mendukung kelompok perlawanan. Sedikitnya tujuh orang ditembak mati karena berkendara melewati pos pemeriksaan.

Juru bicara Southern Monitor, kelompok peneliti di daerah Tanintharyi, mengatakan anak muda yang paling banyak terlibat dalam konflik bersenjata terbaru di daerah tersebut.

"Mereka juga kelompok yang paling terdampak," ujarnya kepada Al Jazeera.

Seperti hidup di neraka

Keadaan di Tanintharyi semakin buruk setelah Agustus lalu terjadi pertempuran antara kelompok perlawanan anti kudeta dan militer. Risiko tertembak dan ditangkap pasukan militer semakin besar.

Di pinggiran Taninthary, militer membakar rumah-rumah, menembakkan artileri ke rumah warga sipil dan di desa-desa yang mereka duduki, memaksa 23.000 orang melarikan diri, menurut data PBB. Southern Monitor melaporkan lebih dari 7.000 orang dari mereka yang melarikan diri belum bisa pulang ke rumah mereka.

Kendati militer telah membunuh lebih dari 2.000 orang dan menangkap 15.000 lebih mereka yang menentang kudeta, sejumlah kelompok tetap menggelar demonstrasi damai.

"Kami bahkan tetap demo pada masa-masa yang rumit, berbahaya ini," kata Raymond, pemimpin unjuk rasa di Launglone, Tanintharyi.

Sebelum kudeta, Raymond berencana kuliah di luar negeri. Sekarang, dia pindah dari tempat satu ke tempat lainnya untuk bersembunyi menghindari penangkapan.

"Hidup di Myanmar di bawah kediktatoran seperti hidup di neraka," cetus Raymond.

Banyak anak muda Myanmar yang bergabung dengan kelompok perlawanan bersenjata, salah satunya Thar (32). Thar melarikan diri dari Myeik ke daerah yang lebih aman pada Maret lalu, setelah empat truk militer mengepung kantornya di mana dia bekerja sebagai jurnalis.

Tidak bisa lagi bekerja di bidang jurnalisme karena kendala akses internet, Thar dilatih sebagai paramedis. April lalu, dia diterjunkan ke medan pertempuran dekat desanya.

"Saya mendengar ayah saya terbaring sakit, tapi saya tidak bisa menjenguknya. Saya sedih sekali, tapi saya menyemangati diri saya bahwa saya sedang melayani masyarakat untuk tujuan yang lebih besar," ujarnya.

Sejak saat itu, Thar dibuang keluarganya. Hal yang sama dilakukan ratusan keluarga sejak kudeta untuk menghindari pembalasan dari penguasa.

"Orang tua ingin saya ke Thailand di tempat kerabat saya, tapi saya tidak mau," ujarnya.

"Hanya jika kita berjuang kita bisa bebas dari perbudakan militer," pungkasnya.

(mdk/pan)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
FOTO: Perempuan-Perempuan Tangguh Mandalay Tak Gentar Perangi Junta Militer Myanmar
FOTO: Perempuan-Perempuan Tangguh Mandalay Tak Gentar Perangi Junta Militer Myanmar

Peran para wanita dibutuhkan dalam menambah personel untuk melawan junta militer Myanmar.

Baca Selengkapnya
Gaet Suara Gen Z untuk Ganjar-Mahfud, Organisasi Sayap PDIP Kenalkan Program 'Jaga Republik'
Gaet Suara Gen Z untuk Ganjar-Mahfud, Organisasi Sayap PDIP Kenalkan Program 'Jaga Republik'

Dalam kegiatan tersebut, para anak muda bisa saling tukar pikiran dan menyampaikan aspirasi mereka menjelang pelaksanaan Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya
Aksi Mahasiswa Aceh Usir Paksa Pengungsi Rohingya dari Tempat Penampungan Sementara
Aksi Mahasiswa Aceh Usir Paksa Pengungsi Rohingya dari Tempat Penampungan Sementara

Mahasiswa memaksa pengungsi naik ke truk yang telah disediakan. Semua barang milik pengungsi ikut diangkut

Baca Selengkapnya
Wapres Minta Anak Muda Waspada Kelompok Radikal: Ada Indikasi Peningkatan
Wapres Minta Anak Muda Waspada Kelompok Radikal: Ada Indikasi Peningkatan

Ma'ruf menduga kelompok ini menyasar anak muda karena masa depan bangsa ada di tangan mereka.

