5 Pandangan majelis agama dan ormas soal kawin beda agama
Merdeka.com - Wacana kawin beda agama kembali mencuat ketika seorang mahasiswa dan empat orang alumni Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Secara spesifik, mereka meminta tafsir atas Pasal 2 ayat (1) UUP, sehingga tidak ada hambatan bagi siapapun untuk melakukan kawin beda agama. Pasal 2 ayat (1) UUP menyebutkan, “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”.
Anbar Jayadi, mahasiswa hukum yang dimaksud, bersama beberapa alumni, yakni Rangga Sujud, Varida Megawati, Damian Agata dan Lutfi Sahputra, meminta MK memberi tafsir sehingga menimbulkan kepastian hukum.
-
Apa itu pernikahan sesama jenis? Pernikahan sesama jenis telah menjadi topik yang kontroversial dalam beberapa tahun terakhir, dengan banyak orang berdebat tentang pernikahan sesama jenis dari berbagai sudut pandang.
-
Bagaimana cara menunaikan ibadah menikah? Tujuan menikah patut untuk diketahui setiap manusia, terlebih bagi mereka yang hendak mengikatkan janji suci dalam sebuah ikatan pernikahan. Dalam Agama Islam, tujuan menikah tercantum dalam sejumlah ayat suci hingga hadist riwayat.
-
Mengapa menikah dianggap ibadah? Dalam Agama Islam, tujuan menikah tercantum dalam sejumlah ayat suci hingga hadist riwayat. Hal tersebut lantaran pernikahan merupakan salah satu tahap kehidupan manusia yang turut disebut ibadah. Maka, tak jarang pernikahan disebutkan dalam ayat suci sebagai sesuatu ibadah yang sakral dan penting untuk dilakukan.
-
Bagaimana doa pernikahan menjaga agama? Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.
-
Apa saja rukun nikah dalam Islam? Menurut kesepakatan para ulama, berikut beberapa rukun nikah dalam Islam, antara lain: • Terdapat calon pengantin laki-laki dan perempuan yang tidak terhalang secara syar’i untuk menikah. • Calon pengantin perempuan harus memiliki wali nikah. • Pernikahan dihadiri dua orang saksi laki-laki sah tidaknya pernikahan. • Diucapkannya ijab dari pihak wali pengantin perempuan atau yang mewakilinya. • Diucapkannya kabul dari pengantin laki-laki atau yang mewakilinya.
-
Apa pengertian nikah menurut Islam? Sejatinya, pernikahan merupakan ikatan yang sakral dan halal antara seorang wanita dan laki-laki dengan adanya akad nikah sah. Sementara itu, akad nikah sendiri merupakan istilah yang merujuk pada perjanjian suci antara pihak mempelai wanita dan pria. Perjanjian tersebut tak lain bertujuan untuk mengikat komitmen dan kasih sayang di antara pasangan.
Dalam persidangannya, hakim konstitusi meminta sejumlah majelis agama dan ormas keagamaan untuk memberi pandangannya terkait kawin beda agama. Berikut pandangan-pandangan mereka:
PGI nilai larangan kawin beda agama langgar HAM
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menilai ketentuan yang melarang adanya perkawinan beda agama seperti tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).Majelis agama Kristen itu menganggap larangan tersebut telah mengabaikan hak seseorang untuk menikah dan berpotensi menimbulkan perilaku yang menyimpang dari moral seperti hidup bersama tanpa perkawinan."Banyak pasangan yang beda agama terjebak dalam situasi yang tidak mereka kehendaki yaitu tidak memiliki rasa moral seperti hidup bersama tanpa menikah," ujar anggota Komisi Hukum PGI Nikson Lalu.Hal itu dikatakan Nikson dalam sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (5/11). Dia menjadi ahli dalam sidang uji materi Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan yang dimohonkan oleh empat orang alumnus dan seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) ini.Nikson mengatakan ketentuan pasal dimaksud mengandung potensi hilangnya pengakuan atas pernikahan beda agama. Hal ini lantaran catatan sipil menolak untuk mencatatkan pernikahan pasangan beda agama."Pasal ini justru membuat potensi penyimpangan moral dan spiritual karena banyaknya catatan sipil menolak menikahkan mereka," ungkap dia.Selanjutnya, Nikson mengakui gereja bukan merupakan entitas yang berdiri sendiri, namun harus patuh pada peraturan negara. Meski demikian, hal itu bukan berarti gereja tidak diperbolehkan kritis terhadap kebijakan negara yang bersifat diskriminatif.Di samping itu, menurut Nikson, pasal dimaksud diberlakukan menggunakan interpretasi yang sempit. Hal itu berdampak pada munculnya sifat diskriminatif pada UU Perkawinan."Bahwa penerapan Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan telah menyimpang dari rasa keadilan, karena secara teologis orang yang berbeda agama pun tidak boleh dilarang untuk menikah," kata dia.Lebih lanjut, Nikson juga menganggap lembaga catatan sipil seharusnya hanya bertugas melakukan pencatatan atas terjadinya pernikahan. Tetapi, pada faktanya lembaga ini melampaui wewenangnya dengan menolak pencatatan pernikahan beda agama."Artinya lembaga ini telah mengintervensi keabsahan dari suatu perkawinan yang telah disahkan oleh agama," ungkap dia.
