Kisah Ibu Jenab, Ningrat Cianjur yang Rela Keliling Rumah Demi Kenalkan Pendidikan
Merdeka.com - Sosok ibu amat berperan sebagai pemberi ilmu pertama di lingkup keluarga. Ia bisa menurunkan bekal keilmuan bagi anak-anaknya dengan ketulusan hati, tanpa pamrih.
Konsep itu yang turut dibawa oleh seorang tokoh pendidikan perempuan asal Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, bernama Raden Siti DJenab Djatradidjaja atau biasa dipanggil Ibu Jenab (1890 - 1951).
Di masa penjajahan Belanda silam, Ibu Jenab banyak membantu kaum perempuan untuk mendapat akses pendidikan gratis. Bahkan sebagai keturunan ningrat, ia tak gengsi mendatangi satu per satu rumah guna mendampingi belajar agar lebih mandiri. Melansir berbagai sumber (22/12), berikut kisah inspiratifnya.
-
Apa contoh emansipasi perempuan yang memberikan akses pendidikan? Program akses pendidikan yang bebas dari diskriminasi gender. Ini dapat berupa pemberian beasiswa atau insentif kepada perempuan yang ingin melanjutkan pendidikan tinggi atau mencari peluang pendidikan yang setara.
-
Siapa yang memperjuangkan hak perempuan di Hindia Belanda? Bukan hanya sosok Raden Ajeng Kartini saja yang memperjuangkan hak perempuan di masa-masa Kolonialisme Belanda. Apabila ditelusuri lebih dalam, banyak perempuan lain dari luar daerah yang juga memperjuangkan hak serupa.Salah satu aktivis perempuan itu bernama Rangkajo Chailan Sjamsoe Datoek Toemenggoeng atau dikenal Rangkayo Khailan Syamsu.
-
Bagaimana anak pertama wanita belajar mandiri? Karena mereka adalah yang tertua di antara saudara-saudaranya, mereka biasanya memiliki lebih banyak tanggung jawab sejak usia dini.
-
Siapa yang berjuang untuk pendidikan di Indonesia? Melalui kerja keras dan pengorbanannya, maka ada banyak generasi yang berhasil terlepas dari kebodohan.
-
Apa jasa Raden Ajeng Kartini bagi Indonesia? Raden Ayu Adipati Kartini Djojoadhiningrat merupakan tokoh emansipasi perempuan di Indonesia. Namanya cukup populer, bahkan ada hari khusus yang diperingati tiap tahun untuk mengenang jasanya. Semasa hidupnya, ia banyak menulis soal pemikiran-pemikirannya terkait budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan.
-
Bagaimana Belanda merekrut pekerja perempuan dari India? Adapun syarat perekrutan pekerja perempuan yaitu mempunyai tubuh yang bagus dan usianya masih muda.
Pejuang Pendidikan Cianjur
©2021 geni.com/Merdeka.com
Dikutip dari geni.com, Ibu Jenab dilahirkan di keluarga yang menjunjung tinggi nilai pendidikan. Sang ayah yang bernama Raden Martadilaga, merupakan keturunan dari keluarga Patih Purwakarta, R Raden Dipamanggala dan R Martadilaga. Sedangkan sang ibu, Nyi Raden Siti Mariah, merupakan kerabat dari kalangan priyayi di Brebes, Jawa Tengah.
Kendati memiliki darah ningrat, ia tak gengsi mengajak kalangan perempuan yang berada di garis kemiskinan untuk maju bersama mengenyam pendidikan sehingga menghilangkan ketergantungan.
Semangatnya ini didasari keresahannya akan sistem pendidikan Belanda di akhir abad ke-19, yang saat itu hanya diperuntukkan bagi kaum laki-laki dan keluarga pribumi elit.
Menghapus Budaya Dapur, Sumur, Kasur lewat Pintu ke pintu
Saat itu Jenab merasa sadar, jika kaum perempuan yang baru lulus sekolah dasar banyak yang tak bisa bergerak akibat sistem pendidikan dan sosial yang dibuat oleh Belanda. Keadaan itu yang kemudian membuat para perempuan dan ibu rumah tangga hanya berkutat di ranah domestik (dapur, sumur dan kasur).
Atas keilmuan yang diperoleh Jenab semasa mengenyam ilmu di Sakola Istri milik Dewi Sartika dan Sakolah Kautamaan Istri milik Lasminingrat, ia berani mengajarkan Bahasa Sunda, Bahasa Melayu, Bahasa Belanda, Berhitung, Pendidikan Budi Pekerti.
Selain itu, turut diajarkan pendidikan praktis (praktek sehari-hari) yang dekat dengan kaum perempuan saat itu seperti membatik dan merenda.
