2 Kali Ramadan Tanpa Tradisi Berbagi Bubur Samin di Solo
Merdeka.com - Tradisi unik berbuka puasa dengan bubur Banjar (Samin) di bulan Ramadan tidak ditemukan lagi di Masjid Darusslam, Jayengan, Solo. Tradisi berbagi bubur warga keturunan Banjar di Solo yang berlangsung lebih dari seabad itu kini tidak bisa dilakukan lantaran pandemi Covid-19.
"Dua tahun ini ditiadakan. Sebaiknya jangan membuat bubur Samin dulu, karena kerumunannya banyak sekali," ujar Takmir Masjid Darusalam, HM Rosyidi Mochdlor saat ditemui wartawan, Selasa (13/4).
Rosyidi menyebut, para waktu normal sebelum Covid-19, dalam sehari masyarakat yang datang untuk meminta bubur Samin bisa mencapai sedikitnya 500 orang. Hal tersebut tak mungkin dilakukan saat ini, saat kondisi pandemi masih berlangsung. Antrean warga selepas Ashar dikhawatirkan akan menimbulkan kerumunan.
-
Tradisi unik apa yang dilakukan di Masjid Saka Tunggal saat Ramadan? Salah satunya adalah tradisi mematikan lampu saat zikir setelah melaksanakan Salat Tarawih. Pada momen itu, lampu masjid dimatikan selama lima menit, setelah itu kembali dinyalakan.
-
Di mana tradisi Bubur Suro dilakukan? Masyarakat Jawa Barat memiliki tradisi yang disebut Bubur Suro.
-
Apa yang unik dari tradisi ramadan di Indonesia? 'Meski terbiasa melihat komunitas Muslim di Manila (Filipina), kemeriahan tradisi berpuasa lebih terasa ketika saya berada di Indonesia,' katanya, Jumat (5/4) mengutip ANTARA.
-
Siapa saja yang merasakan keunikan tradisi Ramadan di Indonesia? Sejumlah mahasiswa asing yang tengah belajar di Universitas Indonesia (UI) Depok, Jawa Barat, mengaku menikmati momen Ramadan tahun ini.
-
Apa kuliner khas Sumatera Utara yang populer saat Ramadan? Bubur pedas jadi salah satu sajian kuliner yang kerap diburu masyarakat Sumatra Utara ketika Ramadan saat buka puasa.
-
Di mana Tradisi Buka Luwur dilakukan? Pada Jumat siang (2/8), ratusan warga lereng Gunung Merbabu di Desa Candisari, Kecamatan Gladagsari, Boyolali, memadati pemakaman Ki Ageng Pantaran dan Syekh Maulana Ibrahim Maghribi.
"Tahun ini tidak membuat. Pokoknya sesuai aturan pemerintah jangan sampai berkerumun. Pembagian bubur Banjar Samin ini kan pasti berkerumun," katanya.
Banyaknya masyarakat yang datang, dikatakan Rosyidi, juga tidak memungkinkan untuk dilakukan dengan pengaturan jarak. Apalagi waktu pembagian sangat terbatas, yakni setelah Ashar hingga waktu berbuka tiba.
Meski tidak ada pembagian bubur Samin, takmir masjid tetap membagikan nasi bungkus dan takjil bagi jemaah salat Maghrib untuk berbuka puasa dan dibawa pulang.
Rosyidi menyebut, dalam sehari, takmir masjid menghabiskan 50 kilogram beras untuk membuat bubur Samin. Dari 50 kg beras tersebut bisa dibagikan untuk 1.200 warga. Satu porsi bubur ditambahkan daging dan lauk pauk lainnya.
"Yang 1.000 dibagikan, yang 200 untuk takjil di masjid, ditambahi kopi susu, kurma dan lauk pauk," katanya.
Menurut dia, hingga saat ini banyak warga yang menanyakan pembagian bubur Samin. Masyarakat yang datang, lanjut dia, bukan hanya warga Solo, namun juga dari Banjarnegara, Salatiga, Karanganyar, Kendal dan lainnya. Ia mengaku sudah memberitahukan hal tersebut kepada masyarakat melalui spanduk.
