Asal usul nama Pertapaan Bancolono
Merdeka.com - Pertapaan Bancolono di Desa Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, dibangun oleh pemerintah daerah mulai 1989. Kendati demikian, lokasi dipercaya sebagai petilasan Raja Brawijaya V, konon sudah terkenal seantero negeri.
Tempat itu berada di perbatasan antara Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, dan Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Banyak para petinggi negeri ini, seperti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wiranto pernah singgah ke tempat itu. Presiden RI ke-2, Soeharto, saat masih menjabat bersama para pengikutnya pun sering melawat ke tempat itu. Demikian juga dengan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka datang pada hari pasaran, yakni malam Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon.
-
Siapa yang menjaga tradisi Batak? Desa ini adalah tempat di mana tradisi adat Batak masih dijaga dengan baik.
-
Bagaimana orang Malandang menjaga tradisi tersebut? Tak Boleh Ucapkan Kata 'Salam' Diungkap tokoh adat setempat, Komar, dilarangnya menyebut kata 'Salam' sebenarnya merupakan upaya untuk menjaga sopan santun dan rasa hormat terhadap sesepuh dusun yakni Raden Agus Salam.
-
Siapa yang menjaga tradisi ngaloloco? Salah seorang pengajar di Kampung Citorek sekaligus pelestari ngaloloco, Yadi Mulyadi mengatakan jika tradisi ini kondisinya sudah punah.
-
Siapa yang menjaga makam Pangeran Diponegoro? Menurut Gubernur DIY, Sri Sultan HB X, makam itu tidak perlu dipindah. Apalagi keberadaan makam tersebut dihargai dan dijaga oleh masyarakat Makassar. “Kalau saya tidak usah dipindah. Pangeran Diponegoro di sana juga dihargai masyarakat. Mereka juga menjaga makam itu“
-
Siapa yang mencari jejak leluhur di Klaten? Saskia Paiman, seorang warga negara Suriname, berkesempatan berkunjung ke tanah leluhurnya di Pulau Jawa.
-
Bagaimana jejak Tionghoa di Banyumas terjaga? Bangunan dinding dan atapnya kebanyakan terbuat dari bahan kayu jati. Salah satu kamar digunakan untuk tempat bermain musik.
Salah satu staf Desa Gondosuli, Amran Guaning Marjuki mengatakan, nama Bancolono diambil dari nama salah satu pengawal Raja Majapahit terakhir, Brawijaya V. Menurutnya ada beberapa orang yang mengawal Brawijaya V, saat melakukan meditasi di Gunung Lawu.
"Bancolono itu nama daerah di situ, juga nama salah satu pengawal Brawijaya V saat melakukan meditasi di sana. Para pengawal Brawijaya itu konon menurut para leluhur kita, menjelma menjadi burung. Para pendaki kalau melihat burung itu, bisa jadi penuntun arah agar tidak tersesat," kata Amran, saat ditemui merdeka.com di Balai Desa Gondosuli.
Bancolono, lanjut Amran, kemudian mempunyai dua anak laki-laki. Mereka diberi nama Gombak dan Kuncung. Konon, mereka hingga saat ini masih sering nampak dan menjaga pertapaan Bancolono.
"Mereka berdua katanya masih menjaga pertapaan. Para pengunjung kadang ada yang diweruhi (melihat) sosok mereka," ujar Amran.
Juru Kunci pertapaan Bancolono, Mbah Sarju (91) menambahkan, kemasyhuran pertapaan berada di ketinggian 1.300 meter di atas permukaan air laut itu, tak lepas dari adanya dua sendang atau sumber air. Yaitu Sendang Wedok (putri) dan Sendang Lanang (putra), atau kerap disebut Sendang Bancolono.
Sebelum melakukan pertapaan atau meditasi di Ruang Raden, warga atau siapapun harus terlebih dulu mensucikan diri dengan mandi di sendang, sesuai jenis kelamin masing-masing. Kedua sendang terletak di Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Sedangkan pertapaan hanya berjarak 20 meter, terletak di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
"Air Sendang Lanang dan Sendang Wedok itu diyakini pernah digunakan untuk minum dan mandi Prabu Brawijawa V dan keluarganya. Dinasti terakhir Raja Majapahit ketika melarikan diri di puncak Gunung Lawu sebelum muksa (mati tanpa meninggalkan jasad) pada abad XV. Air itu diyakini masih sakti dan bertuah hingga sekarang. Jadi kalau ada orang meditasi di Bancolono, pasti akan menyempatkan diri minum atau cuci muka atau mandi dengan air sendang," kata Mbah Sarju.
Pembangunan pertapaan tak hanya dilakukan oleh pemerintah. Orang-orang yang merasa terkabul permintaannya juga turut menyumbang. Mereka tidak hanya membangun tempat pertapaan, tetapi juga memperbaiki jalan setapak dari jalan raya menuju lokasi, dengan cara memberi paving. Setelah dibangun pada 1989, pertapaan direnovasi kembali pada 1996. Kemudian pada 2001, sejumlah orang yang pernah bertapa dan merasa terkabul permintaannya membangun kamar pertapaan lagi menjadi empat dan lebih permanen. (mdk/ary)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Di dalam petilasan ini terdapat sebuah batu besar yang digunakan sebagai tempat bertapa Panembahan Senopati
Baca SelengkapnyaDi kampung Laweyan banyak terdapat rumah-rumah kuno tempo dulu. Rumah-rumah itu merupakan milik para saudagar kaya di sana.
Baca SelengkapnyaSaat ini jejak keberadaan makam Belanda di Kampung Recosari hampir hilang tak bersisa
Baca SelengkapnyaDi puncak Bukit Botorono, terdapat dua batu yang dikeramatkan penduduk setempat. Sebelum sampai di bukit, pengunjung dianjurkan untuk mengucapkan salam.
Baca SelengkapnyaBukit ini memiliki pertautan erat dengan sejumlah tokoh pada era Kerajaan Kadiri.
Baca SelengkapnyaSyawalan itu digelar di puncak bukit. Puluhan ribu warga hadir dalam acara itu
Baca SelengkapnyaHingga kini, masih banyak orang yang melakukan pertapaan di sana.
Baca SelengkapnyaCandi Banyunibo merupakan sebuah candi bercorak Buddha. Candi ini pertama kali ditemukan pada tahun 1940 dalam keadaan hancur lebur.
Baca SelengkapnyaSitus itu diduga menjadi jalur masuk atau pintu gerbang penyebaran agama Hindu di Jawa Tengah.
Baca SelengkapnyaTempat ini menjadi bukti warisan peninggalan sejarah kolonial berupa 'jabatan' yang pada saat itu cukup bergengsi di daerah Minangkabau.
Baca SelengkapnyaAda banyak kisah di Jatinegara, mulai dari dua versi nama sampai warganya keturunan Banten.
Baca SelengkapnyaGoa itu lokasinya sangat tersembunyi di tengah hutan jati. Ada seorang warga sekitar yang setiap hari beribadah di goa itu
Baca Selengkapnya