Kerap Mendapat Cemoohan
Sekolah Ibu Jenab Kabupaten Cianjur, Jawa Barat ©2021 YouTube Info Cianjur/Merdeka.com
Saat awal mendirikan sekolah, Jenab banyak mendapat cemoohan dari kalangan ningrat di sana. Hal ini dirasa wajar, karena statusnya yang tinggi, namun banyak merangkul kalangan perempuan tak mampu di sudut-sudut Kabupaten Cianjur.
Namun sebagai guru sekaligus pimpinan, ia tak menanggapi hal itu dengan serius. Jenab pun terus teguh dan berusaha menerobos segala rintangan, sesuai misi yang dibawa sekolah bernama lain Meisjes Vervolg School itu.
Saat itu, Djenab banyak mendapat murid anak-anak gadis yang telah tamat Sekolah Dasar tiga tahun dan langsung masuk di kelas IV dengan murid awal sebanyak 27 orang. Tak jarang para siswanya itu banyak yang melanjutkan pendidikannya ke Van Deventer School di Bandung.
Wariskan Sekolah Pertama di Cianjur
Gerilya pendidikannya pun terus ia kembangkan hingga menjadi salah satu sekolah termahsyur di Tatar Parahyangan. Keberadaannya terus berlanjut hingga masuk zaman penjajahan Jepang.
Saat itu, sekolah milik Djenab berganti nama menjadi Sekolah Rakyat Gadis. Kemudian setelah proklamasi kemerdekaan namanya kembali diubah menjadi Sekolah Rakyat, dan lagi-lagi diganti menjadi Sekolah Dasar St. Jenab.
Saat ini, sekolah tersebut telah berkembang dan menjadi sekolah negeri di Cianjur. Namannya turut diubah menjadi Sekolah Dasar Ibu Jenab. Tercatat ada empat sekolah bernama Ibu Jenab yakni SD Negeri Ibu Jenab Satu, Dua, Tiga hingga Empat.
Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional
Dilansir dari ANTARA edisi 14 Februari 2018, pakar sejarah Jawa Barat Profesor Nina Herlina Lubis bersama Lutfi Yondri dari Dewan Cagar Budaya Jabar mengusulkan Raden Siti DJenab Djatradidjaja atau Raden Siti Jenab (Ibu Jenab) sebagai pahlawan nasional.
Menurut Nina, Ibu Jenab layak mendapat gelar tersebut lantaran usahanya memajukan kaum perempuan melalui pendidikan dan sekolah gratis. Usul ini kemudian diterima baik oleh Bupati (saat itu Wabup) Cianjur Herman Suherman dan sejumlah tokoh sejarah, budaya dan kesenian Cianjur
"Raden Siti Jenab merupakan seorang tokoh yang turut memperjuangkan pendidikan, terutama bagi kalangan perempuan" kata Nina. (mdk/nrd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Perempuan asal Jakarta Timur ini rela memberikan ilmunya secara cuma-cuma kepada anak-anak pemulung di wilayah TPU Pondok Kelapa.
Baca SelengkapnyaSeorang gadis asal pelosok Sukabumi, Jawa Barat sempat mencuri perhatian warganet di media sosial.
Baca SelengkapnyaSeorang tokoh intelektual, pendidik, penulis, dan tokoh pergerakan asal Minangkabau ini hidup di masa Hindia Belanda dan Orde Lama.
Baca SelengkapnyaTradisi Ngenger merupakan bentuk solidaritas yang dapat dilakukan oleh masyarakat Jawa untuk meningkatkan kualitas hidup keluarga dan masyarakat.
Baca SelengkapnyaKabarnya, julukan ini melekat karena teriakannya amat mengerikan dan bikin penjajah ketar-ketir.
Baca SelengkapnyaSebuah rumah di Kramat, Jakarta, dulunya menjadi tempat kamp tahanan orang-orang Belanda selama pendudukan Jepang
Baca SelengkapnyaDi Tanzania, Ibu Imakulati menjadi pendidik bagi anak-anak agar mereka bisa hidup mandiri.
Baca SelengkapnyaDewi Sartika, sosok emansipasi yang memiliki perjuangan hebat untuk kesetaraan perempuan.
Baca SelengkapnyaBerbagai tantangan hidup berhasil dilalui hingga ia mampu membahagiakan keluarganya.
Baca SelengkapnyaDengan mengenyam pendidikan tinggi, generasi muda akan mampu menghadapi tantangan ke depan melalui perbaikan sumber daya manusia (SDM).
Baca SelengkapnyaAlih-alih menerima tawaran kerja, wanita itu justru pilih kembali ke kampung halaman.
Baca SelengkapnyaGanjar Pranowo berkomitmen untuk menghadirkan sekolah gratis se-Indonesia untuk masyarakat yang kurang mampu.
Baca Selengkapnya