Pulang Tanpa Bawa Tabungan, Begini Cara Mantan PMI Asal Serang Rintis Jualan Olahan Bandeng hingga Raup Omzet Ratusan Juta Rupiah
Berbekal keyakinan kuat meski dengan modal yang minim, Midah kemudian membaca peluang untuk memulai usaha kuliner ini.
Berbekal keyakinan kuat meski dengan modal yang minim, Midah kemudian membaca peluang untuk memulai usaha kuliner ini.
Tak selamanya seorang pekerja migran Indonesia (PMI) bisa membawa pulang hasil jerih payahnya ke kampung halaman. Hal ini yang turut dirasakan oleh Midah Dahmalia. Perempuan asal Serang, Banten ini sempat beberapa tahun bekerja di Malaysia dan kembali ke kampung halamannya tanpa membawa tabungan pada 2001.
Namun, Midah tak patah semangat. Ia tak kecewa lantaran pendapatannya ia kirim seluruhnya untuk keluarga tercinta. Saat itu ia langsung putar otak, dan terpikir untuk menjadi pengusaha sate bandeng khas Banten.
Berbekal keyakinan kuat meski dengan modal yang minim, Midah kemudian membaca peluang untuk memulai usaha kuliner ini.
Siapa sangka, jerih payahnya justru membuahkan hasil karena bandengnya selalu ludes dicari wisatawan. Omzetnya kini sudah mencapai ratusan juta rupiah.
Berikut kisah inspiratif sosok Midah dari TKW jadi pengusaha bandeng bercuan besar di Kota Serang.
Sebelum tahun baru 2000, Midah berupaya membantu perekonomian keluarganya. Dirinya kemudian memilih menjadi pekerja migran di Malaysia.
Namun karena penghasilannya selama bekerja di Malaysia sangat dibutuhkan oleh keluarganya, Midah tidak bisa menyisihkan penghasilan. Dirinya kemudian memilih untuk kembali pulang ke kampung halamannya untuk berjualan bandeng yang merupakan kuliner khas Kota Serang.
“Tahun 2001 itu saya pulang, ketika itu bekerja di Malaysia untuk membantu perekonomian keluarga. Jadinya setiap bulan uangnya saya kirim, dan saya tidak memiliki tabungan,” katanya, mengutip program Berani Berubah di Youtube Fokus Indosiar.
Agar perekonomian keluarganya tetap berputar, Midah kemudian mencari berbagai peluang usaha. Suatu ketika, dirinya mendapat kabar tentang dibukanya Gerbang Tol Serang Timur.
Dirinya menganggap dibukanya jalur bebas hambatan ini akan membuka keran pariwisata yang masuk ke Kota Serang. Satu tahun kemudian, Midah mantap membuka usaha sate bandeng yang menjadi kuliner khas setempat.
“Tahun 2002 itu peresmian Gerbang Tol Serang Timur. Dari situ ada banyak wisatawan yang berkunjung ke Banten. Secara otomatis mereka mencari olahan bandeng khas Kota Serang baik untuk disantap maupun dijadikan oleh-oleh,” terangnya.
Berjualan sate bandeng bukan tanpa hambatan. Kala itu, dirinya masih memakai cara tradisional sehingga kesulitan saat produksi.
Namun lambat laun dirinya bisa memiliki mesin untuk menggiling daging bandeng, sehingga lebih halus. Proses produksi pun berjalan lancar hingga usahanya semakin berkembang.
“Waktu itu karena baru memulai saya masih memakai cara yang tradisional, dan belum memakai alat. Ini membuat produksinya serba terbatas, dari 5 sampai 10 kilogram saja,” katanya lagi.
Tekad Midah yang kuat, menjadi kunci keberhasilan usahanya. Ia juga memilih fokus di usaha bandeng tersebut, agar mendapat perhatian pasar.
Berkat keuletan ini usahanya berhasil. Angka produksi yang mulanya 5 sampai 10 kilogram, kini mencapai 100 kilogram per hari. Midah pun bisa mengantongi cuan hingga ratusan juta rupiah per bulan.
“Untuk saat ini kami sudah memproduksi minimal 100 kilogram per hari. Omzetnya saat ini rata-rata per bulan di angka Rp165 juta,” katanya.
Untuk harga jualnya sendiri, Midah membanderol harga bandengnya mulai dari Rp15 ribu sampai Rp40 ribu per ekor.
Dirinya juga memanfaatkan platform digital untuk menjual produk olahan bandengnya. Sehingga tidak hanya menjual secara offline.
“Berawal dari hal kecil, akhirnya bisa menginspirasi banyak orang. Intinya pantang menyerah, tetap berkarya dan berani berubah,” tambahnya.
Sumber Youtube Fokus Indosiar
Perjalanan hidup Kautsar tidak berjalan mulus. Sebagai anak ketujuh dari tujuh bersaudara, dia menyaksikan perjuangan orangtua-nya.
Baca SelengkapnyaDi masa-masa awal kerugian, Dwi Masih beranggapan bahwa kerugian tersebut merupakan risiko bisnis.
Baca SelengkapnyaDengan modal terbatas, Dicky merintis usaha martabak di pelataran rumahnya. Dia sempat ragu dan takut memulai usaha.
Baca SelengkapnyaUmmi Salamah mengungkapkan bahwa resep minuman rempah diperoleh dari ibu mertua yang berprofesi sebagai penjual jamu.
Baca SelengkapnyaSebelum bertani pepaya, ia telah berkali-kali gagal membangun usaha di bidang lain.
Baca SelengkapnyaSiapa sangka, dengan modal yang begitu minim pengusaha bisnis daun goreng ini bisa membeli 2 hunian mewah.
Baca SelengkapnyaMimin memberanikan diri menambah pengajuan modal lewat KUR BRI menjadi Rp500 juta dengan plafon 4 tahun.
Baca SelengkapnyaArdiyansyah atau yang akrab disapa Ardi, mulai merintis usaha kerajinan tangan dari kulit pada 2013 dengan bekal ilmu yang didapat saat kuliah.
Baca SelengkapnyaMenurutnya, kesuksesannya ini berkat doa dan restu dari orang tuanya.
Baca Selengkapnya