Kisah Pria Lulusan SMP Asal Kediri Sukses Jadi Peternak dan Petani, Punya 500 Sapi dan 300 Hektare Kebun Nanas
Ia berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi kurang mampu.
Ia berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi kurang mampu.
Muhammad Rofik, pria kelahiran Kediri, Jawa Timur, membuktikan bahwa kesuksesan tak hanya ditentukan oleh tingkat pendidikan. Menurut Rofik, semua orang memiliki peluang sukses, termasuk sosok yang hanya lulusan SMP seperti dirinya.
Rofik lahir dari keluarga dengan latar belakang ekonomi kurang mampu. Ayahnya bekerja sebagai pemanjat pohon kelapa.
Saat Rofik duduk di bangku SMP, sang ayah meninggal dunia akibat jatuh dari pohon. Ini menjadi momen terendah dalam hidup Rofik.
"Setelah bapak meninggal saya tidak bisa lanjut sekolah. Bahkan, (setelah meninggalnya bapak) ibu saya pernah jadi TKW," terang Rofik, dikutip dari YouTube PecahTelur, Selasa (23/4/2024).
Selain sang ibu, Rofik yang merupakan anak sulung juga turut berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan hidup. Setelah bapaknya meninggal, ia bekerja serabutan demi mendapatkan uang.
Bisnis pertama yang dirintis Rofik bergerak pada bidang properti. Saat itu, ia mendapatkan bantuan dari seorang pemilik toko material.
Pemilik toko material itu menyilakan Rofik membawa material bangunan yang dibutuhkan dan membayarnya belakangan.
"Sampai sekarang saya masih kerja sama dengan orang yang pertama kali membantu saya itu," jelas Rofik.
Kini, Rofik tidak hanya menjadi kontraktor perumahan. Ia juga memiliki sejumlah pabrik material bangunan di Kediri, mulai pabrik genteng, galvalum, hingga bata ringan. Adapun karyawannya merupakan para tetangga.
Selain punya bisnis di bidang properti, beberapa tahun lalu Rofik memulai usaha di bidang peternakan sapi. Bisnis ini dimulai usai ramai-ramai wabah PMK (penyakit mulut dan kuku pada hewan ternak).
"Peternakan ini saya buka karena beberapa tetangga datang minta pekerjaan ke saya. Sapi mereka mati kena wabah PMK. Akhirnya saya mencoba buka peternakan sapi karena kemampuan mereka di bidang tersebut," ungkap Rofik, dikutip dari YouTube PecahTelur.
Kini, Rofik memiliki sekitar 500 sapi, terdiri dari sapi ternak dan sapi perah. Sapi ternak dijual setiap empat bulan sekali. Sementara, susu sapi perah bisa dipanen dan dijual setiap hari.
Selain itu, limbah kotoran sapi juga dimanfaatkan Rofik menjadi pupuk. Semua kebutuhan pupuk untuk perkebunannya tercukupi oleh limbah sapi dari peternakan. Bahkan, masih ada sisa pupuk organik yang bisa dijual kepada petani lain.
Rofik mengintegrasikan peternakan sapi dengan bisnis pertaniannya. Kini, ia memiliki 300 hektare kebun nanas. Ia menanam nanas dengan cara bergantian agar masa panennya tidak bersamaan. Sekali panen, ia bisa menghasilkan nanas dari satu hektare kebun.
Selama ini Rofik menjalankan seluruh lini bisnisnya bersama sang adik.
"Kami enggak pernah bertengkar soal aset, soal keuntungan. Semua yang ada milik kami berdua. Kalau berbeda pendapat wajar, misalnya di bidang properti, menurut saya lokasi ini bagus, menurut adik saya kurang bagus," jelas Rofik, dikutip dari YouTube PecahTelur.
Rofik juga membeberkan peran besar sang ibu untuk kesuksesan bisnisnya. Sang ibu selalu mendukung dan mendoakan kedua anaknya dalam menjalankan bisnis apapun.
Rofik sengaja membuka bisnis peternakan untuk membantu perekonomian para warga sekitar.
Baca SelengkapnyaSelama menjalani kehidupan yang keras di Jakarta, Pak Beno belajar arti penting dari pantang menyerah.
Baca SelengkapnyaMK Tolak Gugatan Sengketa Pilpres, Para Pengusaha Beri Tanggapan Seperti Ini
Baca SelengkapnyaKorban meninggal setelah sepeda motor bermuatan logistik yang dikendarai menabrak trotoar.
Baca SelengkapnyaBerikut kisah seorang pria yang sempat di PHK namun kini hidupnya berubah total menjadi orang sukses.
Baca SelengkapnyaKisah hidup Adit, remaja yang putus sekolah demi cari uang untuk bantu perekonomian keluarga.
Baca SelengkapnyaKisah perjalanan pria meraih kesuksesan di perantauan.
Baca SelengkapnyaPria tersebut berinisiatif untuk melakukan patungan demi membantu salah seorang temannya yang sedang kesulitan ekonomi.
Baca SelengkapnyaMenurut mantan Wali Kota Semarang ini, saat peristiwa 1998, ekonomi Indonesia di tangan konglomerasi besar.
Baca Selengkapnya