4 Fakta Warga Cikakak Hampir Setahun Ngungsi Akibat Tanah Bergerak, Pilih Tak Pulang
Merdeka.com - Sudah hampir satu tahun, sejumlah warga di Kampung Sukawayana, Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat memilih mengungsi akibat bencana pergerakan tanah yang melanda pemukimannya.
Sebelumnya bencana tersebut terjadi pada bulan Maret 2022 lalu, hingga menyebabkan sejumlah bangunan rusak dan tidak layak untuk ditinggali. Saat ini terdapat setidaknya enam kepala keluarga yang tetap ingin berada di pengungsian, dan tidak ingin kembali ke tempat tinggal sebelumnya.
"Ada enam kepala keluarga yang memilih mengungsi, baik ke rumah kerabatnya maupun mengontrak.” Kata Ketua RT 02/07, Desa Cikakak Bayu di Sukabumi pada Sabtu, (24/9) lalu, dikutip dari ANTARA.
-
Dimana warga terdampak kekeringan? BPBD Kabupaten Cilacap mencatat jumlah warga yang terdampak kekeringan di wilayah tersebut mencapai 9.153 jiwa dari 3.011 keluarga.
-
Siapa saja yang terdampak kekeringan di Jawa Tengah? Dampak musim kemarau yang perkepanjangan ini memukul ratusan jiwa warga Desa Garangan, Kecamatan Wonosamudro, Kabupaten Boyolali.
-
Kenapa warga di Sukamulya merasa takut? Diungkap Maska, jika warga sekitar saat ini mengalami kondisi ketakutan karena topografi tanah di sana yang merupakan perbukitan. Mereka khawatir jika bukit yang ada di Kampung Tengah akan longsor.
-
Mengapa warga Demak mengungsi? Tercatat puluhan ribu warga harus mengungsi akibat banjir itu. Mereka harus menyelamatkan diri ke tempat yang lebih aman karena rumah-rumah mereka terendam air.
-
Mengapa beberapa warga pindah dari Kampung Sibimo? Namun kemudian beberapa warga pindah karena ingin mendapatkan akses yang lebih baik.
-
Siapa yang menghuni pemukiman? Analisis genetik pada tulang manusia yang digali menunjukkan hubungan erat antara penduduk pemukiman ini dengan kelompok lain di China selatan dan Asia Tenggara.
Alami Trauma
Pergerakan Tanah di Sukabumi ©2021 YouTube Asep Has/Merdeka.com
Diungkapkan Bayu, faktor para penyintas bencana itu tidak ingin kembali ke tempat asal lantaran mengalami trauma. Para warga takut kejadian serupa terulang kembali.
Walaupun demikian, kata dia, kondisi bencana serupa belum terjadi lagi termasuk pasokan air sudah kembali pulih usai diperbaiki.
“Mereka belum berani pulang karena masih trauma dan takut bencana pergeseran tanah masih terjadi di Desa/Kecamatan Cikakak," katanya.
Tempat Tinggal Lama Memprihatinkan
Kemudian, di luar faktor trauma dan takut terulangnya bencana serupa, sejumlah warganya itu memilih bertahan di pengungsian lantaran kondisi rumah mereka memprihatinkan.
Setelah ditinggal hampir satu tahun, rumput-rumput liar memenuhi rumah. Sehingga memperparah kondisi tempat tinggal, yang juga sudah nyaris roboh.
Diakui Bayu, faktor ekonomi turut menjadi pertimbangan beberapa warganya itu tidak kembali pulang. Hal ini membuat mereka tidak memiliki uang untuk memperbaiki tempat tinggalnya secara layak.
Bantuan Tak Kunjung Datang
Terkini, para penyintas bencana alam tersebut juga alami kebingungan lantaran bantuan perbaikan rumah belum datang dari pemerintah setempat.
Untuk menyelesaikan kondisi ini, Bayu pun sudah mengirimkan surat permohonan perbaikan ke instansi terkait.
"Warga yang terdampak masih menunggu realisasi bantuan pasca-bencana pergeseran tanah. Kami pun sudah mengirimkan surat permohonan perbaikan rumah ke instansi terkait," ujarnya.
Membutuhkan Bantuan Perbaikan Rumah
Untuk saat ini, lanjut Bayu, dirinya bersama warga terus berharap ada perhatian dari pemerintah setempat terkait bantuan untuk perbaikan rumah. Karena saat ini kondisi para pengungsi mengalami kesulitan ekonomi.
Dihubungi terpisah, Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi, Yudha Sukmagara mengatakan jika pihaknya meminta kepada Pemkab Sukabumi untuk mempercepat proses pencairan biaya tak terduga (BTT) untuk bantuan kepada korban terdampak bencana.
Sebelumnya peristiwa itu terjadi pada tanggal 2 Maret 2022, malam usai terjadi hujan deras. Usai terjadi pergerakan tanah, warga langsung mengungsi ke rumah kerabat mereka yang aman, sehingga kondisi kampung sepi layaknya desa mati. (mdk/nrd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bangunan sekolah hingga deretan rumah-rumah warga kini terpaksa kosong hingga mulai termakan usia.
Baca SelengkapnyaJalan setapak, bangunan sekolah sampai lapangan bola kini berubah menjadi lautan.
Baca SelengkapnyaSebanyak 26 warga Kabupaten Luwu terpaksa jalan kaki 6 jam menuju ke pengungsian setelah desanya terisolasi akibat banjir dan longsor.
Baca SelengkapnyaWarga menyaksikan bekas tempat tinggal mereka dari tengah waduk.
Baca SelengkapnyaNamun tidak menutup kemungkinan akan diperpanjang ketika pergerakan tanah masih terjadi
Baca SelengkapnyaDari penelusuran yang dilakukan, permukiman ini ditinggalkan penduduknya karena terlalu sering terkena banjir besar.
Baca SelengkapnyaTidak ada lagi jalan setapak menuju desa. Semua tenggelam dalam rob.
Baca SelengkapnyaDitumbuhi semak belukar, warga mengaku hampir tiap malam membunuh ular.
Baca SelengkapnyaSaat musim hujan tiba, kampung itu benar-benar terisolir karena jalan ke sana terhalang aliran air sungai yang deras
Baca SelengkapnyaKondisi masyarakat setempat masih belum sejahtera karena belum teraliri listrik dengan baik. Kondisi ini diperparah dengan jalan yang berbatu dan berlumpur.
Baca SelengkapnyaSaat musim tanam tiba, para perantau itu pulang sebentar untuk menanam jagung dan selanjutnya pergi merantau lagi
Baca SelengkapnyaMenurut Samid, belasan tempat tinggal dan rumah kontrakan milik warganya itu rusak parah karena dampak dari pembangunan Tol Japek 2.
Baca Selengkapnya