Yang Muda dan Berbahaya, Musuh Paling Ditakuti Junta Myanmar
Merdeka.com - Sebelum militer merebut kekuasaan dari pemerintah sipil di Myanmar awal tahun lalu, kemudian berlanjut dengan membunuh serta menangkap ribuan orang yang memprotes kudeta, Hnin Si sangat menikmati hidupnya yang damai di kota Dawei.
Di hari-hari kerja, dia berangkat ke kantor. Di akhir pekan, dia jalan-jalan mengeksplorasi alam dengan sepedanya atau naik gunung bersama teman-temannya dan menyaksikan Laut Andaman dari atas.
Hari-hari indah itu pupus sudah.
-
Siapa yang menjadi target serangan? Sebuah laporan baru yang diterbitkan menyatakan bahwa 1,46 miliar pengguna aktif iPhone di seluruh dunia menghadapi serangan siber yang ditujukan pada ID Apple mereka.
-
Siapa yang terlibat dalam kerusuhan ini? Pada saat itu Maroko adalah protektorat Prancis, dan komisaris Prancis untuk Oujda, René Brunel, menyalahkan kekerasan yang terjadi pada orang-orang Yahudi karena meninggalkan Oujda dan bersimpati dengan gerakan Zionis.
-
Siapa yang terlibat dalam perseteruan ini? Keputusan ini muncul sebagai bagian dari perseteruan panjangnya dengan mantan suaminya, Atalarik Syach.
-
Kenapa muda-mudi terjaring razia? Petugas juga memergoki pemuda bersama 2 orang wanita dalam satu kamar.
-
Apa yang membuat anak muda heran? 'Tunggu Pak, kembaliannya kok tujuh ribu, ini kelebihan Pak,' ucap pemuda tersebut keheranan.
-
Bagaimana cara Kim Jong-un mendorong anak-anak jadi revolusioner? Agar siap menjadi tentara, Kim meminta agar sekolah meningkatkan kegiatan murid-muridnya, seperti latihan menunggang kuda, latihan menembak, dan latihan berenang.
Semakin hari, militer semakin gencar mengincar warga yang menentang kekuasaannya. Anak-anak muda juga menjadi sasaran, karena mereka ikut turun melakukan perlawanan. Beban yang ditanggung anak-anak muda Myanmar cukup berat, selain perekonomian negara yang hancur, mimpi mereka untuk menempuh pendidikan dan cita-cita telah pudar.
"Junta memperlakukan setiap anak muda itu sebagai musuh terburuk mereka," kata sekretaris Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), Ko Bo Kyi, dikutip dari Al Jazeera, Rabu (5/10).
AAPP mencatat lebih dari 900 orang berusia antara 16 dan 35 tahun dibunuh militer saat mereka terlibat dalam gerakan pro demokrasi dan lebih dari 2.800 orang kategori usia tersebut ditangkap.
"Anak muda seharusnya menjadi masa depan negara ini. Tapi kita melihat militer menangkap, menyiksa, dan membunuh mereka," imbuh Ko Bo Kyi.
"Ini menghancurkan negara kami dan masa depan masyarakat."
Hnin Si, yang berusia 20-an akhir, melakukan protes damai dan membuat halaman di Facebook untuk menggalang dana bagi pegawai negeri yang mogok kerja saat awal kudeta. Namun saat ini dia kesulitan keluar rumah maupun mengunggah status di media sosial.
Dia bersembunyi di rumah seorang temannya selama berhari-hari setelah mengetahui kawannya ditangkap karena memberikan bantuan kemanusiaan untuk para pengungsi yang kabur dari rumah mereka untuk menghindari pertempuran.
"Kami, anak-anak muda, merasa seperti terjebak di sini dan masa depan kami tanpa harapan," ujarnya.
Setelah kudeta pada Februari 2021, militer tidak segan membunuh mereka yang menentang kekuasaannya. Militer ingin memastikan tidak ada tempat yang aman untuk bersembunyi bagi para penentang kudeta. Militer dan polisi kerap menggerebek rumah-rumah mereka yang diduga ikut dalam kelompok perlawanan. Bahkan agar para penentangnya keluar dari persembunyian, militer mendatangi dan menangkap keluarga dan kawan-kawan yang bersangkutan. Menurut data AAPP, sejak kudeta, lebih dari 450 orang termasuk lansia dan anak-anak yang ditangkap.
Aparat juga kerap menilang orang di jalan dan menggeledah ponsel warga untuk mencari bukti bahwa mereka mendukung kelompok perlawanan. Sedikitnya tujuh orang ditembak mati karena berkendara melewati pos pemeriksaan.
