Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Bacakan Eksepsi, Maria Pauline Lumowa Minta Dibebaskan dan Nama Baik Dipulihkan

Bacakan Eksepsi, Maria Pauline Lumowa Minta Dibebaskan dan Nama Baik Dipulihkan Sidang Maria Pauline Lumowa. ©2021 Merdeka.com

Merdeka.com - Maria Pauline Lumowa yang sudah menjadi warga negara (WN) Belanda mengajukan nota keberatan terhadap dakwaan jaksa penuntut umum dalam dugaan korupsi pencairan L/C dengan memakai dokumen fiktif ke Bank BNI 46 Kebayoran Baru sehingga merugikan keuangan negara Rp 1,2 triliun dan tindak pidana pencucian uang.

"Kami memohon majelis hakim untuk memutuskan untuk menerima nota keberatan dan menyatakan dakwaan tanggal 13 Januari 2021 atas nama Maria Pauline Lumowa batal demi hukum," kata pengacara Maria, Novel Al Habsyi, saat membacakan nota keberatan (eksepsi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (20/1).

Pihak penasihat hukum juga meminta agar Maria dibebaskan dari tahanan.

"Memerintahkan agar jaksa penuntut umum menghentikan pemeriksaan perkara dan membebaskan Maria Pauline Lumowa dari tahanan serta memulihkan nama baik terdakwa dengan segala akibat hukumnya," ungkap Novel.

Dalam perkara ini, Maria Pauline Lumowa selaku pengendali PT Sagared Team dan Gramarindo Group didakwa melakukan korupsi dengan melakukan korupsi dengan mengajukan pencairan beberapa L/C (letter of credit atau surat utan) dengan melampirkan dokumen ekspor fiktif ke BNI 46 cabang Kebayoran Baru, Jakarta sehingga memperkaya diri sendiri dan orang lain dan korporasi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 1.214.648.422.331,43.

Maria Pauliene diketahui buron sejak 2003 dan baru ditangkap oleh Kementerian Hukum dan HAM lewat jalur ekstradisi dari Serbia pada 9 Juli 2020 lalu.

Kasus ini bermula pada Agustus 2020 saat Maria Managing Director PT Sagared Team Ollah Abdullah Agam mengajukan permohonan kredit atas nama PT Oenam Marble ke BNI 46 Kebayoran Baru tapi ditolak.

Namun Manager Pelayanan Nasabah Luar Negeri BNI 46 Kebayoran Baru Edy Santoso meminta Maria membantu menutup kerugian bank tersebut sebesar 9,8 juta dolar AS akibat terdapat beberapa pencairan L/C yang dilampiri dokumen ekspor fiktif yang tidak terbayar dari PT Mahesa Karya Putra dan PT Petindo.

Maria menyanggupi permintaan itu dan membeli beberapa perusahaan dalam Gramarindo Group yaitu PT Gramindo Mega Indonesia, PT Magentiq Usaha Esa Indonesia, PT PAN Kifros, PT Bhinekatama Pasific, PT Metrantara, PT Basomasindo dan PT Trinaru Caraka Pasific serta menempatkan orang-orang kepercayaannya sebagai direktur di perusahaan-perusahaan itu.

Selanjutnya Maria meminta para direktur tersebut mengajukan pencairan L/C dengan melampirkan dokumen ekspor fiktif ke BNI 46 Kebayoran baru sehingga seolah-olah perusahaan mengadakan kegiatan ekspor.

Pihak BNI 46 Kebayoran pun tidak melakukan pengecekan kepada pihak bank yang mengeluarkan L/C seperti Roos Bank Swistzerland, Milik is Bank Kenia, Word Street Banking Corporation Ltd dan Dubai Bank Kenia Ltd padahal bank-bank tersebut bukan merupakan koresponden BNI 46 dan langsung menyetujui untuk mengambil alih hak tagihnya seeperti dokumen yang diajukan.

Maria juga menggunakan perusahaan lain untuk mencairkan L/C dalam mata uang dolar AS dan euro dengan dokumen fiktif dalam beberapa tahap dan seluruhnya disetujui.

Setiap pencairan Lc kredit, Maria memberi jatah ke pejabat BNI 46 Kebayoran Baru yakni Edy Santoso, Kusadiyuwono, Ahmad Nirwana Alie, Bambang Sumarsono dan Nurmeizetya dengan besaran yang berbeda-beda sehingga diberikan keputusan persetujuan untuk dikeluarkan pembayaran oleh pejabat-pejabata Bank BNI.

Uang kredit L/C yang dicairkan lalu digunakan untuk membeli saham sebesar 70-80 persen kepemilikan saham di sejumlah perusahaan; membeli tanah di Cakung seluas 31 hektare senilai 4 juta dolar AS serta mentranfser uang ke rekening miliknya.

Pada saat tim audit internal BNI 46 melakukan audit ke BNI 46 cabang Kebayoran Baru menemukan 41 L/C yang diajukan perusahaan-perusahaan dalam Gramrindo Group ternyata menggunakan dokumen ekspor fiktif.

