Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Akal bulus kepala daerah rakus

Akal bulus kepala daerah rakus Ilustrasi Korupsi. ©2015 Merdeka.com

Merdeka.com - Lelaki ditunggu-tunggu itu akhirnya muncul Selasa (12/4) sore. Awak media sudah berjejal di tangga gedung kavling C1, Jalan H.R. Rasuna Said, Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan. Tempat Komisi Pemberantasan Korupsi beroperasi.

Pria itu muncul dari ruang dalam diiringi dua pengawal tahanan KPK. Dia adalah Ojang Sohandi. Bupati Subang itu dicokok lantaran menyuap penanganan perkara dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dia menyogok jaksa dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat supaya lolos dari perkara penyelewengan duit BPJS itu. Malah belakangan dia juga terlibat perkara pencucian uang bermuara dari fulus hasil gratifikasi. Sore itu, dengan mengenakan celana panjang coklat, warna khas pegawai negeri sipil, serta kaus hitam berbalut rompi tahanan KPK, Ojang masih mengumbar senyum.

Tak berapa lama, pada Agustus 2016, giliran Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam, ditetapkan menjadi tersangka kasus suap penerbitan izin lahan pertambangan. Dia adalah salah satu kepala daerah yang rekeningnya mencurigakan. Duitnya bertebaran mulai dari polisi asuransi dan di beberapa rekening. Fulus itu didapat dari perusahaan tambang. Laporan itu sudah disampaikan oleh Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan ke Kejaksaan Agung sekitar dua tahun lalu. Namun, Kejagung memutuskan tidak meneruskannya. Petunjuk itu pun disambar KPK.

Orang lain juga bertanya?

Bukan kali ini saja banyak kepala daerah masuk bui saat maupun setelah berkuasa. Sejak keran otonomi daerah dibuka, fenomena raja kecil dan dinasti kekuasaan di daerah perlahan muncul. Baik di wilayah sudah mapan maupun pemekaran.

Cengkeraman mereka amat kuat. Bahkan, budaya politik uang seolah menjadi lazim. Persekongkolan antara kekuasaan dan kepentingan bisnis lebih diutamakan, ketimbang kesejahteraan rakyat. Maka tak heran ketimpangan sosial dan kemiskinan seakan enggan pergi. Buat daerah kaya sumber daya alam, lingkungan diisap habis-habisan. Sisanya tinggal kerusakan hingga menyebabkan

Negara bukan tutup mata. KPK pada masa kepemimpinan Abraham Samad dan kawan-kawan pernah membeberkan penelitian tentang itu. Utamanya mereka menyoroti pengelolaan daerah kaya sumber daya alam. Baik dari potensi hutan, tambang, kelautan, energi, atau pengolahan keuangan. Menurut mereka, potensi keuangan negara banyak raib dalam sektor itu. Padahal, itu adalah tulang punggung pemasukan negara. Alhasil, keuntungan itu hanya beredar di antara penguasa, pengusaha, dan orang-orang dekatnya. Tak jarang para tokoh politik hendak maju Pilkada minta sokongan ke para cukong. Hasilnya tentu bisa ditebak. Mereka akan minta imbalan, sebab tak ada makan siang yang gratis.

Bahkan, beberapa kepala daerah itu sudah dipanggil buat mendengarkan paparan tentang kebobrokan di tubuh organisasi mereka pimpin itu. Namun, sepertinya mereka menganggap angin lalu.

Ketua PPATK, Muhammad Yusuf, dua tahun lalu sudah melansir ada 26 bupati mempunyai rekening mencurigakan, dengan jumlah mencapai Rp 1,38 triliun. Bahkan, ada 12 gubernur memiliki catatan transaksi mencurigakan hingga Rp 100 miliar. Jika dibandingkan dengan penghasilan mereka, tentu sulit diterima nalar. Hanya saja, laporan itu sempat mandek.

Yusuf juga membeberkan cara masing-masing para kepala daerah menyamarkan data keuangan. Tujuannya supaya tak terendus penegak hukum.

Contohnya, kata Yusuf, ada kepala daerah sengaja melakukan transaksi keuangan melalui perusahaan pribadi di bidang pertanian. Namun, aliran keluar-masuk fulus perusahaan mencurigakan, lantaran tidak mengikuti siklus masa panen dan masa jual. Setelah diusut, ternyata perusahaan itu fiktif. Sedangkan duit masuk ke rekening adalah dari jatah proyek pemerintah.

Ada lagi cara kepala daerah mengakali data pemasukan perusahaan dengan mengaku mendapat imbalan dari pihak swasta di luar negeri. Setelah diusut, perseroan itu tak pernah ada. Bahkan mereka kadang tak segan melibatkan keluarga buat mengecoh dan menyamarkan transaksi uang haram.

"Mereka menyimpan uang tak tanggung-tanggung. Dalam satu hari bisa ada transaksi ratusan juta di banyak bank berbeda," kata Yusuf.

