Aneh tiba-tiba Kapolri keluarkan surat penindakan ujaran kebencian
Merdeka.com - Lahirnya surat edaran Kapolri Nomor SE/06/X/2015 tentang hate speech atau ujaran kebencian terus menuai pro kontra di masyarakat. Salah satu alasan surat ini ditolak, menghalangi kebebasan berekspresi dan rawan di salah tafsirkan hingga berpotensi terjadinya kriminalisasi terhadap gerakan sosial dan demokrasi.
Ketua Peradi Luhut Pangaribuan melihat, surat edaran berisi penindakan atas ujaran kebencian berpotensi menimbulkan kegaduhan dan kekhawatiran di masyarakat.
"Agak aneh secara tiba-tiba Polri menerbitkan surat itu. Ini akan menimbulkan pemikiran yang beda-beda di masyarakat dan menimbulkan kekhawatiran dan kegaduhan. Peradi sebagai organisasi profesi hukum mengimbau kepada Polri agar secara bijaksana mencabut surat edaran ujaran kebencian," kata Luhut dalam konferensi pers menyikapi Surat Edaran Kapolri tentang Ujaran Kebencian (Hate Speech) di kantor YLBHI, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (4/11).
-
Kenapa polisi tersebut mengancam warga? 'Kau belum tahu di keluarga aku banyak yang jadi polisi ye, kau belum tahu dengan aku ye,' kata pelaku mengancam korban.
-
Apa yang bikin warga resah? Momen teror suara ketuk puntu rumah yang terekam di kamera CCTV ini bikin warga sekitar resah.
-
Dimana kejadian polisi mengancam warga? Peristiwa itu terjadi di Palembang, Senin (18/12) pukul 11.30 WIB.
-
Bagaimana cara polisi tersebut mengancam warga? Dalam rekaman itu, pelaku mengenakan baju putih dan membawa sajam mencengkeram baju korban serta membentaknya.
-
Siapa yang mengancam warga? 'Setelah kami periksa secara maraton, kami tingkatkan ke penyidikan dan sudah ditetapkan sebagai tersangka,' ungkap Kasatreskrim Polrestabes Palembang AKBP Haris Dinzah, Selasa (19/12). Tersangka Bripka ED dijerat Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dengan ancaman paling lama satu tahun penjara.
-
Kenapa polisi mengancam keluarga buron? 'Ancaman itu sudah kami sampaikan ke keluarga agar turut membantu polisi menangkap para pelaku,' jelas Umi.
Menurut Luhut menuturkan, surat ini secara tidak langsung membuat masyarakat kehilangan daya kritis pada penguasa karena khawatir dianggap menebar kebencian. Surat tersebut juga bertentangan dengan peran polisi sebagai pelindung masyarakat.
"Surat ujaran kebencian menjadi kontroversi, kan tugas polisi mengayomi (beri perlindungan) kepada masyarakat. Ini malah bikin aturan yang mempersempit kebebasan berekspresi," sambung Luhut.
Dia menambahkan, keberadaan surat ini membuat masyarakat terus dibayangi ketakutan dan merasa gerak geriknya terus diintai polisi. Selain itu, lahirnya surat edaran ujaran kebencian secara fatal telah menodai pasal 310 dan 311 KUHP serta pasal 28 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.
"Polisi tugasnya memberikan rasa aman dan nyaman, jadi kalau masyarakat tiap hari kirim SMS, WhatsApp, jangan-jangan nanti dimata-matai polisi rahasia. Jadi itu yang harus diperhatikan juga oleh Polri."
Luhut berharap Kapolri berbesar hari dan mencabut kembali surat edaran terkait ujaran kebencian. Tujuannya agar tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
"Supaya ada rasa nyaman dan aman lebih bijaksana dicabut saja surat ujaran kebencian, sehingga tidak ada upaya menghalangi kebebasan bicara dan berpendapat," tutupnya.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Polisi juga tengah memberikan perlindungan kepada Komisioner KPU Jakut
Baca SelengkapnyaPimpinan dan penyidik KPK mendapatkan teror usai mengungkap kasus suap di Basarnas. Apa saja teror yang datang?
Baca SelengkapnyaPolisi menyelidiki dugaan kasus teror ke salah satu komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Jakarta Utara, Abie Maharullah Madugiri oleh orang tak dikenal.
Baca SelengkapnyaAnies Baswedan mengungkap masih ada masalah kebebasan berekspresi di Indonesia hari ini.
Baca SelengkapnyaKPK segera mengecek terkait dengan aduan dugaan seorang Jaksa KPK melakukan pemerasan terhadap saksi
Baca SelengkapnyaSAFEnet menilai revisi UU tersebut menjadi berpotensi terjadi penyalahgunaan kewenangan oleh kepolisian.
Baca SelengkapnyaViral video sejumlah orang berpakaian ormas Pemuda pancasila (PP) mendatangi rumah seorang warga di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.
Baca SelengkapnyaMenkominfo meyakinkan revisi UU jilid II, bukan untuk mengkriminalisasi masyarakat yang menyampaikan kritik dan pendapat.
Baca SelengkapnyaHal ini pasca aksi serentak mahasiswa di 899 Kampus
Baca SelengkapnyaDalam karangan bunga tertulis 'selamat atas keberhasilan anda memasuki pekarangan tetangga'. Tertulis pengirimnya adalah Tetangga.
Baca Selengkapnya