"Keistimewaan bubur Samin ya sebenernya sama saja, tapi kami pakai rempah-rempah," katanya.
Tradisi membuat bubur Samin, dikatakannya, dimulai sejak Masjid Darusalam didirikan. Yakni tahun 1911 oleh masyarakat asal Banjar yang merantau ke Solo untuk berdagang intan dan batu permata. Hingga kini mereka tetap meneruskan tradisi nenek moyangnya tersebut.
"Ini tradisi nenek moyang kita, membuat bubur Samin sebagai menu berbuka dan dibagikan gratis. Dalam sehari minimal kita habiskan 50 kilogram beras. Anggarannya dari bantuan masyarakat, sehari bisa mencapai Rp3 juta hingga Rp5 juta untuk membuat bubur dan minuman kopi susu," terang Rosyidi.
Sekilas, bubur Samin seperti layaknya bubur pada umumnya. Selain beras, komposisi bubur juga dicampur santan, aneka sayur dan rempah-rempah, susu, serta daging sapi. Aroma bubur semakin kental dengan campuran rempah-rempah serta minyak kapulaga Arab atau minyak samin.
Pembuatan bubur Samin dipusatkan di Masjid Darussalam, Jayengan. Proses memasak dimulai pukul 12.00 hingga 15.00 WIB selama sebulan penuh. Selepas salat Azhar atau sekitar pukul 16.00, ratusan warga pun berdatangan sambil membawa piring dan rantang untuk mengambil bubur.
Tradisi membuat dan berbuka dengan bubur Samin, kata Rosyidi, pertama kali dilakukan oleh Yusuf Solawat dan Akhri Zein. Tradisi tersebut terus berlanjut hingga Langgar Darusalam diperbaiki pada tahun 1930-an, tetapi masih sebatas untuk internal jamaah masjid.
Hingga Langgar Darusalam dibangun menjadi sebuah masjid pada tahun 1965, tradisi bubur Samin masih terbatas. Baru setelah tahun 1985, bubur Samin dikenalkan kepada masyarakat umum dengan membagi-bagikannya secara gratis selama bulan Ramadan.
"Rasanya sangat gurih, enak, segar dan hangat, karena menggunakan bumbu rempah-rempah. Sangat cocok jika dimakan untuk berbuka puasa," pungkas dia.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pada hari raya Lebaran, mereka tidak melaksanakan salat Idulfitri. Pelaksanaan salat mereka ganti dengan membersihkan makam leluhur.
Baca SelengkapnyaTradisi tersebut diwariskan secara turun temurun oleh warga setempat
Baca SelengkapnyaBerbagai menu takjil tradisional Banten ada di Pasar Lama Kota Serang.
Baca SelengkapnyaMenurut warga setempat, tradisi ini berguna untuk mengajak makan arwah leluhur di hari Lebaran.
Baca SelengkapnyaBukan hanya satu atau dua jenis makanan saja, akan tetapi setiap rumah menyajikan hampir puluhan jenis takjil.
Baca SelengkapnyaDalam menyambut bulan penuh berkah, masyarakat Pasaman Barat memiliki salah satu tradisi unik yang sudah diwariskan secara turun-temurun.
Baca SelengkapnyaDi balik keunikannya, penyajian makanan ini menyimpan makna filosofis
Baca SelengkapnyaMasjid yang konon sudah berusia lebih dari satu abad ini memiliki nuansa Melayu yang begitu kental serta tradisi unik.
Baca SelengkapnyaIntip tradisi sambut hari Maulid Nabi yang berlangsung di Pulau Sumatra setiap tahunnya.
Baca SelengkapnyaDesa tersebut berlokasi di Ohoibadar, Kabupaten Maluku Tenggara.
Baca SelengkapnyaPada akhir tahun 1960-an, menu gulai kambing itu sudah menjadi tradisi khas di Masjid Gedhe Kauman.
Baca SelengkapnyaSaat dzikir, mereka mematikan lampu masjid agar prosesi ibadah itu berjalan lebih khusyuk
Baca Selengkapnya