Mengenal Budaya Khataman Al-Qur'an Ala Masyarakat Betawi, Dulu Anak-Anak Diarak Keliling Kampung
Tradisi ini sudah jadi bagian dari masyarakat Betawi dan kini masuk kategori Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).
Tradisi ini sudah jadi bagian dari masyarakat Betawi dan kini masuk kategori Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).
Di tengah kesibukan dan hiruk pikuk dunia modern, budaya mengkhatamkan Al-Qur'an tetap
menjadi tradisi yang memperkaya rohani umat Islam. Ini yang masih terus dilestarikan oleh segenap
masyarakat Betawi, hingga menjadi warisan budaya orang tua zaman dulu beserta kearifan lokal
pengiringnya.
Tradisi yang juga dikenal dengan nama Tamat Qur'an ini populer di kalangan warga pinggiran Jakarta,
terutama yang masih kental dengan budaya Betawi. Biasanya, acara ini dirayakan oleh anak-anak
yang mampu menyelesaikan sebanyak 30 juz.
Yang menarik, anak-anak akan diarak keliling kampung sebagai ungkapan rasa bahagia sekaligus
menjadi motivasi bagi anak-anak lainnya agar bisa turut menyelesaikannya. Berikut selengkapnya.
Sejak kecil, anak-anak di Betawi memang dibiasakan untuk membaca Al-Qur'an. Orang tua mereka
sangat mendukung, termasuk siap mendatangkan Kong Aji atau ustaz ke rumah.
Seperti anak-anak kebanyakan, mereka tidak langsung membaca Al-Qur'an. Kong Aji akan
mengenalkan huruf Hijaiyah di Iqra.
“Tradisi Tamat Qur'an ini merupakan rasa syukur kepada Allah, karena seorang anak telah
merampungkan pembelajaran dasar membaca Al-Qur'an,” kata seorang guru ngaji di Kampung
Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara, mengutip Majalah Pemprov DKI Jakarta Jakita.
Prosesi Tamat Qur'an akan dilaksanakan ketika seorang anak telah rampung membaca sebanyak 30 juz. Kemudian anak-anak tersebut akan dikumpulkan di depan Kong Aji sebagai pengajar dan orang
tua.
Setelahnya, anak-anak kembali diminta untuk membaca beberapa surat atau ayat Al-Qur'an.
Kemudian mereka juga diminta membaca selawat serta akan diberi nasihat oleh Kong Aji.
Pembacaan ini merupakan ujian akhir, sebelum disahkan bahwa mereka benar-benar sudah
menyelesaikan bacaanAl-Qur'an dengan baik dan benar.
Biasanya acara ini diadakan setelah salat magrib. Anak-anak juga akan didoakan agar mereka bisa
mengamalkan ilmu yang dipelajari dari Al-Qur'an. Setelahnya, mereka akan dibawa keliling kampung
sekitar tempat tinggal.
Namun saat ini berkeliling kampung didampingi Kong Aji dan orang tua sudah tidak dilakukan, dan
hanya diramaikan dengan tetabuhan musik rebana dan puji-pujian. Setelahnya, acara ini ditutup
dengan makan bersama dan membagikan besek untuk anak-anak yang hadir.
Untuk tempatnya bisa diadakan di rumah seorang siswa TPA, musala atau masjid. Tergantung di
mana pembelajaran ngaji diadakan.
Selain sebagai perayaan karena anak-anak sudah mampu mengaji dengan baik, acara ini juga
dilangsungkan untuk menjalin tali silaturahmi. Para orang tua bisa saling bertemu dan bersalaman
setelah anaknya setelah khatam Al-Qur'an.
“Tamat Qur'an ini sejalan dengan nilai luhur Agama Islam. Maka selain mengucap syukur, acara ini
juga menjadi media bersilaturahmi dari para orang tua yang anaknya melaksanakan Tamat Al-Qur'an,” tambahnya.
Konsistensi yang masih dipertahankan oleh masyarakat Betawi ini membuat tradisi Tamat Qur'an
ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda (WTTB) oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,
Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
Budaya ketupat lepas jadi bukti rasa sayang orang tua ke anaknya.
Baca SelengkapnyaBiasanya, tradisi ini dilaksanakan ketika hari besar Islam yaitu Idulfitri, Maulid Nabi, dan juga Iduladha.
Baca SelengkapnyaSebelum masuk ke kampung Baduy, ada baiknya mengenal sekilas di Imah Saba Budaya
Baca SelengkapnyaBulan lalu, aktivis sayap kanan Belanda melakukan pembakaran Alquran.
Baca SelengkapnyaMustaka tua itu merupakan bentuk dari akulturasi budaya Hindu-Islam pada masanya
Baca SelengkapnyaTulak Bala, tradisi menolak bala dari bencana maupun wabah khas masyarakat pesisir Pantai Barat Aceh.
Baca SelengkapnyaTradisi Islam yang satu ini masih terus dilestarikan sampai sekarang dan sudah menjadi bagian dari kebanggaan masyarakat Padang Pariaman.
Baca SelengkapnyaDari tahap awal sampai akhir, tradisi ini melibatkan orang banyak alias dikerjakan secara bergotong-royong dan dilaksanakan dengan penuh suka cita.
Baca SelengkapnyaMasyarakat setempat menganggap sosoknya seperti "damar" atau lentera yang menerangi dalam gelap
Baca Selengkapnya