Sehingga Maria dan Adrian Herling lalu menandatangani Personal Guarantee (Penanggungan Utang) pada 26 Agustus 2003 untuk memberi jaminan kesanggupan memayar seluruh dana hasil pencairan L/C tapi terhadap dana hasil pencairan L/C itu hanya dibayar sebagian.

Jumlah yang belum dibayarkan Maria adalah 82.878.174,95 dolar AS dan 54.078.192,59 euro yang dikonversi ke rupiah menjadi Rp1.214.468.422.331,43. Sidang dilanjutkan pada Rabu, 27 Januari 2021.

(mdk/gil)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Sri Mulyani Laporkan Dugaan Fraud Rp2,5 Triliun di LPEI ke Kejagung
Sri Mulyani Laporkan Dugaan Fraud Rp2,5 Triliun di LPEI ke Kejagung

Ada 4 perusahaan yang diduga melakukan fraud berpotensi merugikan negara hingga Rp2,5 triliun.

Baca Selengkapnya
Alasan Kejagung Limpahkan Kasus Korupsi LPEI ke KPK
Alasan Kejagung Limpahkan Kasus Korupsi LPEI ke KPK

Kasus itu sempat dilaporkan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Baca Selengkapnya
6 Debitur LPEI Terindikasi Korupsi Rp3 Triliun, Jaksa Agung Beri Peringatan Begini
6 Debitur LPEI Terindikasi Korupsi Rp3 Triliun, Jaksa Agung Beri Peringatan Begini

Enam debitur LPEI tersebut merupakan perusahaan ekspor yang dilaporkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Baca Selengkapnya
4 Perusahaan Dilaporkan ke Kejagung, Jaksa Agung Ingatkan 6 Debitur LPEI Lain Diduga Fraud Rp3 Triliun Kooperatif
4 Perusahaan Dilaporkan ke Kejagung, Jaksa Agung Ingatkan 6 Debitur LPEI Lain Diduga Fraud Rp3 Triliun Kooperatif

Perusahaan terindikasi fraud itu bergerak di bidang kelapa sawit, batu bara, perkapalan, dan nikel.

Baca Selengkapnya
Kasus Korupsi LPEI yang Dilaporkan Sri Mulyani ke Kejagung Ternyata Sudah Tahap Penyidikan di KPK
Kasus Korupsi LPEI yang Dilaporkan Sri Mulyani ke Kejagung Ternyata Sudah Tahap Penyidikan di KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata mengusut kasus dugaan korupsi penggunaan dana penyaluran kredit di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Baca Selengkapnya
Eks Kadishub Sumsel Dituntut 4,5 Tahun Penjara karena Diduga Korupsi Angkutan Batu Bara Rp18 M
Eks Kadishub Sumsel Dituntut 4,5 Tahun Penjara karena Diduga Korupsi Angkutan Batu Bara Rp18 M

Mantan Direktur PT Sriwijaya Mandiri Sumsel (SMS) Sarimuda dituntut 4 tahun 6 bulan penjara karena diduga melakukan tindak pindana korupsi senilai Rp18 miliar.

Baca Selengkapnya
Geledah 7 Kantor Dinas dan RSUD Terkait Kasus Bupati Muna, KPK Sita Dokumen
Geledah 7 Kantor Dinas dan RSUD Terkait Kasus Bupati Muna, KPK Sita Dokumen

Dokumen yang diamankan penyidik KPK dari tempat penggeledahan sedang dianalisis.

Baca Selengkapnya
Demi Main Saham dan Crypto, Marketing Bank Gelapkan Uang Nasabah Rp11,2 Miliar
Demi Main Saham dan Crypto, Marketing Bank Gelapkan Uang Nasabah Rp11,2 Miliar

Pelaku menawarkan program Bank BUMN fiktif kepada nasabah.

Baca Selengkapnya
Dugaan Manipulasi Deposito, Pemegang Saham BPR Diciduk
Dugaan Manipulasi Deposito, Pemegang Saham BPR Diciduk

Penangkapan terhadap Helen dilakukan di kediamannya yang berlokasi di Jalan Karya Agung, Kota Pekanbaru, Riau.

Baca Selengkapnya
Profil Marimutu Sinivasan, Buronan Kasus BLBI Ditangkap Hendak Kabur ke Malaysia
Profil Marimutu Sinivasan, Buronan Kasus BLBI Ditangkap Hendak Kabur ke Malaysia

Obligator Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) itu ditangkap petugas imigrasi saat hendak melarikan diri ke Kuching, Malaysia.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Keras Depan Jaksa Agung, Sri Mulyani Lapor Dugaan Korupsi Rp 2,5 T
VIDEO: Keras Depan Jaksa Agung, Sri Mulyani Lapor Dugaan Korupsi Rp 2,5 T "Tak Ada Toleransi!"

Kejaksaan Agung (Kejagung) menerima laporan dari Kementerian Keuangan terkait kasus dugaan korupsi di lingkungan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Baca Selengkapnya
Mantan Bendahara Disdik Sumut jadi Tersangka Korupsi, Rugikan Negara Rp1 Miliar Lebih
Mantan Bendahara Disdik Sumut jadi Tersangka Korupsi, Rugikan Negara Rp1 Miliar Lebih

Aksi culasnya itu merugikan negara hingga Rp1.158.628.535

Baca Selengkapnya