Baca Selengkapnya
Ganjar Sebut Banyak Pemuda Tidak Tertarik pada Partai Politik, Begini Respons Jaringan Aktivis 98
Ganjar Sebut Banyak Pemuda Tidak Tertarik pada Partai Politik, Begini Respons Jaringan Aktivis 98

Ganjar anak-anak muda saat ini lebih tertarik untuk memilih menjadi presiden dibandingkan masuk dalam partai politik.

Baca Selengkapnya
FOTO: Pejuang Houthi Bersarung dan Dibekali Senapan Mesin Siap Dikirim ke Medan Tempur Gaza untuk Lawan Israel
FOTO: Pejuang Houthi Bersarung dan Dibekali Senapan Mesin Siap Dikirim ke Medan Tempur Gaza untuk Lawan Israel

Pejuang yang baru direkrut menjadi bagian dari pasukan militer Houthi menyatakan siap berperang di Gaza.

Baca Selengkapnya
Gelar Kuliah Politik, BMI Minta Milenial dan Gen Z Waspada Radikalisme Jelang Pemilu 2024
Gelar Kuliah Politik, BMI Minta Milenial dan Gen Z Waspada Radikalisme Jelang Pemilu 2024

Milenial dan Gen Z menyumbang 56,45%, pada peta pemilih di Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya
Heboh Geng ‘Bajing Kids’ Pesta Miras hingga Malak di Bali, Polisi Panggil Orang Tua Pelajar
Heboh Geng ‘Bajing Kids’ Pesta Miras hingga Malak di Bali, Polisi Panggil Orang Tua Pelajar

Polisi menyebut, jumlah anak yang tergabung dalam kelompok Bajing Kids ini sekitar 41 orang.

Baca Selengkapnya
Kronologi Geng Motor XTC Kebut-kebutan di Kompleks Militer Bikin Geram TNI
Kronologi Geng Motor XTC Kebut-kebutan di Kompleks Militer Bikin Geram TNI

Saat diamankan anggota TNI itu ditemukan mereka membawa senjata tajam, minuman alkohol, dan atribut geng motor.

Baca Selengkapnya
18 September 1988: Pemberontakan 8888 di Myanmar Berakhir Setelah Kudeta Militer Berdarah
18 September 1988: Pemberontakan 8888 di Myanmar Berakhir Setelah Kudeta Militer Berdarah

Berakhirnya pemberontakan 8888 bukan hanya tragedi kemanusiaan, tetapi juga meninggalkan jejak kelam dalam sejarah Myanmar.

Baca Selengkapnya
Lagi Cari Musuh Mau Tawuran, 3 Remaja Malah Kejar-kejaran dengan Polisi
Lagi Cari Musuh Mau Tawuran, 3 Remaja Malah Kejar-kejaran dengan Polisi

Setelahnya para pelaku diserahkan ke Polsek Pademangan guna jalanin proses hukumnya.

Baca Selengkapnya
Riwayat Tawuran Pelajar di Jakarta yang Sudah Ada sejak 1960-an, Dulu Guru Juga Jadi Korban
Riwayat Tawuran Pelajar di Jakarta yang Sudah Ada sejak 1960-an, Dulu Guru Juga Jadi Korban

Biasanya tawuran antar pelajar terjadi di rute berangkat dan pulang sekolah.

Baca Selengkapnya