MUI: Pemohon kawin beda agama berpikir kolonial dan dangkal
Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara tegas menolak pencabutan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Hal ini lantaran pencabutan tersebut dapat membuka peluang bagi terjadinya perkawinan beda agama yang bertentangan dengan ajaran Islam.Terkait hal ini, Wakil Sekretaris Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pengurus MUI Luthfie Hakim menyatakan pemohon uji materi pasal tersebut berpikiran dangkal. Dia mendasarkan hal ini pada dalil diajukan oleh pemohon yang menyatakan ketiadaan pasal tersebut tidak akan menyebabkan hilangnya aspek religius dalam konstelasi hukum perkawinan di Indonesia."Cara pandang para pemohon tampak dangkal dan tumpul. Karena justru pada Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan itulah terletak aspek religius hukum perkawinan di Indonesia," ujar Luthfie dalam sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (5/11).Selain itu, Luthfie menerangkan pemohon seolah ingin mengajak masyarakat untuk kembali merujuk pada hukum yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda. Menurut dia, hal itu justru mengajak masyarakat untuk berpikir mundur."Para pemohon hadir dalam persidangan ini dengan maksud mengajak kita semua kembali pada cara pandang kolonialis Belanda," ungkap dia.Selanjutnya, Luthfie menjelaskan keinginan para pemohon agar ada pengesahan beda agama sama seperti pemberlakuan Rancangan Ordonansi Perkawinan pada tahun 1937 yang akan diberlakukan kepada orang-orang Indonesia yang beragama Islam, Hindu, Animis, dan timur asing.Lebih jauh, Luthfie menuding para pemohon tidak memiliki referensi yang cukup dalam mengajukan permohonan ini. Hal ini karena pemohon tidak memiliki pengetahuan bagaimana sulitnya UU Perkawinan ini dulu dibuat dan disahkan."Seandainya saja para pemohon uji materi membaca terlebih dahulu sejarah panjang perumusan Pasal 2 ayat (1), maka MUI meyakini para pemohon sebagai kaum terpelajar tentu tidak akan mengajukan permohonan yang seluruh posita permohonannya sudah menjadi bagian dari perdebatan panjang perumusan pasal yang diuji dalam persidangan ini," terangnya.