Juru bicara Southern Monitor, kelompok peneliti di daerah Tanintharyi, mengatakan anak muda yang paling banyak terlibat dalam konflik bersenjata terbaru di daerah tersebut.
"Mereka juga kelompok yang paling terdampak," ujarnya kepada Al Jazeera.
Seperti hidup di neraka
Keadaan di Tanintharyi semakin buruk setelah Agustus lalu terjadi pertempuran antara kelompok perlawanan anti kudeta dan militer. Risiko tertembak dan ditangkap pasukan militer semakin besar.
Di pinggiran Taninthary, militer membakar rumah-rumah, menembakkan artileri ke rumah warga sipil dan di desa-desa yang mereka duduki, memaksa 23.000 orang melarikan diri, menurut data PBB. Southern Monitor melaporkan lebih dari 7.000 orang dari mereka yang melarikan diri belum bisa pulang ke rumah mereka.
Kendati militer telah membunuh lebih dari 2.000 orang dan menangkap 15.000 lebih mereka yang menentang kudeta, sejumlah kelompok tetap menggelar demonstrasi damai.
"Kami bahkan tetap demo pada masa-masa yang rumit, berbahaya ini," kata Raymond, pemimpin unjuk rasa di Launglone, Tanintharyi.
Sebelum kudeta, Raymond berencana kuliah di luar negeri. Sekarang, dia pindah dari tempat satu ke tempat lainnya untuk bersembunyi menghindari penangkapan.
"Hidup di Myanmar di bawah kediktatoran seperti hidup di neraka," cetus Raymond.
Banyak anak muda Myanmar yang bergabung dengan kelompok perlawanan bersenjata, salah satunya Thar (32). Thar melarikan diri dari Myeik ke daerah yang lebih aman pada Maret lalu, setelah empat truk militer mengepung kantornya di mana dia bekerja sebagai jurnalis.
Tidak bisa lagi bekerja di bidang jurnalisme karena kendala akses internet, Thar dilatih sebagai paramedis. April lalu, dia diterjunkan ke medan pertempuran dekat desanya.
"Saya mendengar ayah saya terbaring sakit, tapi saya tidak bisa menjenguknya. Saya sedih sekali, tapi saya menyemangati diri saya bahwa saya sedang melayani masyarakat untuk tujuan yang lebih besar," ujarnya.
Sejak saat itu, Thar dibuang keluarganya. Hal yang sama dilakukan ratusan keluarga sejak kudeta untuk menghindari pembalasan dari penguasa.
"Orang tua ingin saya ke Thailand di tempat kerabat saya, tapi saya tidak mau," ujarnya.
"Hanya jika kita berjuang kita bisa bebas dari perbudakan militer," pungkasnya.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Peran para wanita dibutuhkan dalam menambah personel untuk melawan junta militer Myanmar.
Baca SelengkapnyaDalam kegiatan tersebut, para anak muda bisa saling tukar pikiran dan menyampaikan aspirasi mereka menjelang pelaksanaan Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaMahasiswa memaksa pengungsi naik ke truk yang telah disediakan. Semua barang milik pengungsi ikut diangkut
Baca SelengkapnyaMa'ruf menduga kelompok ini menyasar anak muda karena masa depan bangsa ada di tangan mereka.
Baca SelengkapnyaGanjar anak-anak muda saat ini lebih tertarik untuk memilih menjadi presiden dibandingkan masuk dalam partai politik.
Baca SelengkapnyaPejuang yang baru direkrut menjadi bagian dari pasukan militer Houthi menyatakan siap berperang di Gaza.
Baca SelengkapnyaMilenial dan Gen Z menyumbang 56,45%, pada peta pemilih di Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaPolisi menyebut, jumlah anak yang tergabung dalam kelompok Bajing Kids ini sekitar 41 orang.
Baca SelengkapnyaSaat diamankan anggota TNI itu ditemukan mereka membawa senjata tajam, minuman alkohol, dan atribut geng motor.
Baca SelengkapnyaBerakhirnya pemberontakan 8888 bukan hanya tragedi kemanusiaan, tetapi juga meninggalkan jejak kelam dalam sejarah Myanmar.
Baca SelengkapnyaSetelahnya para pelaku diserahkan ke Polsek Pademangan guna jalanin proses hukumnya.
Baca SelengkapnyaBiasanya tawuran antar pelajar terjadi di rute berangkat dan pulang sekolah.
Baca Selengkapnya