Sistem pemilihan langsung memang membuka ruang luas praktik politik uang itu. Ujung-ujungnya kepala daerah harus berpikir mengembalikan modal kampanye. Namun logika itu tak seluruhnya benar. Sebab ada di antara mereka memang bermental tamak. Merengkuh kekuasaan maka memuluskan langkah mereka mengisi kocek. Para penegak hukum mestinya terdepan buat menguak praktik akal-akalan ini, tetapi bekerja terpadu. Sebab jika hanya berjalan masing-masing, maka bakal susah mencegah benih kepala daerah doyan rasuah.

(mdk/ary)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Jaksa Agung ke Kajari di Rakornas Sentul: Hati-hati Penanganan Korupsi Kepala Desa
Jaksa Agung ke Kajari di Rakornas Sentul: Hati-hati Penanganan Korupsi Kepala Desa

Karena saat menjabat, seorang kepala daerah mendadak akan mengelola uang hingga Rp1-2 miliar setiap tahun.

Baca Selengkapnya
Kasus-kasus Korupsi di Indonesia yang Tak Masuk di Akal, Benar-benar Kebangetan
Kasus-kasus Korupsi di Indonesia yang Tak Masuk di Akal, Benar-benar Kebangetan

Kasus Korupsi di Indonesia memang sudah banyak diungkap dalam kurun waktu yang panjang.

Baca Selengkapnya
Blak-blakan Kepala BPKP Bongkar 'Ladang Korupsi' Kepala Daerah, Berawal dari Rancangan Anggaran
Blak-blakan Kepala BPKP Bongkar 'Ladang Korupsi' Kepala Daerah, Berawal dari Rancangan Anggaran

Mengakali anggaran jadi modus yang kerap dilakoni para kepala daerah untuk 'melipat' anggaran negara.

Baca Selengkapnya
Tegas, Jaksa Agung Ancam Tindak Kajari Jika Tak Perbaiki Sistem Usai Usut Kasus Korupsi
Tegas, Jaksa Agung Ancam Tindak Kajari Jika Tak Perbaiki Sistem Usai Usut Kasus Korupsi

Peringatan itu disampaikan Burhanuddin dalam Rakornas Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di SICC, Bogor, Kamis (7/11).

Baca Selengkapnya
Kabareskrim Akui Masih Ada Polisi yang Punya Sifat Koruptif
Kabareskrim Akui Masih Ada Polisi yang Punya Sifat Koruptif

Wahyu mengklaim bakal menyelesaikan masalah polisi korupsi.

Baca Selengkapnya
Akui Masih Ada Anak Buah Bagi-Bagi Proyek, Jaksa Agung: Kita Mohon Maklum
Akui Masih Ada Anak Buah Bagi-Bagi Proyek, Jaksa Agung: Kita Mohon Maklum

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengakui masih ada anggotanya yang menyalahgunakan jabatan, khususnya bagi-bagi proyek yang dilakukan oknum jaksa.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Mahfud Bongkar Indonesia Darurat Mafia
VIDEO: Mahfud Bongkar Indonesia Darurat Mafia "Gila, Saya Ada Catatannya!"

Mafia mencengkram dan membuat aparat hukum berada di bawah kuasanya

Baca Selengkapnya
VIDEO: Mahfud Md Sebut Kelompok Oligarki Peng Peng, Lakukan Korupsi Paling Banyak
VIDEO: Mahfud Md Sebut Kelompok Oligarki Peng Peng, Lakukan Korupsi Paling Banyak

Menurut Mahfud, kelompok tersebut paling banyak korupsi di Indonesia.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Tito Depan Kepala Daerah, Banyak Wakil Senang Kalau Ketuanya Ditangkap
VIDEO: Tito Depan Kepala Daerah, Banyak Wakil Senang Kalau Ketuanya Ditangkap

Tito kemudian menyinggung ketika kepala daerah ditangkap korupsi, maka wakilnya akan senang.

Baca Selengkapnya
Ahok Sampai Heran Lihat Koruptor Harta Sudah Disita, Pas Bebas Lebih Kaya Naik Roll-Royce
Ahok Sampai Heran Lihat Koruptor Harta Sudah Disita, Pas Bebas Lebih Kaya Naik Roll-Royce

Saking lemahnya hukum, Ahok heran melihat bekas tahanan koruptor yang justru semakin kaya.

Baca Selengkapnya
VIDEO: AHY Kira Mafia Tanah Jeger Seram Bikin Pejabat Tak Berdaya, Pas Tahu Ternyata...
VIDEO: AHY Kira Mafia Tanah Jeger Seram Bikin Pejabat Tak Berdaya, Pas Tahu Ternyata...

AHY menyebut mafia tanah seperti komplotan yang memiliki jaringan dimana-mana

Baca Selengkapnya
Pj Wali Kota Pekanbaru Ditangkap, Eks Penyidik KPK Sebut OTT Efektif Tangkap Koruptor
Pj Wali Kota Pekanbaru Ditangkap, Eks Penyidik KPK Sebut OTT Efektif Tangkap Koruptor

Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa baru menjabat sekitar enam bulan di sana.

Baca Selengkapnya