PBNU: Kawin beda agama jalan untuk ajak orang keluar agama asal
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) secara tegas menolak terjadinya perkawinan beda agama. Hal ini lantaran pernikahan beda agama merupakan salah satu jalan untuk mengajak seseorang keluar dari agama asalnya.Rais Syuriyah PBNU Ahmad Ishomuddin mengakui terdapat sebagian ulama yang membolehkan adanya pernikahan beda agama. Tetapi, hal itu dimaksudkan untuk menarik umat agama lain masuk ke dalam Islam. Atas dasar itulah pernikahan beda agama dilarang."Dengan beberapa alasan, kecil kemungkinan menarik wanita beragama Yahudi atau Nasrani masuk ke agama Islam, dan masih banyak cara lain untuk mengajak orang masuk ke agama Islam," ujar Ishomuddin dalam sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (5/11).Ishomuddin mengatakan terdapat alasan lain dari pelarangan tersebut. Menurut dia, masih banyak tersedianya wanita muslimah yang bisa dinikahi oleh pria muslim juga sebaliknya menjadi salah satu alasannya."Kemudian, bahwa perkawinan muslim dengan wanita kitabiah akan mengakibatkan mufadiah yang besar dalam kehidupan berkeluarga dan muncul akibat hukum lain yang pelik menyangkut masalah keimanan. anak, dan haram halalnya," ungkap dia.Lebih lanjut, Ishomuddin menerangkan ketentuan yang mengatur pernikahan harus dijalankan dalam agama yang sama sudah sesuai dengan ajaran Islam. Dengan demikian, terang dia, keberadaan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak perlu diubah."Maka pernikahan beda agama dinyatakan tidak bisa dilakukan secara Islam dan tidak bisa dicatatkan ke urusan agama. PBNU memohon kepada hakim MK untuk tidak mengabulkan tuntutan apapun oleh para pemohon" ungkap dia.
Walubi: Jika berjodoh, perkawinan beda agama tak bisa dihindari
Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) menyatakan perkawinan beda agama tidak dapat dihindari jika sejoli sudah berjodoh. Hal ini berdasar pada ajaran karma yang menyatakan perkawinan dapat terjadi karena jodoh masa lampau tanpa memandang latar belakang agama."Dalam analoginya, Buddha mengatakan sepasang manusia melangsungkan pernikahan karena adanya jodoh masa lampau, kuat sangat dalam," ujar Ketua Bidang Ajaran Walubi Suhadi Sendjaja dalam sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (5/11).Suhadi mengatakan, pernikahan merupakan peristiwa kemanusiaan yang berlangsung antar-manusia. Menurut dia, dalam hal ini nilai moral menjadi patokan utama.Namun demikian, terang Suhadi, agama Buddha juga tidak pernah memberikan aturan ketat terkait perilaku manusia. Ini karena ajaran Buddha memberikan kebebasan kepada umat manusia untuk menjalankan dharma tanpa harus berpindah agama."Sampai suatu ketika tiga kali datang Buddha mengatakan bahwa anda boleh saja mempraktikkan dharma, tetapi anda tetap harus mengatakan bahwa anda beragama yg sebelumnya itu. Buddha juga tidak menerima sumbangan dana dari yang bersangkutan," kata dia.Meski demikian, Suhadi menerangkan umat Buddha sendiri selalu patuh terhadap ketentuan pemerintah termasuk pada persoalan perkawinan. Menurut dia, Walubi berusaha agar perkawinan tetap berjalan dengan iman yang sama."Sebenarnya kita usahakan seiman, tetapi jika sampai terjadi ada yang beda ya kita upayakan agar pernikahan itu tetap berlangsung, karena ini bisa terjadi disebabkan ada jodoh karma yang kuat dan dalam," ungkap dia.
FPI: Gugatan Mahasiswa UI minta kawin beda agama ngawur!
Front Pembela Islam (FPI) mencibir upaya uji materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang dilakukan empat mahasiswa dan alumni Universitas Indonesia (UI). Bagi mereka, judicial review atas undang-undang tersebut super ngawur."Jika kita mengikuti pola fikir pemohon yang super ngawur maka bukan hanya norma agama yang ditabrak, melainkan tata cara atau adat istiadat pernikahan setiap suku-suku di Indonesia menjadi tidak berarti," kata Kuasa Hukum FPI, Mirza Zulkarnaen pada sidang pengujian UU Perkawinan di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa (14/10).Menurut Mirza, Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan memuat filosofis dengan meletakkan norma agama berdasarkan Ketuhanan di atas aturan negara, serta memberi kebebasan bagi setiap orang untuk beribadat sesuai dengan agamanya.Dia melanjutkan, aturan itu ditetapkan agar tidak terjadi pertentangan keabsahan perkawinan. Mengingat setiap agama memiliki norma dan aturan berbeda soal perkawinan. Jika dua orang ingin melangsungkan pernikahannya, maka diwajibkan memilih salah satu agama untuk pengesahan demi menjaga dan mengantisipasi terjadi pertentangan dan perselisihan antara umat beragama.Dengan teks Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan ini, keyakinan masing-masing orang yang melakukan pernikahan dijamin menurut agama dan kepercayaan sehingga pernikahan dapat dilakukan sesuai agama."Jika tidak ada Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan ini maka pernikahan cukup dengan perjanjian perdata biasa dan itu tidak dikenal di Indonesia sehingga dapat dikualisir pernikahan versi pemohon adalah kumpul kebo," tegas Mirza.FPI juga menilai kekeliruan sangat fatal dalam menafsirkan Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan oleh pemohon, yakni tidak menjamin hak setiap orang untuk memeluk agama dan menjalankan perkawinan. Mirza menegaskan, perkawinan hanya bisa dilakukan antara dua manusia berlainan jenis, yaitu pria dan wanita."Kecuali pemohon menafsirkan perkawinan hanya satu sehingga unsur setiap orang masih memungkinkan berpotensi dilanggar oleh Pasal 2 ayat (1), namun bukanlah perkawinan jika dilakukan oleh satu orang melainkan perbuatan masturbasi dan onani," kata Mirza di depan majelis hakim yang diketuai Hamdan Zoelva."Bahkan di negara yang paling sekuler sekalipun seperti Amerika Serikat pernikahan tetap dilakukan di Gereja dengan norma dan aturan gereja, dan negara hanya mencatat secara administrasi," tegas Mirza.Atas pertimbangan itu, FPI meminta MK menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Mirza khawatir jika MK mengabulkan permohonan pemohon akan memberikan jalan untuk mengabulkan pernikahan sejenis.Seperti diketahui, empat pemohon yakni Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud Widigda, Varida Megawati Simarmata, Anbar Jayadi dan Luthfi Sahputra mengajukan judicial review atas Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan. Pasal itu berbunyi "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu".Bagi mereka, aturan itu menyebabkan ketidakpastian hukum bagi yang akan melakukan perkawinan beda agama di Indonesia.
(mdk/ren)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Polemik pernikahan beda agama tengah menjadi isu hangat belakangan ini di Indonesia. Menanggapi hal itu, Iptu Benny memberikan mencerahan soal pernikahan beda a
Baca SelengkapnyaSecara umum mayoritas mazhab Islam menganggap bahwa pernikahan sesama jenis tidak diperbolehkan dalam Islam.
Baca SelengkapnyaUndangan pernikahan Islam tidak hanya berisi tanggal, lokasi, dan nama mempelai yang akan menikah, tapi juga biasa diisi dengan doa yang berasal dari Quran.
Baca SelengkapnyaMenag Usul KUA Jadi Tempat Nikah Umat Semua Agama, Ini Respons Komisi VIII DPR
Baca SelengkapnyaRencana tersebut harus dibarengi dengan regulasi dan sumber daya manusia (SDM) yang mempuni.
Baca SelengkapnyaBerikut kumpulan ucapan selamat menikah dari berbagai agama dan kalangan.
Baca SelengkapnyaMUI melarang umat Islam mengucapkan salam lintas agama
Baca SelengkapnyaArief mengingatka Indonesia memiliki ideologi Pancasila sehingga perkawinan sesama jenis tidak boleh dibairkan.
Baca SelengkapnyaBerikut kata-kata cinta beda agama yang menyentuh hati dan penuh kebijaksanaan.
Baca Selengkapnya"Kita ingin memberikan kemudahan. Masak enggak boleh memberikan kemudahan kepada semua warga negara?" kata Yaqut
Baca SelengkapnyaDalam Islam, terdapat kumpulan doa untuk pengantin, mulai dari pemberian selamat, ketika akad, hingga kehidupan setelah selesai pernikahannya.
Baca SelengkapnyaMerdeka.com merangkum informasi tentang cara memilih jodoh menurut Islam.
Baca Selengkapnya